Daerah  

Sambangi Polda Malut, Pemkot Ternate Mediasi Lahan Ubo-ubo

Sekretaris Daerah Kota Ternate, Rizal Marsaoly. (Aksal/NMG)

TERNATE, NUANSA – Pemerintah Kota Ternate melakukan mediasi penyelesaian sengketa lahan di Kelurahan Ubo-Ubo. Ini dilakukan menyusul surat somasi kedua yang dilayangkan Polda Maluku Utara kepada ratusan warga yang menempati lahan milik Polri tersebut.

Kabarnya, somasi kedua tersebut meminta warga mengosongkan lahan dalam waktu 60 hari, dengan dasar kepemilikan sertifikat hak pakai nomor 3 tahun 2006 atas nama Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Brimob yang diterbitkan oleh BPN Provinsi Maluku Utara.

Sekretaris Daerah Kota Ternate, Rizal Marsaoly, mengatakan mediasi bersama keterwakilan warga Ubo-ubo dan Polda Maluku Utara lebih banyak bercerita tentang history bagaimana kedudukan lahan Ubo-Ubo tersebut.

“Jadi memang pemerintah kota hadir di sini (Polda Malut) untuk mediasi. Pemkot juga hadir ke sini untuk bagaimana memfasilitasi terkait persoalan ini,” ujar Rizal kepada wartawan, Senin (2/6).

Menurutnya, pertemuan ini memang ada hal-hal yang harus diselesaikan, karena yang namanya aset negara atau aset pemerintah ada tata caranya terkait bagaimana pengalihan status dan cara menguasainya.

“Sehingga tadi pihak pertanahan dan PPN kota juga ikut dihadirkan untuk menjelaskan sedikit terkait kronologis tentang sertifikat yang ada di sana. Saya hadir di sini atas perintah pak wali kota untuk menyelesaikan lahan tersebut. Sehingga kami meminta waktu kepada Kapolda Malut sembari menunggu sampai wali kota tiba kembali dari tanah suci sekira tanggal 15 mendatang,” tuturnya.

Pada prinsipnya, kata Rizal, pihaknya memberi apresiasi kepada Polda Malut karena masih membuka ruang komunikasi ini dengan merespons surat Pemkot sejak Jumat lalu yang pada pokoknya meminta dilakukan pertemuan bersama keterwakilan warga.

“Artinya, Kapolda juga mau untuk menyelesaikan perkara ini. Kemudian ada dua opsi yang disampaikan pihak Polda Malut yang mana akan melaporkan kepada pimpinan terkait masalah lahan Ubo-Ubo itu,” katanya.

Pertama, jika masyarakat merasa lahan itu milik mereka, bisa saja digugat secara perdata ke pengadilan, dan kedua ada opsi rusna atau tukar guling yang mana nanti ada tim appraisal yang akan menghitung itu.

“Jadi dari pertemuan dengan pihak Polda Malut terdapat dua opsi pilihan. Nah itu yang kemudian akan kami sampaikan kepada wali kota,” jelasnya.

Ditanya soal jumlah dan luas lahan milik Polri yang digunakan warga Ubo-Ubo, Rizal mengaku, lahan Ubo-Ubo ditempatkan kurang lebih 167 kepala keluarga dengan luas lahan 4,5 hektar. Meski demikian, atas nama pemerintah kota menyampaikan kepada warga Ubo-Ubo agar tetap tenang.

“Somasi ini adalah langkah untuk melewati fase berkomunikasi. Jadi jangan kita melihat somasi ini menjadi suatu yang kemudian jadi peringatan tegas dari Polda Malut kepada warga. Maka dari itu, kami mengimbau warga yang menempati di sana agar mereka tetap tenang, karena pemerintah ada bersama mereka,” imbuhnya.

Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Waris Agono, saat memberikan keterangan kepada jurnalis. (Istimewa)

Senada, Kapolda Irjen Pol Waris Agono menambahkan, keterwakilan warga Ubo-ubo dan pemerintah kota menyebut ada dua opsi yang telah disampaikan dalam pertemuan tersebut. Pertama, warga yang menempati tanah milik Polda Malut di kelurahan Ubo-ubo yang merasa punya hak dipersilakan gugat ke Pengadilan secara perdata. Sehingga hal itu diuji siapakah yang berhak atas lahan tersebut.

“Opsi kedua itu terkait tukar guling, kalau memang mau tukar guling, karena nilainya di atas Rp10 miliar maka mekanismenya kami Polda Malut mengusulkan kepada Kapolri apakah nanti diizinkan atau tidak dengan mekanisme yang sudah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan DPR RI,” katanya.

“Sekarang timbul pertanyaan, yang mau menyiapkan aset pengganti ini siapa? Apakah pemerintah provinsi atau pemerintah kota dengan nilai aset puluhan miliar tersebut. Kalau aset pengganti ini sudah clear and clean dengan nilai yang sama atau setara, ya silakan nanti tim yang akan menilai. Tim itu disebut tim appraisal, mereka yang akan menilai. Lalu harus disetujui oleh DPR bersama Menteri Keuangan. Jadi keputusannya bukan ada di Kapolda,” tandasnya. (gon/tan)