Daerah  

Pungut Retribusi, BP2RD Ternate Ditegur DPRD dan Ombudsman

Kantor DPRD Ternate.

TERNATE, NUANSA – Lapak di kawasan reklamasi Kelurahan Toboko dan Mangga Dua, Kecamatan Ternate Selatan, tidak bisa dipungut retribusi oleh Pemkot Ternate. Alasannya, kawasan tersebut tidak bisa dibangun lapak untuk dijadikan tempat jualan. Pemkot mendapat teguran langsung dari DPRD Kota Ternate agar tidak dilakukan pungutan retribusi.

Sebelumnya, Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Ternate pernah memungut retribusi, tetapi belakangan ini tidak lagi, karena ditegur DPRD secara tegas. Selain wakil rakyat, Ombudsman juga menegur Pemkot supaya tidak memungut retribusi. Ini disampaikan Kepala BP2RD Ternate, Jufri Ali pada Nuansa Media Grup (NMG), Selasa (13/9).

Menurut Jufri, kawasan reklamasi ini memang dilarang untuk membangun bangunan. Sebab bukan diperuntukkan untuk tempat berjualan. Ia mengaku tidak tahu entah kenapa sekarang sudah banyak bangunan/lapak pedagang yang dibangun.

Setelah lapak tersebut dibangun, pihaknya melakukan penagihan retribusi selama empat bulan, dan pendapatan cukup meningkat. Pemilik lapak ditagih berdasarkan omzet pendapatannya. “Namun setelah itu saya dipanggil DPRD Kota Ternate dan ditegur. Kami dianggap melakukan pungutan liar (Pungli), sebab kawasan tersebut tidak memiliki izin,” jelasnya.

Padahal menurut dia, dalam aturan jika ada tempat khusus rumah makan dan restoran harus diwajibkan membayar pajak. BP2RD melakukan penagihan karena ada objek dan ada transaksi, bahkan ada omzet berdasarkan peraturan daerah memenuhi syarat untuk ditagih. “Masalahnya sekarang kawasan itu dilarang berjualan, namun sudah dibangun lapak. Sebetulnya selama mereka berjualan harus ditagih, kalau tidak disingkirkan saja,” tegasnya.

Ia bilang, retribusi di kawasan ini sangat potensial, namun sekarang harus kehilangan pendapatan tersebut. “Pada prinsipnya BP2RD menginginkan  untuk melakukan penagihan kembali, tapi kami koordinasi lagi di Bagian Pemerintah, apakah masih bisa ditagih atau tidak,” tandasnya. “DPRD dan Ombudsman tidak bisa salahkan saya, karena di situ bicara tentang aturan pajak. Ketika ada aktivitas objek, transaksi untuk menyediakan tempat dan jasa pelayanan itu dikenakan wajib bayar pajak,” sambungnya.

Jufri juga menyayangkan jika kawasan tersebut tidak mmeiliki izin, namun sekarang tempat lapak pedagang sudah bertebaran. Bahkan ada yang membangun hingga melewati pembatas talud. (udi/tan)