Opini  

Kasus Pagar Laut, Negara Gagal Lindungi Kedaulatan?

Oleh: Hardianti
Pengajar & Aktivis Muslimah

________________________

KASUS Pagar Laut dinilai sebagai kegagalan negara dalam menjalankan fungsi sebagai menjaga kedaulatan. Karena ketidaktahuan pemerintah terhadap keberadaan pagar laut misterius sepanjang 30,16 km diperairan Tangerang, Banten. Dengan asas kepentingan membuat aturan bisa dipermainkan sehingga simpang siur polemik pagar laut ini. Dan juga disebabkan karena hukum buatan manusia, kedaulatan itu tergadaikan akibat prinsip kebebasan kepemilikan dari sistem Kapitalisme. Negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para kapital, bahkan menjadi penjaga kepentingan kapital.

Pemerintah Lalai Akut

Pemerintah hingga kini masih meraba-raba siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut di perairan utara Tangerang, Provinsi Banten. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, pun kompak mengatakan masih melakukan penyelidikan soal polemik pagar laut itu. (tirto.id: 23/1/25).

Hal itu dinilai bukanlah soal siapa, kapan, dan bagaimana memagarinya, melainkan laut itulah semestinya aset negara untuk kemakmuran rakyat. Kegagalan negara dalam menjalankan fungsi pengawasan dari perspektif negara sebagai pelindung rakyat. Dengan kata lain, ketidaktahuan pemerintah atas pemagaran laut sepanjang itu menunjukan lemahnya sistem pengawasan terhadap wilayahnya sendiri.

Adapun kekhawatiran bahwa wilayah tersebut akan digunakan untuk proyek reklamasi atau pembangunan lain yang berpotensi merusak ekosistem pesisir. Sehingga secara ideologis, hal ini juga berpotensi mencerminkan kegagalan negara dalam mengontrol aktor-aktor tertentu yang mungkin bergerak secara ilegal atau tidak transparan yang mengancam kedaulatan. Jelas mengancam legitimasi negara sebagai otoritas tertinggi dalam wilayah kedaulatannya.

Oligarki Aktor Gelap?

Ketidaktahuan pemerintah sekaligus menjelaskan beberapa hal yang lain, di antaranya meski tidak murni, ketidaktahuan pemerintah ini mencerminkan infiltrasi kekuasaan oleh aktor gelap beroperasi dibawa radar. Melalui akun X-nya pengamat perkotaan Elisa Sutanudjaja sempat membagikan temuannya yang menunjukkan bahwa lokasi pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang telah mendapat sertifikat HGB. Berdasarkan data BHUMI, situs web informasi spasial yang dikelola Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Elisa memperkirakan total wilayah laut yang masuk area HGB mencapai 537,5 hektar.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid membenarkan bahwa sertifikat HGB telah terbit untuk 263 bidang di sekitar wilayah perairan tersebut. Selain itu, ada sertifikat hak milik (SHM) untuk 17 bidang lainnya. Dan sembilan bidang yang mendapat sertifikat HGB atas nama perorangan. Sementara itu, sertifikat HGB untuk 254 bidang dimiliki dua perusahaan. (BBC News Indonesia, 20/1/25).

Hal ini menunjukan bahwa selama ideologi kapitalis sebagai tatanan sistem negara suatu keniscayaan pemerintah abai. Kapitalisme menjadikan negara tidak memiliki kedaulatan mengurus urusan umat. Kedaulatan itu tergadaikan akibat prinsip kebebasan kepemilikan dari sistem Kapitalisme. Negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para kapital, bahkan menjadi penjaga kepentingan kapital. Akibatnya Negara tidak memiliki kuasa untuk menindak para kapital yang perbuatannya menyengsarakan rakyat. Berbeda dengan jauh kebijakan dengan menggunakan sistem. Dalam Islam, kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh individu/swasta.

Tuntaskan Secara Komprehensif dengan Standar Islam

Karenanya, terkait pengavelingan berikut pemagaran area laut di Tangerang, sebagaimana catatan Kementerian ATR/BPN yang menguak terdapat sertifikat HGB mencakup 263 bidang, sedangkan SHM mencakup 17 bidang, harus diselesaikan secara komprehensif.

Untuk itu, harus ada keberanian melakukan penyelesaian secara komprehensif dari persoalan ini, berarti tak hanya dari sisi teknis berupa pembongkaran, tetapi dari sisi hukum juga harus dicari pihak-pihak yang terlibat melalui investigasi menyeluruh secara umum. Pemerintah saat ini harus memiliki keberanian secara politik untuk setidaknya meredam gejolak keresahan yang sudah terlanjur terjadi di tengah masyarakat.

Pasalnya, fakta pengavelingan dan pemagaran laut yang terkuak belakangan ini, dipahami oleh masyarakat sebagai hasil dari kongkalikong antara penguasa dan pengusaha di era pemerintahan sebelumnya. Dan investigasi yang dilakukan nantinya juga bisa menyentuh substansi permasalahan, yaitu memastikan korporatokrasi atau sistem politik dan ekonomi yang dikendalikan oleh beberapa (kepentingan) korporasi, benar-benar hilang dari negeri ini.

Untuk itu pula, sebagai bagian dari kewajiban menjalankan syariat Allah SWT berkenaan dengan ketentuan kepemilikan umum. Disampaikan Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Imam Abu Dawud dan Ahmad, yang artinya, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.”

Islam memiliki serangkaian aturan dan mekanisme pengelolaan harta milik umum. Pelanggaran terhadap hukum tersebut adalah kemaksiatan, dan ada sanksinya bagi pelakunya. Hal ini hanya ada dalam negara Islam yakni negara Khilafah. Khilafah merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh untuk mengurus urusan negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan penuh ini membuat negara Khilafah tidak akan tunduk pada korporasi. Wallahu’alam. (*)