Sahawia Firdaus
Aktivis Dakwah Muslimah
_________________________
TERJADI lagi di bulan yang mulia ini kaum muslimin di Palestina tidak bisa leluasa beribadah di Masjid Al-aqsa karena pembatasan dan penyerangan yang dilakukan oleh tentara zionis. Bahkan zionis mengumumkan kembali rencana perang setelah gencatan senjata yang dikonfirmasi langsung dari kantor PM zionis mengenai aksi serangan besar-besaran yang akan berlangsung di Palestina selama Ramadhan.
Dilansir dari The Wall Street Journal.com, Trump menyetujui dimulainya kembali perang Gaza. Bahkan menurut seorang pejabat Israel, Presiden Trump memberi Israel lampu hijau untuk memulai kembali serangan terhadap Hamas setelah gagal menyerahkan satu pun dari 59 sandera yang masih berada di Gaza. Padahal Hamas menyampaikan itu terjadi atas kesalahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang membatalkan gencatan senjata yang akhirnya membahayakan nyawa para sandera yang tersisa. Akibat serangan yang dilakukan tentara zionis di Palestina pada hari Selasa, 18 Maret 2025 yang bertepatan dengan Ramadhan hari ke-18 menewaskan 300 warga Palestina. Kabar terbaru yang dilansir dari Al Jazeera, dari Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan ada lebih dari 590 warga Palestina telah terbunuh dalam serangan sejak Israel melanggar gencatan senjata. Mayoritas para korban adalah perempuan dan anak-anak. Bahkan diperkirakan jumlah korban akan terus meningkat dari serangan udara yang begitu intensif.
Di Mana Kaum Muslimin?
Jumlah korban yang makin meningkat setiap terjadi serangan seharusnya membuat kita bertanya, dimanakah kaum muslimin?. Sehingga serangan yang terus berulang menargetkan perempuan dan anak-anak tak membuat kita marah. Teriakan yang disertai pertanyaan selalu keluar dari lisannya kaum muslimin Palestina “Aynal Muslimun?” dimanakah kaum muslimin? Tapi apa respons dari 56 negara kaum muslimin, diam. Hanya menonton kelaparan dan bombardir yang terjadi dari platform media yang dibagikan. Padahal dari serangan itu ada seorang anak dengan teliti mengumpulkan jasad ibunya yang hancur ke dalam kantong seperti mengumpulkan lego yang berantakan. Pemandangan yang sangat mengiris hati.
Inilah pemandangan yang terjadi, penderitaan demi penderitaan selalu dialami oleh kaum muslimin di Palestina. Bahkan jika diakumulasi kejahatan penjajah zionis yang dilansir dari tempo.com dari 7 Oktober 2023 sampai 18 Maret 2025 ada 112.489 orang yang luka-luka, 48.903 orang yang syahid meliputi 1.060 petugas medis yang syahid, 18.683 anak-anak yang syahid dan 200 jurnalis yang syahid. Ini menunjukkan betapa lemahnya kaum muslimin yang berjumlah 2 miliar dihadapan zionis yang hanya berjumlah 9 juta jiwa. Hal ini akibat dari nasionalisme yang diadopsi oleh negeri-negeri muslim yang merupakan bias dari penerapan sistem demokrasi. Sistem yang sama yang dipakai untuk membesarkan zionis. Dengan sistem ini kita bisa membaca betapa eratnya hubungan zionisme dengan imperialisme barat yang memberikan lampu hijau melalui deklarasi Balfour dan perlindungan hingga hari ini. Sebab, Israel adalah proyek raksasa barat yang ditanamkan di dunia Islam.
Parahnya, para penguasa negeri-negeri muslim bungkam sebagai dampak dari nasionalisme yang diterapkan. Jumlah personel muslim yang begitu besar ternyata hanya untuk mementingkan negeri-negeri masing-masing dan mengabaikan Palestina. Bahkan mereka menjadi antek-antek barat Amerika Serikat dan melakukan perdamaian dengan zionis. Akhirnya sampai hari ini Palestina tetap masih sendiri.
Islam dan Kemerdekaan Palestina
Kemerdekaan Palestina tidak bisa kita berikan pada negeri-negeri muslim yang masih menerapkan sistem yang sama yang dipakai untuk memelihara dan mempertahankan zionis. Sebab, hasilnya akan tetap sama yaitu hanya sampai pada kecaman. Padahal bahasa yang hanya dimengerti oleh zionis untuk mengusir mereka dari tanah Palestina adalah bahasa peperangan melalui jihad fisabilillah di bawah komando seorang Khalifah. Bahkan menurut Imam Masjidil Haram, Syeikh Yasser Al Dosari dari laman akun resminya menyampaikan” Jika masalah umat Islam dapat diselesaikan melalui doa, Rasulullah tidak akan berperang”. Pesan ini secara tegas menyampaikan penyertaan kaum muslimin untuk melakukan jihad sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dalam melindungi kehormatan seorang perempuan yang dilecehkan oleh Yahudi. Tapi jihad saat ini tidak bisa hanya bertumpu pada Hamas semata. Sebab, Hamas hanyalah bagian kecil dari organisasi yang tidak sebanding dengan kekuatan negara yang dimiliki oleh zionis yang mendapat dukungan penuh dari AS dan para sekutunya. Apalagi para penguasa muslim juga menjadi antek barat yang menjadikan negaranya sebagai jalur suplai senjata dan jalur minyak untuk mendukung para zionis. Sehingga kita butuh kekuatan yang utuh sebagaimana kekuatan di masa Rasulullah hingga Shalahuddin Al-Ayubbi untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Perubahan secara menyeluruh hanya kita temukan jika Islam diterapkan dalam tatanan negara. Ini adalah kebutuhan kaum muslimin untuk melenyapkan penjajahan yang dilakukan oleh zionis dan para sekutunya. Melenyapkan dan membebaskan negeri-negeri muslim dari belenggu sistem demokrasi yang dimiliki oleh barat. Sehingga jalan utama menuju kemerdekaan dan membebaskan seluruh negeri-negeri muslim yaitu dengan dakwah dan jihad di bawah penerapan Islam secara sempurna dalam penegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Pada Kitab Daulah Islam yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani Amir ke-1 Hizbut Tahrir, menyebutkan mengembalikan kehidupan Islam adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslim untuk mengembalikan mahkota kemuliaan. Negara yang menerapkan Islam wajib ditegakkan di atas akidah Islam beserta segala hal yang dibangun di atasnya atau berbagai cabang pemikiran yang digali darinya.
Dengan demikian, penerapan Islam dalam bingkai negara sangat diperlukan untuk mengembalikan keistimewaan Ramadhan dan kemuliaan negeri-negeri muslim sebagai umat terbaik. (*)