TERNATE, NUANSA – Putusan sidang kode etik profesi yang dilaksanakan oleh Polda Maluku Utara terhadap Bripka RT alis Risal menuai sorotan publik. Pasalnya, putusan sidang etik yang digelar di Polda Malut itu dinilai tidak adil oleh istri sahnya Risal, yakni Andriani.
Sorotan kali ini disampaikan langsung Managing partners, Kantor Hukum Dhea Sasqia & Partners dari Hotman 911, Dhea Arrum Sasqia. Dhea angkat bicara saat menerima pemberitaan media online di Maluku Utara, terkait Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Maluku Utara yang memberi penjelasan mengenai putusan sidang kode etik profesi terhadap Bripka RT alias Risal yang dipersoalkan oleh istrinya, beberapa waktu lalu.
Dhea menuturkan, dugaan kasus perselingkuhan tidak termasuk dalam delik tindak pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan. Namun, perselingkuhan dapat berimplikasi pada pelanggaran kode etik kepolisian dan dapat menjadi dasar bagi gugatan perceraian.
“Kasus yang diberitakan media online merupakan kasus perselingkuhan yang melibatkan anggota kepolisian. Dalam hukum positif Indonesia, perselingkuhan tidak termasuk dalam delik pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),” jelasnya, Selasa (18/2).
“Namun, perselingkuhan dapat berimplikasi pada pelanggaran kode etik kepolisian dan dapat menjadi dasar bagi gugatan perceraian,” sambungnya.
Ia menjelaskan, dalam peraturan kepolisian (Perpol) nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi kepolisian Negara Republik Indonesia dan Komisi Kode Etik Kepolisian (KKEP), anggota kepolisian dilarang melakukan perbuatan yang melanggar norma kesusilaan dan dapat merusak citra Polri, termasuk melakukan perselingkuhan.
“Untuk itu, pandangan hukum saya ketidakpuasan terhadap putusan sidang kode etik yang disampaikan Andriani selaku istrinya Bripka RT, dapat melakukan banding di internal instansi Polri,” ujar Dhea.
“Jika Andriani memiliki bukti-bukti baru atau merasa ada ketidakadilan dalam proses persidangan, Andriani dapat mengajukan upaya hukum lain sesuai dengan peraturan yang berlaku,” sambung Dhea.
Menurutnya, Andriani sebagai korban perselingkuhan memiliki hak untuk didengar dan diberikan kesempatan untuk menyampaikan bukti-bukti dan keterangannya dalam proses persidangan kode etik. Jika hak ini tidak terpenuhi, Andriani dapat melaporkan kepada pihak yang berwenang, yaitu Kepala Bidang Propam Polda Malut ataupun ke Propam Mabes Polri.
“Apalagi, proses laporan yang berlarut-larut dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi kepolisian. Jika Andriani memiliki bukti adanya indikasi kerja sama antara suaminya dengan pihak kepolisian di Polda Malut, maka Andriani dapat melaporkan Kabid Propam atau Propam di Mabes Polri untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” katanya.
Selain itu, ia menegaskan, media memiliki peran penting dalam mengawal kasus ini dan memberikan informasi kepada masyarakat serta menjaga independensi dan tidak melakukan penghakiman sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Kasus ini menjadi perhatian publik dan menyoroti pentingnya penegakan kode etik di lingkungan kepolisian serta perlindungan terhadap hak-hak korban, karena dugaan perselingkuhan ini terjadi sejak Februari 2021 dan dilaporkan pada Oktober 2024 oleh Andriani,” tandasnya. (gon/tan)