Opini  

Perilaku Agresif 

Oleh: Inda Susulawati Umasangadji, Firman Alfajri, Maskuria Tolori

_____________________

TOPIK yang akan dibahas pada edisi kali ini tentang “Perilaku Agresif”. Ini merupakan tugas dari mata kuliah Psikologi Sosial pada semester satu yang diampu oleh Syaiful Bahry, S.Psi., M.A pada Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Apa itu perilaku agresif?

Agresif adalah perilaku yang cenderung menyerang atau merugikan orang lain, baik secara fisik, verbal, atau emosional. Perilaku ini biasanya muncul sebagai respons terhadap frustrasi, kemarahan, atau kebutuhan untuk mendominasi. Agresivitas dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, pelecehan verbal, atau tindakan manipulatif. Selain itu, agresivitas juga bisa dilihat sebagai perilaku yang sangat ambisius dan aktif, tetapi dalam konteks yang lebih negatif. Perilaku agresif ini terjadi tidak memandang usia, muda maupun tua bisa berperilaku agresif tergantung situasi dan seseorang yang meresponnya.

Perspektif teoritis tentang perilaku agresif

Ada beberapa perspektif teoritis tentang perilaku agresif, dari hasil pengamatan penulis terdapat empat perspektif teoritis yaitu, teori insting, agresi sebagai reaksi terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan, agresi sebagai perilaku sosial yang dipelajari, dan perilaku agresi yang dimediasi oleh penilaian kognitif. Pertama teori insting adalah salah satu pandangan klasik yang menjelaskan bahwa agresi merupakan bagian dari sifat dasar atau naluri manusia. Teori ini menganggap bahwa perilaku agresif adalah bawaan atau sifat yang melekat pada manusia sejak lahir, dan bukan hasil dari pengaruh lingkungan atau pembelajaran. Kedua agresi sebagai reaksi terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan. Agresi sebagai reaksi terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan dapat dijelaskan melalui teori frustrasi-agresi dan berbagai pendekatan psikologis lainnya. Pada dasarnya, teori ini berpendapat bahwa perilaku agresif sering kali muncul sebagai respons terhadap situasi atau peristiwa yang memicu frustrasi atau ketidaknyamanan. Ketiga yaitu agresi sebagai perilaku sosial yang dipelajari. Agresi sebagai perilaku sosial yang dipelajari dijelaskan secara mendalam melalui teori pembelajaran sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini menekankan bahwa perilaku agresif bukanlah sesuatu yang murni bawaan atau naluriah, tetapi lebih banyak dipelajari melalui pengamatan, pengalaman, dan interaksi sosial. Terakhir perilaku agresi yang dimediasi oleh penilaian kognitif. Perilaku agresi yang dimediasi oleh penilaian kognitif mengacu pada bagaimana proses berpikir, penafsiran, dan penilaian seseorang terhadap situasi memengaruhi munculnya respons agresif. Dalam pendekatan ini, perilaku agresif tidak hanya merupakan respons otomatis terhadap rangsangan eksternal, tetapi dipengaruhi oleh bagaimana individu memproses dan mengevaluasi informasi dari lingkungannya.

Strategi mengurangi perilaku agresif

Dalam dunia psikolog, strategi untuk mengurangi perilaku agresif sebenarnya harus dari individu tersebut menanggapi situasi lingkungan dan bagaimana dia persikap. Namun untuk lebih efektif penulis memaparkan empat strategi untuk bisa mengurangi perilaku agresif. Pertama yaitu strategi hukuman, ini bertujuan untuk menekan atau mengurangi perilaku agresif dengan memberikan konsekuensi negatif yang tidak menyenangkan setelah perilaku tersebut dilakukan. Hukuman dirancang agar individu menyadari bahwa perilaku agresif tidak akan membawa keuntungan, melainkan menyebabkan kerugian atau penderitaan. Kedua yaitu strategi kataris, yang merujuk pada proses melepaskan emosi, terutama kemarahan dan frustrasi, dengan cara yang aman dan tidak merugikan orang lain. Dalam konteks mengurangi perilaku agresif, teori katarsis menyarankan bahwa mengekspresikan atau melampiaskan kemarahan dapat membantu mengurangi akumulasi emosi negatif dan mencegah ledakan agresi. Ketiga strategi pengenalan terhadap model non-agresif. Dalam strategi ini yang dikembangkan oleh Albert Bandura, perilaku agresif dapat dipelajari melalui pengamatan terhadap model agresif. Oleh karena itu, memperkenalkan individu kepada model non-agresif bisa menjadi cara efektif untuk mengurangi perilaku agresif. Model non-agresif adalah individu atau tokoh yang menunjukkan cara-cara efektif untuk mengatasi konflik tanpa kekerasan atau agresi. Yang terakhir yaitu strategi pelatihan keterampilan sosial, ini lebih fokus pada mengajarkan keterampilan sosial yang efektif untuk membantu individu mengatasi situasi yang biasanya memicu agresi. Individu yang tidak memiliki keterampilan sosial yang baik sering kali merasa frustasi atau terpojok dalam situasi konflik, sehingga berujung pada agresi. Dengan mengajarkan keterampilan sosial yang tepat, perilaku agresif dapat berkurang.

