BPK Juga Temukan Megaproyek Bermasalah di PUPR Maluku Utara

Dinas PUPR Maluku Utara. (istimewa)

TERNATE, NUANSA – Bukan hanya masalah tender Masjid Raya Sofifi, tetapi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan dugaan masalah pada lima kegiatan fisik. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku Utara bermasalah. Proyek yang dibiayai melalui pinjaman PT. SMI itu ditemukan kekurangan volume dan tidak sesuai spesifikasi. Temuan itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Malut.

Kelima paket pekerjaan itu yakni ruas jalan dan jembatan Saketa-Dehepodo dengan nilai kontrak Rp 51.900.000.000, terdapat kekurangan volume Rp 186.092.050,96 dan tidak sesuai spesifikasi Rp 7.137.866.190,36 serta denda keterlambatan Rp 6.865.228.363,64.

Ruas jalan Tolabit-Toliwang-Kao (Hotmix) dengan nilai kontrak Rp 22.100.000.000, terdapat denda keterlambatan Rp 6.841.557.627,27 dan kekurangan volume Rp 219.649.480,74 serta tidak sesuai spesifikasi Rp 11.994.711.164,46

Pembangunan jembatan Kali Oba II (lanjutan) dengan nilai kontrak Rp 25.000.000.000. Terdapat denda keterlambatan Rp 7.728.552.137,27 dan kekurangan volume  Rp 555.546.927,16

Ruas jalan Bahar Andili (segmen Sofifi-Akekolano) dengan nilai kontrak Rp 15.000.000.000, denda keterlambatan Rp 4.624.301.323,64, kekurangan volume Rp 455.890.447.71 dan tidak sesuai spesifikasi Rp 2.423.015.615.03.

Peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan ruas Waiina-Malibufa dengan nilai kontrak Rp 29.572.000.000,00, terdapat denda keterlambatan Rp 7.422.290.639,09 dan tidak sesuai spesifikasi Rp 486.332.295,73.

Sementara dua pekerjaan lainnya hanya dilakukan denda, yakni pekerjaan ruas jalan Payahe-Dehepodo (Hotmix) dengan nilai kontrak Rp 46.700.000.000, dan didenda keterlambatan Rp 21.302.525.328,18. Kemudian pekerjaan jalan dan jembatan ruas Ibu-Kedi dengan nilai kontrak Rp 67.545.000.000 dan denda keterlambatan Rp 20.428.896.804,54.

Atas temuan tersebut, BPK juga merekomendasikan kepada Gubernur Maluku Utara agar memerintahkan Kepala Dinas PUPR untuk menginstruksikan PPK masing-masing pekerjaan untuk memperhitungkan potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp 23.459.104.172,17 pada pembayaran SP2D berikutnya atau menagihkan kepada penyedia jika pekerjaan tidak dilanjutkan. Tak hanya itu, PPK juga diminta untuk memungut denda keterlambatan kerja sebesar Rp 94.371.523.167,27 untuk disetor ke kas daerah. (ano/tan)