Hukum  

Kejati Dianggap tak Serius Tangani Kasus Korupsi di Maluku Utara

Kantor Kejati Maluku Utara.

TERNATE, NUANSA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara dinilai tidak serius menangani kasus dugaan korupsi di Malut. Padahal, dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menyampaikan capaian kinerja tahun 2024 pada konferensi pers akhir tahun beberapa hari lalu. Namun Kejati Maluku Utara dan Kejari jajaran terkesan tertutup dengan penanganan kasus tahun 2024.

Hal ini mendapat sorotan tajam dari praktisi hukum Bahtiar Husni. Menurutnya, Kejati harus menyampaikan progres penanganan perkara dugaan korupsi yang sedang ditangani.

“Akhir tahun 2024 kemarin, Kejati tidak sama sekali menyampaikan progres penanganan kasus korupsi yang ditangani,” ujar Bahtiar kepada wartawan, Rabu (8/1).

Bahtiar menegaskan, seharusnya pada akhir tahun 2024, Kejati menyampaikan capaian tindak pidana korupsi yang sedang ditangani, namun nyatanya itu tidak dilakukan.

Tentunya kasus yang ditangani Kejati terkesan diam atau stagnan. Akibatnya berujung pada ketidakjelasan kasus korupsi yang sedang ditangani. Karena itu, komitmen penyidik Kejati dipertanyakan.

“Untuk itu, kami minta Kejati agar bisa lakukan evaluasi kepada penyidik agar sampaikan program penanganan kasus kepada publik,” ujar Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Maluku Utara itu.

Ia menjelaskan, sejumlah kasus yang ditangani Kejati seperti kasus dugaan korupsi anggaran makan minum (Mami) dan perjalanan dinas sekretariat Wakil Kepala Daerah (WKDH) Provinsi Malut.

Kemudian, dugaan korupsi pemotongan tambahan penghasilan pegawai (TTP) ASN dan non-ASN di RSUD Chasan Boesoirie Ternate, kapal billfish milik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Malut, pengadaan alat praktik dan peraga peserta didik diperuntukan untuk SMKN 1 Pulau Morotai-SMKN 4 Kota Ternate pada Dikbud Maluku Utara tahun anggaran 2022 senilai Rp4.730.235.030 atau Rp4,7 miliar dan lainya belum saja ada kejelasan.

“Kalau kasus Mami dan WKDH itu alasan Kejati tunggu hasil audit, tetapi sampai sekarang tidak jelas, begitu juga dengan kasus korupsi lain,” kesalnya.

Karena itu, Bahtiar berharap Kejati Maluku Utara serius melakukan evaluasi kepada penyidik terkait sejauh mana kasus yang ditangani hingga terkesan jalan di tempat.

“Publik juga mengawal ini, jadi Kejati harus terbuka dalam hal penanganan kasus korupsi yang ada,” pungkasnya.

Berikut rincian kasus yang ditangani Kejati Malut:

Dugaan tindak pidana korupsi terkait pinjaman Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat sebesar Rp159.500.000.000 tahun 2018 pada Bank BPD Cabang Jailolo yang tidak sesuai dengan proposal peruntukannya, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah.

Dugaan tindak pidana korupsi belanja bahan- bahan sembako atas kegiatan penyaluran paket bantuan terkait Covid-19 pada Biro Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Maluku Utara tahun anggaran 2020 senilai Rp8.309.049.000 (proses sidang di PN Ternate).

Dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana penyertaan modal/investasi Pemerintah Kota Ternate tahun anggaran 2016 sampai 2019 pada PT Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Bahari Berkesan senilai Rp11.000.000.00.

Dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan pada program penunjang urusan Pemerintahan Provinsi Maluku Utara pada unit Wakil Kepala Daerah (WKDH) tahun anggaran 2022 senilai Rp13.839.254.000.

Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat praktik dan peraga peserta didik SMKN 1 Pulau Morotai dan SMKN 4 Kota Ternate pada Dikbud Maluku Utara tahun anggaran 2022 senilai Rp4.730.235.030.

Dugaan tindak pidana korupsi pada Dinas Sosial Provinsi Maluku Utara dengan kegiatan berupa pengadaan bantuan sosial untuk anak yatim piatu, lansia, dan difabel dalam program jaring pengaman sosial senilai Rp1.784.401.000 tahun 2020.

Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kapal mancing pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara tahun anggaran 2017 senilai Rp5.906.208.000.

Kemudian, pemotongan anggaran tambahan penghasilan pegawai (TPP) RSUD Chasan Boesoirie. (gon/tan)