TERNATE, NUANSA – Sebanyak 10 lapak pakaian di Kampung Ramadan yang terletak di Benteng Oranje, Kecamatan Kota Ternate Tengah, sepi pengujung. Akibatnya, sembilan dari 10 pemilik lapak memilih pindah ke kawasan terminal. Kondisi yang dialami 10 lapak di Kampung Ramadan bentukan Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate tersebut tentu berbeda jauh dengan lapak pakaian di lokasi lain, yang sangat ramai pengunjung.
Kampung Ramadan yang diresmikan Wali Kota Ternate pada 19 April 2022 itu awalnya diprediksi akan ramai pengunjung. Nyatanya, pemilik lapak hanya bisa gigit jari, karena kondisinya jauh dari harapan. Hingga pada H-2 lebaran Idulfitri, sebagian pemilik lapak pakaian di Kampung Ramadan telah pindah tempat.
Pemilik satu lapak yang tersisa (pun) sudah mulai berkemas untuk pindah, karena sepi pengunjung. “Tahun lalu kami jualan di kawasan Masjid Almunawwar dan sangat ramai. Tapi sekarang ini kondisinya sangat beda. Kami harus kejar target. Tapi kalau begini kondisinya, maka bagaimana jualan kami bisa laku,” keluh salah satu pedagang yang enggan disebut namanya.
Menurutnya, kawasan Benteng Oranje memang ramai, tetapi hanya menjadi tempat nongkrong anak muda, bukan dukunjungi pembeli pakaian atau barang jenis lainnya. Ia mengaku, satu lapak disewa Rp 7 juta. Jika dibandingkan dengan pengunjung yang sepi seperti itu, maka mereka pasti merugi.
Ia menyarankan Ramadan di tahun depan, Pemkot Ternate sudah tidak berinisiatif lagi untuk menempati pedagang pakaian muslim di kawasan Benteng Oranje. “Saya sarankan, paling bagus di bagian terminal depan Masjid. Karena bagian tengah terminal itu masih ada tempat yang kosong dan itu cukup untuk pedagan musiman. Lagi pula ini kan cuma sementara saja,” katanya.
Lanjutnya, jika kedepannya Pemkot masih tempatkan pedagang musiman di kawasan Benteng Oranje, maka para pedagang musiman pun akan mempertimbangkan untuk menempati lokasi tersebut. Sebab semuanya belajar dari pengalaman tahun ini. “Saya berharap kedepannya Pemkot tempati pedagang musiman di bagian terminal dan depan rusunawa. Salah satu alasan Pemkot sudah tak mengizinkan kami jualan di samping Masjid Al-Munawwar dan Dhuafa Center seperti tahun-tahun lalu, karena di situ tempat parkir motor dan mobil. Padahal tidak berpengaruh dengan aktivitas jualan dan pengunjung juga ramai sejak satu pekan jelang lebaran,” tuturnya.
Jika Pemkot berinisiatif pedagang musiman berpusat di Benteng Oranje, seharusnya semua pedagang fokus di Benteng Oranje. Sementara pedagang lainnya mengakui pengunjung hanya ramai ketika awal diresmikan, namun beberapa hari kedepannya sudah mulai sepi. dirinya memilih bertahan dan tidak berpindah tempat sebagaimana pedagang lainnya, karena sudah capek mengangkut barang-barangnya. “Sedangkan lebaran juga tinggal beberapa hari lagi ini. Akhirnya kita hanya fokus untuk mendapat hasil jualan untuk membayar lapak ini,” bebernya.
Pria yang berasal dari Halmahera Utara itu juga menambahkan, jika pedagang musiman ditempatkan di satu titik, maka akan efektif, karena pengunjung akan fokus di satu titik saja. “Kemarin-kemarin janjinya fokus di Benteng Oranje, setelah lima hari kemudian pedagang di sini sudah mulai pindah tempat, akhirnya pembeli juga buyar dan lari kemana-mana,” ungkapnya.
Mulanya ia mendapat informasi kalau pedagang musiman tidak diizinkan jualan di luar, tetapi hanya difokuskan di Benteng Oranje. “Makanya saya berani ambil di sini. Kalau di Benteng Oranje kan perdana dan belum pernah dibuka untuk pedagang musiman. Jadi orang kurang tau tempat ini, kalau di buka jualan di luar, otomatis pembeli akan berkunjung di luar sana. Sehingga di sini akhirnya sepi pengunjung,” tutupnya. (tan/rii)