Opini  

Penistaan Terhadap Ibunda Khadijah dan Rusaknya Demokrasi

Raihun Anhar.

Oleh: Raihun Anhar, S.Pd

Pemerhati Umat

_________________________

PENDUKUNG Paslon Cagub dan Cawagub Maluku Utara nomor 4, Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe membuat marah kaum muslim. Hal itu karena mereka menyamakan Sherly dengan Ibunda Khadijah. Imam besar Masjid Raya Kota Ternate mengecam pernyataan itu. Ustadz Saleh Sakolah juga ikut merespon. Ia mengatakan Ibunda Khadijah adalah wanita yang dibangun istana di surga oleh Allah, sedangkan Sherly?. Ibunda Khadijah adalah wanita terbaik dunia akhirat, sedangkan Sherly?. Tidak ada wanita manapun yang disetarakan dengan Ibunda Khadijah. Apalagi hanya seorang Sherly? Begitu imbuhnya. Tandaseru.com (12/11).

Penyamaan tersebut bisa diartikan sebagai penistaan terhadap Ibunda Khadijah. Mengapa? Karena tidak pantas kita menyamakan sosok mulia itu dengan wanita manapun. Baik muslimah apalagi wanita non muslim. Sherly merupakan non muslim, sangat tidak pantas disamakan dengan Ibunda Khadijah.

Sosok Ibunda Khadijah adalah wanita mulia yang hidup bersama Rasulullah Saw. Salah satu ratu surga, ia juga melahirkan ratu surga (Fatimah Az Zahra). Ia mendapat salam dari Allah waktu masih hidup melalui malaikat Jibril. Ia menghabiskan hidupnya menemani Rasulullah Saw berdakwah. Menjadi support system Rasulullah Saw. Ia adalah Ibunda kaum muslim. Penistaan terhadapnya merupakan penistaan terhadap Islam.

Kejadian ini mengingatkan pada kasus Ahok yang menistakan ayat suci Alquran dalam kampanyenya saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dari kejadian itu kemarahan kaum muslim tidak terbendung sehingga menuntut ia dipenjarakan melalui aksi 212 tahun 2016. Namun, berbeda dengan kasus ini, penistaan itu datang dari pendukung bu Sherly yang merupakan Cagub wanita non muslim.

Haram Dipimpin Perempuan dan Kafir

Pemimpin perempuan telah ditolak sejak masa Ibu Megawati. Namun, karena demokrasi masih dijadikan sebagai sistem politik dan pemerintahan, masih kita temukan pemimpin daerah yang merupakan perempuan. Mengapa bisa demikian? Jawabannya karena demokrasi memberi kebebasan pada siapapun untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin.

Berbeda dengan Islam yang tegas menolak kepemimpinan perempuan. Rasulullah Saw telah memperingatkan kita tentang bahayanya. Diriwayatkan dari Abu Bakrah berkata: “Allah menjagaku dengan sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah Saw pada perang Jamal yakni tatkala aku hampir bergabung dengan para penunggang kuda guna berperang bersama mereka”. Abu Bakrah meneruskan: Saat Kaisar Persia mati, Rasul bersabda: “Siapa yang menjadi penggantinya?” Mereka menjawab: Putrinya. Lalu Nabi pun bersabda: “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang perempuan”. (HR. Bukhari)

Islam juga telah melarang menjadikan orang kafir (Yahudi dan Nasrani) sebagai teman setia. Dalil inilah yang dipakai sebagai larangan muslim dipimpin oleh orang kafir. Allah Swt. berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kamu semua, janganlah sekali-kali kami menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setiamu karena akibat negatifnya lebih banyak ketimbang positif” (TQS. Al Maidah ayat 51). Akan tetapi faktanya, di Indonesia sudah banyak pemimpin yang bukan muslim telah berkuasa termasuk Maluku Utara.

Demokrasi Sistem Kufur & Khilafah Sistem Islam

Permasalahan pemimpin perempuan non muslim disebabkan oleh penerapan demokrasi. Demokrasi merupakan buah pemikiran cendikiawan kafir melawan sistem pemerintahan yang zalim di Eropa. Demokrasi merupakan sistem kufur. Demokrasi sangat bertentangan dengan Islam. Islam memiliki sistem pemerintahan yang disebut Khilafah/Imamah. Pernah memimpin dunia dalam sejarah peradaban manusia dan tidak ada peradaban lain yang menandinginya termasuk Barat. Namun, karena kemerosotan berpikir kaum muslim akibat bercokolnya sekularisme, khilafah tidak dipilih dengan berbagai alasan.

Makhluk Allah tetapi tidak mau hidup dengan aturan/hukum Allah (Pencipta sekaligus Pengaturnya). Memilih demokrasi dan mencampakkan Khilafah. Sunggguh sombong sekali sebagai makhluk bersikap demikian. Ingatlah firman Allah “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS. Al Maidah ayat 50).

Khilafah menurut Imam Al Ghazali dan Syekh Taqqiyuddin An Nabhani adalah sebagai mahkota kewajiban (taajul furuudh). Alasan Khilafah disebut sebagai taajul furuudh dikarenakan tanpa Khilafah, sebagian besar syariat Islam akan terabaikan. Dengan kata lain, tanpa Khilafah, hukum-hukum Islam tidak akan terlaksana secara sempurna seperti hari ini. Sebagaimana firman Allah : “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu”. (TQS. Al Baqarah ayat 208)

Wajibnya khilafah memang tidak dijelaskan seperti wajibnya sholat dan puasa. Namun, bukan berarti khilafah tidak wajib. Dalil tentang khilafah ada dalam QS. Al Baqarah ayat 30 tentang penciptaan khalifah di muka bumi. Pemimpinnya disebut khalifah, sistem kepemimpinannya disebut khilafah. Khilafah berarti pengganti Nabi dalam kepemimpinan, sehingga saat Nabi wafat diangkat Abu Bakar sebagai khalifatu Rasulillah. Para sahabat belum menguburkan jenazah Rasulullah karena kondisi umat yang kacau, saat di pilih Abu Bakar sebagai khalifah, barulah jenazah Nabi dikuburkan. Ini adalah hasil ijma sahabat (kesepakatan sahabat) untuk memilih pemimpin yang mengikuti metode kenabian (khulafah rasyidin).

Dengan demikian, mengapa memilih demokrasi, sedangkan kita punya khilafah?. Di antara demokrasi dan khilafah, manakah yang lebih baik?. Muslim memilki sistem pemerintahan warisan Rasulullah, tetapi memilih sistem kufur. Bukankah kita diminta untuk ittiba pada Rasulullah sebagaimana para Sahabat Nabi melakukannya? Apakah pantas kita disebut umat Rasulullah Saw? Wallahu alam bii sawwab. (*)