Daerah  

Cerita Eks Honorer Morotai Kena PHK di Masa Kepemimpinan Bupati Benny Laos

Pertigaan Alun-alun kota Daruba, Kabupaten Pulau Morotai. (Istimewa)

DARUBA, NUANSA – Salah satu mantan honorer di lingkup pemerintah kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai menjadi korban pemutusan kontrak sepihak (PHK) di masa kepemimpinan Bupati Benny Laos.

Kepada Nuansa Media Grup (NMG), Selasa (24/9) ia menceritakan, Pulau Morotai di bawah kendali Benny Laos mengalami kondisi keterpurukan ekonomi. Hal itu, kata dia, berbeda dengan kepemimpinan bupati sebelumnya, Rusli Sibua.

“Dulu, saya honorer di salah satu kantor camat di Morotai. Saat itu, Morotai masih menjadi kecamatan dari Kabupaten Halmahera Utara. Saat itu juga masih sukarela, belum digaji, sampai ketika pemekaran Kabupaten Pulau Morotai dan Rusli Sibua terpilih menjadi bupati, kami digaji per dua bulan sekali sebesar Rp1,5 juta lewat salah satu programnya, honda (honor daerah),” katanya, sembari meminta namanya tidak dipublikasikan.

“Kondisi ini tentu berbanding terbalik ketika Benny Laos menjabat bupati, saya dan beberapa rekan kerja yang lain di-PHK tanpa alasan, sehingga saya kehilangan pekerjaan hingga saat ini hanya menjadi ibu rumah tangga,” sambungnya.

Selain itu, di era kepemimpinan Rusli Sibua, anaknya bekerja di rumah sakit sebagai tenaga honorer dan digaji Rp1,5 juta per bulan. Bukan cuma itu, bahkan pihaknya diberikan sembako dan kebutuhan lainnya oleh Rusli Sibua.

Namun, saat Benny Laos menjadi bupati, gaji anaknya dipangkas hingga Rp800 ribu per bulan. Bahkan, pernah membeli material semen untuk membangun rumahnya, tapi dijual kembali karena keuangan tidak stabil.

“Kalau di zaman Rusli, pembangunan infrastuktur seperti jalan, pagar, taman, dan lain-lain masif dibangun, tapi tidak mengesampingkan kesejahteraan masyarakat, sehingga mereka hidup dalam ekonomi yang tercukupi,” katanya.

Sedangkan di era Benny Laos, memang pembangunannya juga cukup signifikan, tapi masyarakat mengeluh soal ekonomi. Misalnya, pasar yang dibangun, sekarang banyak dikosongkan pedagang, karena bangkrut lantaran omsetnya menurun.

“Saya mengibaratkan pembangunan di era Benny Laos itu seperti sebuah rumah yang dibangun megah, semua perabotannya bagus, tapi penghuninya hanya makan pisang, makan seadanya,” tandasnya. (tr1/tan)