TERNATE, NUANSA – Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas tambahan dan pengangkatannya harus bersandar pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru. Kepala sekolah pun wajib memiliki kualifikasi NUKS. Hal itu disampaikan praktisi hukum Maluku Utara, Muhammad Konoras kepada Nuansa Media Grup (NMG), Senin (5/6).
“Masa jabatan kepala sekolah berlaku selama dua periode atau delapan tahun. Pemberhentian kepala sekolah tidak boleh dilakukan seenaknya, kecuali ada peristiwa hukum yang terjadi mengharuskan diberhentikan. Misalnya, tersandung kasus pidana dan telah mempunyai putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan. Tidak pernah ada syarat yang menyatakan kepala sekolah diberhentikan hanya karena ditolak oleh 100 orang guru,” ujarnya.
Ketua Peradi Kota Ternate itu menerangkan, dalam perspektif Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, disebutkan bahwa seorang ASN yang menduduki jabatan strategis pada jabatan struktural jika diberhentikan apabila bersangkutan telah melakukan pelanggaran disiplin berat atau sudah mendapatkan teguran keras dari atasannya.
“Dalam konteks ketentuan ini, maka kepala sekolah tidak dapat diberhentikan semaunya atau tidak berdasarkan hukum. Patut diketahui bahwa kepala sekolah yang memiliki Sertifikat Pusat Keunggulan tidak bisa dimutasikan ke sekolah lain. Ini ditegaskan oleh Mendikbudristek saat kunjungan kerja ke NTB pada 7 Oktober 2021 lalu. Landasan hukumnya jelas mengacu pada Kepmendikbudriatek Nomor 40 Tahun 2021,” jelasnya.
Ia menuturkan, terkait penonaktifan terhadap Nurjana Tahir Junus sebagai Kepala SMK Negeri 1 Kota Ternate dan penunjukan Makmur sebagai pelaksana harian (Plh) sangat bertentangan dengan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sebab kepala sekolah defenitif atas nama Nurjana Tahir Junus sedang tidak berhalangan sementara.
Sedangkan terkait penolakan dewan guru atas SK Gubernur Maluku Utara mengaktifkan kembali Nurjana Tahir Junus sebagai Kepala SMKN 1 Ternate dengan memasang sejumlah spanduk berisi kalimat penolakan, semestinya tidak dilakukan oleh seorang guru yang notabene pendidik.
“Ini pertanda bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku Utara dalam hal ini Fahmi Alhabsy selaku sekretaris dan pelaksana harian kepala dinas telah mempertontonkan ketidakmampuan memimpin organisasi yang tugasnya mencerdaskan pendidikan anak bangsa, baik dari aspek moral maupun kualitas pendidikan,” tutur Ko Ama, panggilan akrab Muhammad Konoras.
Lebih lanjut, Ketua LKBH PGRI Maluku Utara itu meminta Gubernur Abdul Gani Kasuba segera mengevaluasi kinerja Fahmi Alhabsy, karena dinilai tidak mampu bersikap secara fair dan adil terhadap Nurjana sebagai kepala sekolah.
“Artinya kalau sekretaris dinas berlaku adil, maka kemelut ini tidak mengakibatkan ijazah peserta didik yang sudah ditandatangani Iswanto Marjuki selaku Plt Kepala SMKN 1 Ternate menjadi batal demi hukum atau tidak sah seperti saat ini. Sebab Iswanto tidak memilki NUKS. Boleh dibilang tidak sah sesuai Permendikbud Ristek Nomor 13 Tahun 2007. Pertanyaan yuridisnya adalah siapakah yang bertanggung jawab atas ijazah siswa-siswi, apakah Iswanto memiliki kewenangan mencairkan dana BOS,” katanya.
Ia pun mengaku, akan mengkaji semua hujatan dan fitnah terhadap Nurjana Tahir Junus. Apabila aspek hukumnya memenuhi unsur pidana, maka akan dilaporkan ke Polda Maluku Utara.
“Di WhatsApp grup itu ada guru yang sebut bahwa Gubernur Malut jangan melakukan pembohongan publik. Guru ini harus ditindak tegas dan wajib diproses sebagai pelanggaran atas disiplin pegawai/ASN sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN,” tegasnya.
“Anehnya lagi, para guru menuntut agar dua guru yang dimutasi dikembalikan ke sekolah asal, sementara menolak SK gubernur yang mendefenitifkan Nurjana Tahir Junus. Ini sangat tidak adil karena mutasi dua orang guru ini bukan kemauan atau kehendak kepala sekolah, tetapi atas penilaian BKD selaku OPD berwenang,” sambungnya mengakhiri. (ano/tan)