TERNATE, NUANSA – Dinas Kesehatan Kabupaten Pulau Taliabu berhasil menekan angka stunting hingga 11,5 persen. Sebelumnya angka stunting di Taliabu berada di angka 35,2 persen, kemudian turun menjadi 23.5 persen. Angka ini tentunya diapresiasi, karena bisa menurun hingga di angka 11,5 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Pulau Taliabu, Kuraisia Marsaoly kepada Nuansa Media Grup (NMG) mengatakan, pihaknya berupaya membuat terobosan berupa inovasi dengan memanfaatkan program-program di semua OPD di Pemkab Taliabu untuk mencapai hasil yang maksimal di tahun 2023 ini.
Tentu hal ini tidak terlepas dari peran dan komitmen kepala daerah. Ini dibuktikan dengan angka stunting pada awalnya yang signifikan, tetapi pihaknya mampu menekan hingga 11,5 persen.
“Jadi yang pastinya semua komitmen dari pimpinan daerah kemudian kesolidan lintas sektor mulai dari kabupaten sampai desa. Dengan begitu, kita bisa menekan angka stunting,” jelas Kuraisia saat ditemui di sela-sela kegiatan rapat koordinasi tim percepatan penurunan stunting (TPPS) provinsi dan kabupaten/kota se-Provinsi Maluku Utara di Red Star Resto, Kamis (23/1).
Namun demikian, ada beberapa kendala terkait sumber daya manusia yang harus dipenuhi di tahun ini, diantaranya minimnya pemahaman masyarakat terkait stunting serta kurangnya dokter.
Banyak masyarakat belum paham tentang stunting dan juga tenaga-tenaga ahli yang dibutuhkan seperti dokter obgyn. Untuk itu, Dinkes akan berupaya di tahun 2023 agar pemenuhan SDM sebagaimana dalam audit 2022 oleh tim pakar audit yang merekomendasikan harus terpenuhinya tim gizi di lapangan.
”Alhamdulillah 2023 ini kami telah melepaskan kurang lebih 66 petugas gizi dan bidan ke 33 lokus stunting di Kabupaten Taliabu. Sehingga dengan target penurunan angka stunting di 18 persen, kami bisa optimis di tahun depan bahkan melwati angka tersebut,” ujarnya.
Sementara Wakil Gubernur Malut, M. Al Yasin Ali yang juga sebagai ketua tim TPPS dalam sambutannya menyampaikan, percepatan penurunan stunting ini bukan hanya menjadi tugas di satu sektor saja, melainkan lintas sektor. Maka tentu harus mengedepankan kolaborasi.
Prevalensi stunting di Malut pada 2022 sebesar 27 persen. Angka ini menurun cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Sehingga pembentukan TPPS bertujuan menghilangkan disparitas kasus, agar daerah-daerah lain yang memiliki angka tinggi dapat menurunkan stunting. Di satu sisi, perlunya kebersamaan dalam kolaborasi menjadi syarat penting percepatan penurunan stunting di Malut,” pungkasnya. (ano/ask)