Opini  

S-Line, Fenomena ‘Pamer Aib’ Jadi Tren Baru di Medsos

Oleh: Rosanti Fatmona

Kabid Perempuan PD KAMMI Ternate

______________

BELAKANGAN ini, beredar di media sosial oleh sebuah fenomena baru yang disebut ‘tren S-Line’. Fenomena viral ini ramai dijadikan sebagai tren baru yang cukup menarik perhatian. Banyak warganet mengunggah foto dengan coretan garis merah di atas kepala mereka, membuat banyak orang penasaran.

S-Line sendiri adalah adopsi dari drama korea (drakor) yang di mana drama ini diperankan oleh seorang aktris yang bisa melihat orang-orang di sekitarnya yang sudah pernah melakukan hubungan seksual dengan melihat tanda merah di atas kepala orang yang bersangkutan. Jika ada satu tanda merah, artinya orang tersebut sudah pernah melakukan hubungan seksual sebanyak satu kali. Jika muncul dua garis merah, maka artinya sudah melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali, dan seterusnya.

Tranding ini banyak dilakukan oleh kalangan anak muda. Entah mereka tahu atau tidak tahu atau bahkan karena mengikuti tranding di media sosial. Di tengah kondisi masalah yang sangat absurd, anak muda yang harusnya menjadi penopang ekspektasi negara, justru bias melihat dan membaca situasi juga kondisi. Padahal esensi dari anak muda itu adalah garda (pengawal) namun hipokrit dengan masalah yang terjadi.

Ini adalah masalah yang sangat krusial dan kontradiksi dengan agama. Hal seperti ini sinkronisasi dengan defisit moralitas seseorang. Rasa malu dengan terang-terangan menjadi bahan komoditas yang dipertontonkan.

Jika kita kembali dalam agama Islam, Islam mengajarkan kita untuk menutupi aib diri sendiri dan aib orang lain. Bahkan perintah untuk mengumbar aib dan keburukan menjadi salah satu penyebab turunnya Al-Qur’an yaitu surah Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain, dan janganlah kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu akan merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang”.

Setiap orang memiliki aibnya masing-masing, untuk itulah Allah memerintahkan untuk menutupi aib diri sendiri dan sesama muslim, seperti yang tergambar dalam QS. Al-Hujurat tersebut. Allah telah menciptakan manusia dengan sempurna, dimana setiap alur kehidupannya Allah sudah tentukan dengan jalannya masing-masing. Terkadang manusia melakukan hal-hal yang tak sepantasnya dilakukan, seperti membuka aibnya sendiri yang sebelumnya telah ditutupi oleh Allah Yang Maha Baik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu padahal Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah atas dirinya.” (HR Bukhari Muslim).

Oleh karena itu, ketika seorang muslim melakukan perbuatan yang keji, maka wajib untuk menutupinya. Manusia seringkali ingin memperlihatkan aibnya, padahal Allah sudah menutupinya. (*)