LABUHA, NUANSA – Perkebunan kopi di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) mulai dikembangkan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara. Ada tiga jenis kopi yang sementara ini ditanam di kebun yang terletak di Kampung Makian, Kecamatan Bacan, Halmahera Selatan, yakni jenis Robusta, Excelsa dan Liberika.
Tiga jenis kopi yang dikembangkan sejak 2017/2018 itu merupakan peninggalan Belanda. Sebagian sudah dipanen, dan lebih banyak lagi siap dipanen. Tiga jenis kopi memiliki cita rasa yang berbeda-beda. Hanya saja, kopi di kebun Kampung Makian ini bukan untuk dijual, tetapi masih sebatas pengembangan.
Koordinator Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP) Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Hardin La Abu menjelaskan, kopi di Bacan, Halmahera Selatan ada sejak tahun 1881. Pada masa itu, kopi jenis Robusta yang pertama kali dibudidaya di Bacan. Lama kelamaan, Robusta terserang hama, sehingga didatangkanlah kopi jenis Liberika.
Hardin bahkan menunjukkan kepada wartawan Nuansa Media Grup (NMG) titik-titik kebun kopi yang dikembangkan pada 1881. Kebun percobaan yang kini digarap BPPP-BPTP Malut, juga termasuk lokasi pengembangan kopi di masa Belanda. Bahkan, halaman Masjid Raya (pun) dulunya dijadikan tempat penggilingan kopi.
Menurut Hardin, jenis Excelsa dan Robusta yang secara kasat mata memiliki kemiripan dan sulit dibedakan, nyatanya berbeda. Perbedaan itu dipastikan setelah dilakukan pengembangan kebun kopi di Halmahera Selatan. Baik bentuk buah, warna dan bijinya justru berbeda.
“Kalau Liberika, bentuk buahnya agak lonjong dan besar, dan saat masak warnanya merah orange. Sedangkan Excelsa buahnya bulat, kemudian jika sudah masak warnanya merah sekali yang ketika dipicit kulitnya cepat sekali. Sementara Liberika kalau dipicit kulitnya keras, itu yang membedakannya” Jelasnya.
Hardin menjelaskan, untuk seluruh bibit dari ketiga jenis kopi tersebut berasal dari Halmahera Selatan, diambil dari sisa-sisa hasil produksi sebelumnya. “Pengembangan ini sudah menjadi tugas BPPP-PBTP Malut, sehingga kami harus melestarikan genetik lokal. Semua yang lokal akan kami lestarikan. Karena ini baru dilestarikan, maka kami belum jual ujarnya. Kami baru mengambil sebagian untuk kepentingan kebutuhan laboratorium di Sofifi,” tutupnya menjelaskan. (rul/kov)