Opini  

NHM dan Kilau Harapan: Simfoni Cahaya di Bumi Malifut

Oleh: Faldi Ramli

___________________

DI tanah emas Malifut yang bernafas laut dan hutan, ketika embun masih merayap di dedaunan, Malifut berdiri teduh di antara bisikan ombak dan desau angin rimba. Bumi hijau ini merawat anak-anaknya dengan sabar, memelihara warisan tanah yang telah menumbuhkan ribuan cerita. Laksana bait puisi yang ditulis di langit fajar, hadirlah kilau emas yang terpendam di rahim bumi, memancar bak suluh di tengah kelam, menyinari lorong harapan yang sempat redup di hati rakyat. Bersama datangnya PT Nusa Halmahera Minerals (NHM), denyut kehidupan pun bertransformasi. Terbit fajar baru di dada Malifut, mengalirkan semangat untuk bangkit, menata hari esok dengan langkah yang lebih pasti, dan merawat impian agar tidak terhenti.

NHM lahir dari temuan cadangan emas di Gosowong pada dekade 1990-an. Temuan itu bukan sekadar kabar baik, tetapi sebuah gerbang menuju era baru, di mana teknologi bertemu cita-cita rakyat, di mana peluang berpadu dengan nilai budaya. NHM mengusung konsep pertambangan modern yang berwawasan masa depan, memadukan kehati-hatian eksplorasi, teknologi produksi yang mengutamakan keselamatan, serta semangat tanggung jawab sosial agar denyut pembangunan bisa dirasakan merata. Para tokoh masyarakat pun menuturkan, tambang bukan sekadar soal menggali isi bumi, tetapi menumbuhkan rasa saling menjaga dan menguatkan akar budaya. Tambang harus menjadi ladang harapan, bukan hanya ladang materi, agar generasi berikutnya bisa berdiri kokoh di tanah sendiri.

Para tetua adat menambahkan bahwa pertambangan mesti menjadi sahabat, bukan tamu sementara. Ia harus menebar rasa damai, merawat harmoni dengan alam, dan menghargai warisan para leluhur yang sudah berabad-abad menjaga tanah Malifut. Dengan nilai itulah NHM membangun jembatan kepercayaan, menghadirkan program CSR yang menyentuh bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga pembinaan generasi muda. Beragam kegiatan pelatihan juga dirancang agar anak-anak Malifut tak hanya menggantungkan diri pada tambang, tetapi punya bekal menapaki hidup di jalur lain. Itulah mimpi besar para tokoh adat: agar Malifut tetap berdiri teguh meski emas di rahim bumi suatu saat akan habis.

Seiring perjalanan, kepemilikan NHM berpindah ke tangan anak bangsa. Sosok Haji Robert Nitiyudo Wachjo tampil bukan hanya sebagai pemilik tambang, tetapi juga sebagai pelita yang menerangi rumah-rumah rakyat. Namanya harum dalam cerita rakyat sebagai dermawan, sebagai pemimpin yang merangkul dengan kasih. Haji Robert tidak sekadar duduk di kursi kuasa, tetapi menapaki jalan-jalan desa, menyapa orang tua, mendengar cerita nelayan, merangkul pemuda yang merindukan masa depan. Dalam setiap langkahnya, terpancar keyakinan bahwa tambang adalah titipan Tuhan yang harus memberi manfaat, bukan hanya keuntungan. Haji Robert memaknai tambang sebagai jembatan persaudaraan. Emas, bagi beliau, bukan sekadar logam bernilai tinggi, tetapi cahaya untuk menuntun rakyat keluar dari batas-batas sempit. Melalui program-program sosial, beliau menyalurkan bantuan ke sekolah-sekolah, memperbaiki klinik, membantu pembangunan rumah ibadah, dan memastikan tak ada warga yang tertinggal dalam arus pembangunan. Ia menanam rasa percaya, bahwa tangan perusahaan bisa menjadi tangan saudara, yang menguatkan di kala rapuh dan menolong di kala lemah. Masyarakat pun mencatat namanya dengan rasa bangga. Para pemuda menyebutnya sahabat perubahan, para orang tua menyebutnya penyambung harapan. Sosok Haji Robert membuktikan bahwa tambang bisa bersanding dengan nilai kemanusiaan, bahwa pertambangan tidak harus menciptakan jurang, tetapi bisa menjadi jembatan yang kokoh bagi semua orang. Bahkan para tokoh adat pun merasakan kehangatan pendekatannya, karena ia tidak meniadakan kearifan lokal, tetapi justru merawatnya agar tumbuh seiring perkembangan zaman.

Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Emil Salim, tokoh intelektual Indonesia yang telah lama memperjuangkan gagasan pembangunan berkelanjutan, konsep pertambangan masa kini tidak boleh hanya menambang logam mulia, tetapi juga wajib menumbuhkan martabat manusia, merawat adat, dan menjaga keseimbangan alam agar generasi mendatang tetap tegak di tanahnya sendiri. Pandangan luhur ini seolah bergaung di bumi Malifut, ketika NHM menghadirkan praktik pertambangan yang tidak sekadar mengejar produksi, tetapi juga membangun jembatan kesejahteraan melalui tanggung jawab sosial, pendidikan, fasilitas kesehatan, dan dukungan bagi usaha kecil. Sosok Haji Robert menjadi cerminan nyata gagasan Prof. Emil, sebab beliau meletakkan tambang bukan hanya sebagai sumber emas, melainkan juga sumber cinta, rasa saling menguatkan, dan semangat persaudaraan. Dengan langkah Haji Robert, kilau emas di tanah Malifut tidak hanya menyinari hari ini, tetapi juga menyalakan suluh masa depan, agar anak cucu kelak dapat berdiri tegar dengan keyakinan dan harapan di atas bumi mereka sendiri.

Di lingkar tambang, suasana perlahan berubah. Lapangan kerja terbuka, pasar-pasar desa ramai, warung-warung kembali bergairah. Anak-anak yang dulunya berjalan jauh untuk menggapai sekolah, kini bisa menapaki aspal yang mulus. Klinik berdiri lebih dekat, menolong ibu yang ingin membawa anaknya berobat. Masjid dan gereja dibangun lebih layak, tempat bernaungnya doa dan rasa syukur. Ini bukan sekadar infrastruktur fisik, tetapi simbol hadirnya rasa aman dan nyaman, yang diidamkan sejak lama oleh masyarakat Malifut. Sementara para petani tetap menanam di ladang, nelayan tetap melaut, generasi mudanya belajar merangkai cita-cita baru. Ada yang tertarik menjadi teknisi tambang, ada pula yang ingin mengembangkan usaha kuliner, ada yang menekuni kerajinan tangan. Semua bergerak dalam satu irama, tak saling meniadakan, tak saling menjatuhkan, tetapi justru saling menopang. Itulah harmoni pembangunan yang pelan-pelan tertata, di mana tambang, laut, sawah, dan budaya bersatu dalam simfoni cahaya.

Program vokasi, pendampingan usaha kecil, semua diarahkan agar rakyat tak hanya bergantung pada emas. Para tokoh adat menyebut langkah ini sebagai laku bijak: menciptakan cadangan harapan lain selain tambang, agar Malifut tetap kokoh di masa depan. Tidak ada yang ingin generasi berikutnya merana, karena itulah sinergi terus dirawat dengan sabar. Mereka sadar emas bisa menua, tetapi semangat anak Malifut tak boleh padam. Karena itu, pemerintah, perusahaan, dan tokoh masyarakat bersatu menyiapkan jalan panjang, agar kelak tanah ini berdiri megah meski emasnya habis. Diversifikasi menjadi kata kunci, sebab harapan tak hanya ditambatkan pada perut bumi, tetapi juga pada kreativitas dan keberanian rakyatnya.

Sungguh, emas yang bersemayam di rahim bumi boleh saja lenyap di kemudian hari, tetapi semangat rakyat Malifut adalah matahari abadi. Bersama NHM, bersama tokoh masyarakat, bersama pemimpin yang berjiwa besar seperti Haji Robert, mereka menapaki hari esok dengan senyum yang lebih berani. Anak-anak belajar meraih ilmu tanpa takut, para orang tua menatap hari tua dengan damai, dan para pemuda menggenggam cita-cita lebih tinggi. Inilah nyanyian Malifut — nyanyian emas, nyanyian asa, nyanyian tentang kebanggaan menapak bumi sendiri. Simfoni cahaya ini akan terus berkumandang, selama hati bersatu dalam cinta tanah air dan persaudaraan. Dan biarlah dunia tahu, di tanah ini, emas hanyalah awal dari perjalanan, sebab cahaya sejati sesungguhnya lahir dari keberanian dan doa anak bangsa yang tak pernah padam. (*)