Hukum  

Inspektorat Malut Diminta Adukan Temuan BPK ke Penegak Hukum

Kantor Gubernur Maluku Utara.

TERNATE, NUANSA – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kegiatan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Maluku Utara (Malut) senilai Rp 117 miliar, mendapat respons publik. Temuan tersebut berkait dengan delapan proyek jalan dan jembatan yang anggarannya bersumber dari pinjaman di PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Praktisi Hukum Maluku Utara, Hendra Kasim menuturkan, mekanisme tindak lanjut LHP BPK adalah dimulai dari sidang TPTGR. Setelah sidang tersebut, para pihak yang disebutkan dalam LHP BPK membuat pernyataan akan melakukan pengembalian berdasarkan hasil audit BPK. Untuk pengembalian yang dimaksud, diberikan beberapa waktu. “Jika telah jatuh tempo tidak dilakukan pengembalian oleh para pihak, maka Inspektorat Pemprov Maluku Utara dapat menindaklanjuti ke aparat penegak hukum (APH),” jelasnya pada Nuansa Media Grup (NMG), Kamis (18/5).

Menurutnya, Inspektorat harus memastikan para pihak tersebut melakukan pengembalian berdasarkan waktu yang sudah ditentukan. Jika sudah jatuh tempo, lalu tidak ada pengembalian, maka Inspektorat segera mengajukan ke APH. “Inspektorat jangan mendiamkan proses tersebut, karena sudah ada mekanismenya. Apalagi ada kerugian negara. Sekali lagi Inspektorat jangan diamkan,” saran Hendra menegaskan.

Sebelumnya, Kepala Dinas PUPR, Saifudin Djuba mengaku tidak tahu betul terkait ketaatan perusahaan melakukan pengembalian atas temuan tersebut. Sebab, masalah itu sebelumnya sudah ditangani Inspektorat Maluku Utara yang bahkan sudah melakukan sidang TPTGR.

“Inspektorat sudah melakukan sidang TPTGR dan semua rekanan dipanggil terkait temuan LHP BPK dan diberikan waktu untuk segera menyelesaikan itu. Mungkin, biasanya ada surat pernyataan dari masing-masing pihak ketiga untuk segera menyelesaikan temuan itu. Kalau sudah tanda tangan surat pernyataan, berarti kewajiban dia menyelesaikan temuan itu. Sekarang kami belum tahu. Nanti saya cek lagi untuk pihak rekanan yang menjadi temuan terkait pekerjaan dana pinjaman SMI itu,” jelasnya.

Sesuai hasil pemeriksaan BPK, delapan pekerjaan tersebut dikenakan denda keterlambatan dengan total sebesar Rp94.371.523.167,27-. Dari delapan paket itu juga, terdapat lima item pekerjaan kekurangan volume senilai Rp1.903.511.202,32-. Sedangkan tiga paket pekerjaan tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp21.555.592.969,85.

Sementara, dari keterangan salah satu staf Dinas PUPR Malut, yang meminta identitasnya tidak dipublis kepada Nuansa Media Grup (NMG) mengaku, dari sekian temuan BPK saat ini sudah dilakukan proses Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR) dan sekarang diperintahkan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) untuk segera mengambil langkah-langkah penyelesaian. Meski demikian, terkait kepastian pihak rekanan menyelesaikan temuan tersebut, hingga kini belum diselesaikan.

“Mereka (pihak rekanan) sementara masih mengambil langkah bagaimana untuk mendiskusikan ulang terkait dengan denda keterlambatan. Sekarang untuk langkah penyelesaian belum ada sama sekali. Karena memang kami juga akui, denda keterlambatan bukan semata-mata terlambat kerja, tapi memang proses pencairannya agak lama, sehingga mempengaruhi pekerjaan mereka di lapangan,” katanya.

Atas temuan tersebut, BPK juga merekomendasikan kepada Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, agar memerintahkan Kadis PUPR untuk menginstruksikan PPK masing-masing pekerjaan untuk memperhitungkan potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp23.459.104.172,17 pada pembayaran SP2D berikutnya atau menagihkan kepada penyedia jika pekerjaan tidak dilanjutkan. Bukan hanya itu, PPK juga diminta untuk memungut denda keterlambatan kerja sebesar Rp94.371.523.167,27 untuk disetor ke kas daerah. (ano/kov)