Oleh: Dr. Muammil Sun’an, SE., M.AP
Akademisi Unkhair Ternate
_____
TEORI pilihan publik (Public Choice) pertama kali diperkenalkan oleh James Buchanan dan Gordon Tullock dalam menganalisis perilaku individu masyarakat dalam keputusan politik. Teori pilihan publik merupakan teori ekonomi politik baru dengan menerapkan pemikiran atau metode ekonomi dalam keputusan politik. Dalam teori ini, para pelaku politik bertindak sebagai supply, sedangkan masyarakat merupakan demand-nya.
Teori pilihan publik menggunakan prinsip-prinsip ekonomi dalam menganalisis perilaku masyarakat di pasar komersial dan menerapkannya pada pengambilan keputusan kolektif, termasuk dalam pilihan politik. Para ekonom yang mempelajari perilaku di pasar swasta berasumsi bahwa masyarakat terutama dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Walaupun sebagian besar orang mendasarkan tindakan mereka pada kepedulian terhadap orang lain, motif dominan dalam tindakan masyarakat di pasar adalah kepedulian terhadap kepentingan mereka sendiri.
Asumsi dasar dalam teori pilihan publik adalah masyarakat akan selalu berperilaku rasional berdasarkan kalkulasi ekonomi dalam pengambilan keputusan. Kalkulasi ekonomi merupakan motif utama masyarakat dalam keputusan politik dan dianggap sebagai suatu pilihan rasional (Rational Choice). Dengan demikian, pilihan rasional yang didasarkan pada kalkulasi-kalkulasi ekonomi menjadi basis dari teori pilihan publik.
Setidaknya terdapat tiga asumsi dasar dalam Teori Pilihan Rasional, antara lain: 1) Individu memiliki serangkaian preferensi, 2) Mereka memiliki kemampuan kognitif untuk mengevaluasi pilihan mereka, dan 3) Mereka membuat keputusan yang memaksimalkan utilitas atau manfaat pribadi berdasarkan informasi yang tersedia.
Dengan menggunakan asumsi dalam teori pilihan rasional, maka dalam momentum pemilihan kepala daerah (pilkada), jika dianalisis dengan menggunakan teori pilihan publik dan pilihan rasional, maka setiap individu masyarakat akan membuat serangkaian pilihan terbaik yang dapat memaksimumkan manfaat (utility) atau manfaat pribadi. Asumsinya masyarakat sebagai pembeli (demander) dan para calon kepala daerah sebagai penjual (supply), sehingga keputusan-keputusan individu masyarakat dalam pilihan politik memilih calon kepala daerah tentunya yang bisa memberikan manfaat yg paling besar (maximum utility) atau kepentingan pribadi.
Jika kalkuasi-kalkulasi ekonomi dijadikan sebagai dasar individu masyarakat sebagai pemilih dengan motif kepentingan pribadi dan manfaat yang maksimum, dalam menentukan pilihan terhadap calon kepala daerah, tentunya akan merusak tatanan demokrasi dan menggadaikan harga diri sebagai manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Michael P. Todaro tentang indikator keberhasilan pembangunan ekonomi salah satunya adalah meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia dan meningkatnya kebebasan masyarakat dalam memilih.
Namun, realitas saat ini bahkan masyarakat yang berpendidikan tinggi sekalipun seringkali menggunakan kalkulasi ekonomi dalam pemilihan calon kepala daerah, sehingga masyarakat yang mengatakan sebagai pemilih rasional merupakan bagian yang telah menghancurkan sistem demokrasi. Sebagai pemilih rasional dengan menggunakan asumsi pilihan rasional dan pilihan publik dengan tujuan utama untuk manfaat pribadi yang pada akhirnya menggadaikan suara dengan standar harga tertentu kepada calon kepala daerah. (*)