TERNATE, NUANSA – Pemerintah Provinsi Maluku Utara tidak memiliki data produksi pertambangan. Hal ini menyebabkan pembagian dana bagi hasil (DBH) sektor pertambangan dari pemerintah pusat ke daerah sangat kecil.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Malut, Ahmad Purbaya, menuturkan data produksi pertambangan di Maluku Utara hanya berdasarkan dari Kementerian ESDM. Tentu hal ini dapat berpengaruh pada DBH. Bahkan permasalahan ini menjadi sorotan para akademisi hingga saat ini.
“Yang jadi sorotan akademisi, di mana daerah-daerah penghasil tambang justru banyak kemiskinan, seperti Halmahera Tengah, Halmahera Selatan dan Halmahera Timur. Ini ada apa sebenarnya? Kita mau merubah ini jangan sampai daerah penghasil tambang itu jadi daerah yang miskin. Merubahnya dengan apa, tentunya dengan alokasi anggaran yang kita sampaikan ke sana. Kalau uang kita banyak, tentunya bisa menyentuh ke daerah-daerah itu,” ujarnya saat ditemui wartawan, Senin (9/1).
Kata Purbaya, berdasarkan perhitungan akademisi Dr. Muhtar Adam, DBH sektor pertambangan di Malut ini kurang lebih Rp 7,7 triliun. Data perhitungan inilah kemudian akan disodorkan ke Kementerian ESDM untuk menjadi rujukan pada saat pembagian DBH dari pusat ke daerah nantinya.
“Kemarin rapat dengan Kementerian Keuangan responya sudah bagus, tinggal Kementrian ESDM buka data, sehingga ada data perbandingan,” jelasnya.
Menurut dia, selama ini data hasil produksi pertambangan hanya satu arah dari Kementerian ESDM. Sementara data dari Provinsi Malut tidak ada. Ini dikarenakan tidak ada peraturan yang menegaskan bahwa perusahaan tambang yang beroperasi di Malut wajib menyampaikan data ke Dinas ESDM.
“Jadi seolah-olah kita yang kejar, harusnya ada regulasi mewajibkan. Sehingga data yang disampaikan perusahaan tambang yang beroperasi di Malut ke Dinas ESDM, itu yang kita rekom dengan data yang mereka sampaikan di Kementrian ESDM. Sekarang inikan Dinas ESDM kita tidak punya data,” tutupnya. (ano/tan)