Daerah  

Praktisi Hukum Sebut Loka POM Gagal Awasi Produk Kedaluwarsa di Morotai

Tarwin Idris. (Istimewa)

DARUBA, NUANSA – Praktisi Hukum Maluku Utara, Tarwin Idris, menilai Loka Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Kabupaten Pulau Morotai gagal dalam melakukan pengawasan terkait produk kedaluwarsa yang masih diperjualbelikan di sejumlah toko. Hal itu menyusul adanya laporan produk kedaluwarsa yang masih bertebaran di beberapa toko di wilayah Morotai, salah satunya di BUMDes Mart.

“Loka POM telah gagal dalam melakukan pengawasan terhadap produk makanan. Ini sangat disayangkan kalau ada produk makanan yang sudah kedaluwarsa masih diperjualbelikan kepada masyarakat, padahal produk tersebut sudah tidak lagi bisa dikonsumsi karena sudah membusuk atau rusak,” ujarnya kepada Nuansa Media Grup (NMG), Kamis (26/9).

“Makan minum adalah kebutuhan primer seseorang, bagaimana jika masyarakat Morotai mengonsumsi makanan yang telah kedaluwarsa, sementara hal ini berhubungan langsung dengan kesehatan masyarakat,” sambungnya.

Tarwin menduga, kemungkinan masih banyak produk kedaluwarsa yang masih dijual di toko atau kios, karena lemahnya pengawasan dari Loka POM. Padahal ini sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat, karena bisa menyebabkan keracunan bahkan kematian karena mengonsumsi produk makanan yang sudah kedaluwarsa.

Loka POM tak Paham Tugas Jurnalis

Di sisi lain, Tarwin menyoroti sikap Loka POM Morotai yang enggan memberikan komentar kepada wartawan saat hendak mengkonfirmasi terkait adanya laporan tersebut. Justru, Loka POM diduga mempersulit wartawan, sehingga informasi terkait produk kedaluwarsa tidak diketahui publik.

Alasan Loka POM enggan berkomentar karena harus melalui Standar Operasional Prosedur (SOP), seperti wartawan mengisi beberapa pertanyaan di formulir. Padahal, bagi Tahmid, wartawan hanya menjalankan tugasnya untuk mendapatkan informasi, bukan dipersulit dengan mengisi pertanyaan-pertanyaan tersebut.

“Sebuah kekeliruan jika Loka POM menerapkan SOP kepada wartawan untuk mendapatkan informasi dengan cara memasukkan surat pemberitahuan wawancara, mengisi pertanyaan pada formulir yang telah disediakan oleh Loka POM, serta menunggu verifikasi dan persetujuan pimpinan,” ucap Tarwin.

Ia menegaskan, yang perlu dipahami oleh Loka POM bahwa kerja jurnalis tidak dapat disamakan dengan seseorang secara mandiri atau lembaga yang melakukan penelitian/riset di lembaga tersebut.

“Sehingga, harus mengikuti SOP yang telah ditetapkan oleh Loka POM, di mana prosesnya memakan waktu yang panjang bisa berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan,” ujarnya.

Terlebih lagi, kata Tarwin, informasi yang dikonfirmasi oleh wartawan bukan sebuah informasi yang dikecualikan oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang berhubungan dengan kerahasiaan negara yang tidak bisa dipublikasi atau dibuka ke publik.

“Jurnalis memiliki cara kerja sebagaimana diatur oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pers mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi,” jelasnya.

Kemudian, pers juga memiliki peran, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar serta melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Masih menurut Tarwin, dalam UU Pers juga mengatur sanksi pidana bahwa setiap orang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.00 (lima ratus juta).

“Terkait dengan upaya konfirmasi atas ditemukannya produk kedaluwarsa (expired) di BUMDes Mart yang masih diedarkan, tidak mendapat respons baik bahkan sebaliknya harus mengisi SOP agar dapat mewawancarai pimpinan Loka POM merupakan tindakan yang tindak pantas atau tidak perlu dilakukan oleh badan yang memiliki tanggung jawab atas beredarnya produk makanan yang layak atau tidak layak dikonsumsi masyarakat,” tandasnya. (ula/tan)