Faktor psikologis penyebab agresi

Dalam psikologis, ada beberapa penyebab yang munculnya perilaku agresif, dari pengamatan penulis terdapat tiga faktor psikologis penyebab agresif. Pertama tentang masalah emosi, seperti kemarahan, frustrasi, dan rasa tidak berdaya, sering kali berperan dalam memicu perilaku agresif. Individu yang tidak mampu mengelola emosi negatifnya dengan baik cenderung lebih rentan terhadap tindakan agresif sebagai cara untuk mengekspresikan atau mengatasi emosi tersebut. Kedua faktor trauma, pengalaman traumatis dapat membentuk perilaku agresif pada individu yang mengalaminya. Trauma yang berkaitan dengan kekerasan fisik, emosional, atau seksual, terutama di masa kanak-kanak, sering kali menyebabkan individu mengalami gangguan emosi dan perilaku yang dapat memicu agresi. Terakhir tekanan lingkungan juga berperan penting dalam memicu atau memperburuk perilaku agresif. Kondisi-kondisi tertentu dalam lingkungan fisik atau sosial dapat menambah stres dan meningkatkan kemungkinan munculnya agresi.

Perilaku agresif pada anak usia dini

Pada anak usia dini (sekitar 1–5 tahun), perilaku agresif sering dianggap sebagai bagian dari perkembangan yang normal, terutama karena mereka sedang belajar mengelola emosi dan memahami aturan sosial. Namun, jika tidak diatasi, perilaku agresif ini dapat berkembang menjadi pola yang menetap. Contohnya seorang anak kecil yang masih berusia 5 tahun, sedang bermain bersama temannya lalu kemudian temannya tiba-tiba mengejeknya dan membuatnya respons dengan mengejek lagi, bahkan bisa sampai main tangan. Ini merupakan salah satu contoh perilaku agresif pada anak usia dini.

Perilaku agresif pada usia remaja

Pada masa remaja (sekitar 12–18 tahun), perilaku agresif bisa lebih kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan hormonal, perkembangan kognitif, dan tekanan sosial. Perilaku agresif pada remaja sering kali terkait dengan pencarian identitas, kontrol diri yang belum matang, serta upaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Dalam usia remaja ini banyak sekali contoh yang terjadi di kehidupan sehari-hari tanpa disadari atau bahkan secara spontan bisa saja terjadi perilaku agresif. Contoh kecil seorang remaja yang tidak sengaja menumpahi minuman dan terkena seseorang remaja juga yang membuat terjadinya percekcokan adu mulut, ini merupakan salah satu perilaku agresif yang terjadi karena kondisi lingkungan.

Perilaku agresif pada usia dewasa

Pada usia dewasa perilaku agresif merupakan masa perkembangan emosi, sosial, dan moral sangat berkaitan berbagai macam perubahan dari sebelumnya yaitu masa remaja. perilaku agresif yang terjadi pada masa dewasa muncul sebagai fungsi berbagai pengaruh situasional. Saat dewasa biasanya individu bisa mulai mengontrol perilakunya, dan juga bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Demikian pembahasan singkat mengenai perilaku agresif dengan menggunakan teorinya Dollard, Bandura, dan Lorenz. Semoga bermanfaat bagi kita semua. (*)