Oleh: Sefnat Tagaku
Pegiat Budaya Halsel
Janji Politik merupakan sebuah kebiasaan yang kerap terdengar di telinga rakyat, pada acap kali momentum politik tiba. Sudah tidak asing lagi bagi rakyat dikala mendengarkan berbagai janji-janji yang dilantunkan para setiap kandidat atau kompetitor di berbagai momentum politik (pilpres, pilkada dan pileg) di panggung-panggung kampanye dalam ajang mempromosikan diri demi merebut hati rakyat.
Hal ini terjadi hampir di setiap daerah se-Indonesia, begitupun di kabupaten Halmahera Selatan (Halsel). Daerah yang bermotokan bumi “Saruma” itu, kerap kali rakyatnya mendapatkan janji manis dari pada pemangku-pemangku kepentingan. Namun apa daya, dari berbagai janji manis yang diterima rakyat Halmahera Selatan hanya sekedar angin lalu yang kian hilang dan punah tanpa bekas.
Pemerintahan Usman-Bassam yang dengan tag line mengembalikan senyum Halmahera Selatan itu, kini mendapat sorotan pedas dari berbagai pihak, akibat janji-janji politik yang kian tidak terealisasi. Mulai menghadirkan anggaran tujuh triliun pada setiap tahun, membangun pabrik, berkantor di kecamatan, hingga bertekad menghapus politik balas dendam kepada setiap aparat sipil negara (ASN), hanya sekedar menjadi kenangan.
Belum lagi janji dalam membangun jalan lingkar di pulau Obi dan Makeang, hingga kini belum juga terealisasi. Bahkan menyisahkan polemik. Sementara itu, ada banyak hal yang dilakukan oleh pemerintahan Usman-Bassam justru di apresiasi oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan rakyat. Padahal rakyat dalam berbagai ruang hampa menyampaikan kegelisahan dan kekecewaan mereka kepada pemerintahan ini.
Janji Politik : Menghapus Politik Balas Dendam (Tidak Ada Mutasi ASN)
Menghapus wajah politik balas dendam dengan tidak melakukan mutasi bagi para Aparat Sipil Negara (ASN) yang tidak sejalan dalam pilihan politik, adalah sesuatu yang selalu dikumandangkan oleh pemerintahan Usman-Bassam pada saat kampanye. Bertekad menjalankan pemerintahan yang bersih terus terdengar di telinga rakyat, seolah lantunan janji itu bagaikan irama musik yang dapat menidurkan. Realitasnya tidak.
Di awal pemerintahan Usman-Bassam pasca dilantik menjadi bupati dan wakil bupati kabupaten Halmahera Selatan, pemecatan terjadi kepada salah satu Aparat Sipil Negara yang dianggap tidak bersamaan pada momentum demokrasi (Pilkada 2020). Mirisnya, proses pemecatan itu dilakukan pada saat apel perdana di pemerintahan Usman-Bassam dengan sangat tidak beretika. Tidak sampai di situ proses politik balas dendam yang dilakukan, ada beberapa pegawai pun turut menempati tempat yang dianggap neraka. Lantas dimana janji itu?
Janji Politik : Berkantor di Kecamatan
“Kalau ada yang cari saya di kantor bupati, saya pastikan kalian tidak akan ketemu, karena saya ada di kantor-kantor camat”. Begitu bunyi dering yang terdengar di ajang kampanye kemarin, dengan diiringi keramaian tepuk tangan rakyat karena merasa termotivasi. Janji untuk berkantor di kantor-kantor kecamatan sebagai upayah memantau dan memastikan proses pemerintahan di kantor camat berjalan baik.
Tentu sebagai rakyat, merasa bahwa ini adalah hal baru dari seorang politisi yang harus mendapat dukungan dari rakyat, selayaknya defenisi demokrasi yang kita kenal. Tentu pula sejumlah harapan terus tergantung dalam setiap asa dari rakyat, semoga ini benar dan terealisasi. Sayangnya, janji itu ibarat cerita dongen yang habis cerita, habis pula humornya. Jawaban dari janji ini adalah keluar daerah. Itu yang ditemukan.
Janji Politik: Menghadirkan Anggaran Rp 7 Triliun Setiap Tahun
Menghadirkan anggaran dengan jumlah yang sangat banyak pada kelas kabupaten kota dalam setiap tahunnya, ibarat seseorang yang hanya sekedar bermimpi di siang bolong. Namun nyatanya hal itu berani di lantunkan dengan lantang oleh pemerintahan Usman-Bassam. Menghadirkan anggaran tujuh triliun dalam setiap tahun, dijanjikan pada saat kampanye di ruang terbuka dan bebas yang didengarkan oleh setiap rakyat, sambil melekatkan diri pada pemerintahan pusat.
Hal ini menuai polemik dan pertanyaan dari banyak netizen, akankah benar terkait janji anggaran tujuh triliun itu? Sayangnya pernyataan itu justru disangkali, seolah setiap ungkapan itu tidak terekam dan tidak terdengar di telinga rakyat. Padahal ada harapan besar dari rakyat melalui janji tersebut, bahwa dengan jumlah anggaran besar yang mampu dihadirkan itu akan mampu membangun kabupaten kota yang bermotokan bumi Saruma.
Janji Politik: Membangun Jalan Lingkar Pulau Obi
Membangun jalan lingkar pulau Obi, seolah menjadi hal yang sangat prioritas oleh pemerintahan Usman-Bassam pada semangat memperkenalkan diri di ajang kampanye, namun nyatanya hanya menghadirkan polemik terkait status jalan. Status jalan menjadi alasan besar, bahwa jalan lingkar pulau Obi yang direncanakan itu harus mandek dan terhenti.
Jika alasan belum terealisasinya jalan lingkar pulau Obi itu adalah karena status jalan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah propinsi, maka peran pemerintah daerah di kabupaten di pertanyakan. Sementara itu, ruas jalan yang statusnya masuk dalam kewenangan pemerintah kabupaten belum juga dibangun. Ada apa? Hanya janji manis? Entahlah!
Pertanyaannya, Dimana Semangat Lantunan Janji-janji Itu?
“Janji tinggal janji”, begitu ungkapan kekesalan dalam beberapa lirik lagu produk Indonesia. Seolah harapan perlahan pudar dan hilang. Semangat kampanye tidak lagi terlihat dalam merealisasikan setiap arah dan kebijakan publik pada pemerintahan Usman-Bassam. Lantas bagaimana dengan amanat dan kepercayaan yang telah diberikan rakyat itu? Pertanyaan ini butuh refleksi sembari berkaca, bahwa mimpi tidak selalu menjadi kenyataan.
Meski demikian, sebagai rakyat yang telah memberikan kepercayaan dan amanat memimpin kepada Usman-Bassam dengan tag line “Kembalikan Senyum”, tetap menanti akan hadirnya janji-janji itu dalam wujud yang nyata. Entah mampu atau tidak dalam merealisasikan janji-janji politik itu, rakyat akan menanti jawabannya. Sembari berharap, semoga dengan tag line kembalikan senyum tidak berubah menjadi menghadirkan duka. (*)