TERNATE, NUANSA – Ikatan Konseling Maluku Utara meminta pihak kepolisian untuk menindak tegas pemilik akun media sosial yang masih mengunggah atau menyebarkan gambar serta video kejadian gantung diri di wilayah Malut. Hal ini ditegaskan Ketua Bidang Riset dan Komunikasi Konseling, Kurniyaji Holle.
Ia berharap pihak kepolisian tidak menganggap remeh peristiwa bunuh diri yang terjadi beberapa kali di Maluku Utara. Menurutnya, pihak kepolisian harus segera bertindak untuk memutuskan siklus bunuh diri di Maluku Utara. Salah satunya yaitu dengan cara menindak keras kepada pihak- pihak yang sengaja menyebarkan video/gambar dari korban bunuh diri.
“Penyebaran video dan gambar dari korban bunuh diri dapat memicu bunuh diri tiruan. Selain itu pula, informasi bunuh diri yang terlalu mendetail yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti identitas korban, metode bunuh diri, masalah pribadi yang dirasakan oleh korban bunuh diri dapat memicu orang lain yang sedang dalam masalah pribadi atau depresi untuk mencoba melakukan bunuh diri,” ujar dia, Kamis (10/4).
Ia menilai, hal ini terjadi karena dalam penjelasan neoursciences, terdapat salah satu bagian otak manusia yang berfungsi untuk meniru sebuah peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Nama bagian otak tersebut yakni neouron mirroring. Fungsi inilah yang membantu manusia untuk mengikuti segala sesuatu yang dilakukan oleh orang lain, sehingga yang bersangkutan merasa itu baik sesuai dengan kondisi emosionalnya.
“Apabila dia dalam keadaan bahagia, maka dia akan mengikuti tindakan dari orang-orang yang dia sukai pada hal-hal positif. Namun apabila dia sedang merasa sedih, dia akan melakukan tindakan-tindakan yang negatif, bahkan berujung pada tindakan bunuh diri,” jelasnya.
Selain dari persoalan tersebut, sambung dia, penyebaran video dan gambar dari korban bunuh diri juga menciptakan trauma sekunder bagi orang-orang yang sedang menonton atau menyaksikan kejadian bunuh diri. Hal yang bisa dirasakan oleh seseorang yang menonton peristiwa bunuh diri melalui konten media menyebabkan dalam sekejap rasa ngilu, muntah, bahkan kehilangan nafsu makan.
“Dalam jangka panjangnya, adegan tersebut dapat meningkatkan stres, depresi, atau bahkan mulai mengalami pemikiran untuk bunuh diri. Terlebih jika seseorang berada dalam kondisi kesehatan mental yang kurang baik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,” katanya.
Ia menambahkan, berdasarkan Undang-undang pasal 45 B no 19 tahun 2016 tentang pidana bagi orang-orang yang menyebarkan ancaman kekerasan secara elektronik. Di mana, orang yang melanggar pasal ini dapat dipidana dengan penjara maksimal 4 tahun dan denda Rp750 juta.
“Memang di negara tidak ada pasal yang dapat menjerumuskan para pelaku penyebar konten bunuh diri ini ke dalam pidana secara khusus, tapi melalui pasal tersebut kita dapat melihat bahwa tindakan bunuh diri masuk dalam content self harm (menyakiti diri sendiri) dan kegiatan self harm ini masuk dalam tindakan kekerasan yang dapat memicu beragam respons dari orang-orang yang menyaksikan tayangan tersebut,” terangnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pihak kepolisian untuk memberikan peringatan atau tindakan keras bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sudah saatnya publik sadar bahwa tindakan bunuh diri ini bukanlah hal sepele, perlu adanya perhatian serius dari semua pihak untuk mereduksi siklus ini.
“Untuk itu, kami mengajak kita semua untuk memberikan doa bagi para korban bunuh diri, semoga ditempatkan di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Dan untuk kita semua agar selalu memperkuat keimanan kita, memperbesar motivasi hidup kita dan meyakini bahwa bunuh diri tidak akan pernah menjadi solusi dalam menyelesaikan sebuah masalah,” pungkasnya. (tan)