Oleha: Faisal Bian
Peneliti Society Center
Kota tanpa perkara bagaikan raga tanpa sukma.- (MFB)
Kota Ternate semakin hari semakin padat jika tidak diperhatikan dengan baik akan menjadi sebuah masalah baru akibat urbanisasi. Masyarakat kota kontemporer umumnya memiliki heterogenitas sosial, dimana masyarakat yang tinggal di kota sangat beragam dan mempunyai paradigma yang rasional terbuka terhadap suatu budaya baru yang hadir diruang perkotaan. Sarana perkotaan justru kompleks mulai dari saran sosial, hiburan, politik, hukum maupun ekonomi dan tentunya dengan segala macam kebutuhan masyarakat yang lengkap tidak terlepas dari perbagai persoalan yang sering datang terus berganti.
Masalah perkotaan Ternate kian hari semakin terlihat dalam infrastruktur dasar serta perubahan pengembangan perkotaan mulai dari perubahan fisik kota dari kawasan tidak terbangun ke kawasan terbangun. Perubahan fungsional dari kawasan pertanian ke bukan pertanian, perubahan spasial dari kawasan kecil menjadi besar, baik secara horizontal maupun vertical dan masih banyak lagi problem yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan pola ruang yang dimana kawasan lindungpun dibangun menjadi kawasan budidaya yang diatur dalam kawasan perlindungan setempat sempadan pantai yang datarannya sepanjang tepiat laut dengan jarak paling sedikit seratus meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat, akan tetapi dibangun bangunan yang berbatasan langsung dengan air laut.
Inilah salahsatu contoh praktek perencanaan pembangunan kota yang buruk dan fatal, tapi dibiarkan begitu saja sebagai tontonan yang mengerikan dan seakan- akan apatis dengan kondisi lingkungan seperti ini yang dapat mencemarkan ekositem laut akibat limbah, ikan yang awalanya kita bisa dapat dekat dengan bibir pantai mala kian hari kian menjauh dengan bibir pantai. Kemudian para pemangku kebijakan kita juga seakan-akan memperlihatkan implikasi perencanaan yang salah dan kurang matang dalam dinamika pembangunan kota kekinian demi mengejar estetik tapi melupakan kebermanfaat kehidupan lingkungan.
kemudian juga permasalahan lain seperti kebutuhan air bersih yang masih “krisis sasadiki” dibeberapa kelurahan yang ada di seputaran Kota Ternate, selain itu juga problem infrastruktur lain seperti jalan yang belubang, sistem drainase “got dan barangka” yang belum dikelola secara apik dalam pemeliharaannya yang menyebabkan airpun tergenang di area perkotaan jika musim hujan datang sampai ada yang malang nasibnya bahkan sampai meninggal karena sistem pengembangan infrastruktur dasar yang belum optimal, tumpukan sampah kurang diperhatikan secara serius oleh pemerintah sehingga kadang diruang kotapun bau sampah yang menyengat tercium, terjadi tumpukan sedimen di selokan yang dampaknya airpun meluap ke jalan raya yang menyebabkan banjir diruang Kota Ternate.
Problem seperti sampah ini harus serius diperhatikan karena banyak sampah yang berhamburan dijalanan kota yang dapat merusak nilai estetika kota, problem ini harus menjadi perhatian serius pemerintah dengan penambahan armada pengangkut sampah disetiap lingkungan-lingkungan area perkotaan jika ingin kota ini terlihat sehat dan bersih.
Perkara-perkara ini jika disalahkan adalah pemerintah, memang wajar jika pemerintah disalahkan karena tugas utama pemerintah adalah untuk melayani masyarakat, akan tetapi yang perlu dibenahi juga adalah sistem revolusi mental atau sebuah kesadaran yang sahih bagi para pelaku pembangunan baik pemerintah, masyarakat bahkan swasta untuk lebih peka melihat problematika di Kota Ternate saat ini. Solusi dari permasalahan ini pemerintah harus tegas dan peka dalam menyikapi semua bentuk kebijakan yang dibuat serta kesadaran masyarakat harus perlu ditingkatkan agar lebih care dan reactive terhadap lingkungan sekitar.
Kemudian juga dilihat dari proses pengembangan kota dan berubahnya struktur tata guna lahan sebagian besar disebabkan oleh adanya skema sentrifugal dan dan sentripetal pada pembangunan kota. Dua skema pengembangan kota ini akan menjadi masalah yang besar jika didiamkan begitu saja tanpa diawasi dengan saksama. Perlu saya uraikan dua gerak pengembangan kota ini bilamana dengan pendekatan sentrifugal atau gaya pengembangan keluar dari pusat kota, yang pertama karena nilai lahan yang jauh dari pusat kota lebih murah dibandingkan yang ada di kawasan CBD (Central Business District), selain itu adanya turbulensi seperti lalulintas yang macet, polusi dan gangguan bunyi-bunyian kendaraan yang dapat menyebabkan penduduk kota merasa tidak betah hidup di area pusat kota, kemudian juga kebutuhan lahan yang terbatas diruang kota Ternate yang dapat menjadikan masyarakat lebih menginginkan tinggal diwilayah hinterland yang sesuai dengan keinginan dan kemauan masyarakat kota yang lebih nyaman dan tenang lantaran jauh dari kebisingan.
Sedangkan pengembangan kota dengan pendekatan sentripetal atau lebih dekat dengan pusat kota karena dekat dengan semua kebutuhan pokok masyarakat, dekat dengan tempat kerja, menjadikan masyarakat kota Ternate lebih senang hidup di area pusat kota, mereka bisa menghemat waktu tempuh dan tidak terjebak macet berlama-lama dengan kendaraan. Dua skema yang diuraikan diatas harus direncanakan dengan elok demi melihat kondisi wilayah kota Ternate dengan akurat, dan jika tidak dilakukan dengan sistem perencanaan yang santun maka yang akan menikmati mudaratnya adalah anak cucu kita kedepan. Simpulannya dari ulasan diatas adalah kita tinggal menunggu kebijakan pembangunan ‘Ternate Andalan’ yang proaktif kepada masyarakat agar perkara mengenai kota Ternate dapat dituntaskan dengan bijak berpihak kepada rakyat jelata dan tentunya implikasi manfaat ruang kota Ternate yang harmonis untuk kesejahteraan serta keadilan masyarakat pada umumnya. InshaAllah. (*)