Opini  

Kepemimpinan Profetik Sebagai Solusi untuk Pembangunan

Oleh: M Gadri Sanaba

Sekretaris FKPI Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ternate

__________________

KEPEMIMPINAN dikenal sebagai keberlangsungan suatu proses dengan masa tertentu yang disebut dengan istilah periodesasi. Selama proses kepemimpinan berlangsung seyogyanya ada figur untuk dijadikan nahkoda yang berwenang penuh membawa rakyatnya berlayar kemana arah yang dituju dalam arti lain pemimpin sebagai pembuat kebijakan untuk dipatuhi rakyatnya secara umum. Akan tetapi tidak semua pemimpin mempunyai prinsip yang sama, karena setiap pemimpin mempunyai ciri khas kepemimpinan yang berbeda-beda, ada yang bergaya autokrasi, demokrasi, dan birokrasi. Semua ciri khas tersebut berangkat dari kemampuan individual masing-masing dalam mempengaruhi objek yang dipimpinnya. Dalam Islam telah diakui bahwa setiap manusia adalah pemimpin yang suatu saat nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته

Artinya; “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya”.(HR. Bukhari dan Muslim).

Maka setiap orang berhak menjadi pemimpin, apakah untuk dirinya, keluarganya, organisasinya, atau pada suatu wilayah pemerintahan yang lebih luas seperti pemimpin desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Akan tetapi tidak semua orang harus dipaksakan untuk menerima suatu tanggung jawab yang tidak bisa dipikul. Sebab ada individu yang punya kemampuan memimpin dalam wilayah yang luas dan juga yang hanya bisa memimpin dalam hal yang kecil. Olehnya itu, tidak dibetulkan mengangkat dan merekomendasikan orang yang tidak mempunyai rekam jejak kepemimpinan yang baik bagi khalayak yang luas, karena sikap tersebut akan merugikan orang banyak.

Di era modern ini, berbicara tentang kepemimpinan, maka terlihat sepertinya menjadi rebutan bagi setiap manusia, bahkan tanpa terkecuali kepada individu-individu yang tidak mempunyai keahlian dalam memimpin pun berambisi untuk memiliki jabatan tersebut karena menganggap dengan mendapatkan jabatan pemimpin maka segala hal dan kebijakan bisa diatur, ada juga yang berambisi menjadi pemimpin hanya untuk dipuji, sebagian lagi untuk sebuah kebanggaan karena gambar dan namanya selalu tertera dalam baliho di samping jalan maupun edaran pamflet melalui media online. Maka tak heran jika muncullah pemimpin-pemimpin awwam yang belum pernah memiliki pengalaman dalam urusan kepemimpinan yang hanya memicu timbul tenggelamnya konflik yang tak kunjung selesai. Inilah yang kemudian dimaksudkan dalam sebuah ungkapan suci dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:

اذا اسند الاءمر غير اهله فانتظر الساعة

Artinya; “Apabila sebuah urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. (HR. Bukhari)

Dalam kandungan dalil tersebut terdapat sebuah peringatan untuk berhati-hati dalam memberi dan menerima jabatan, karena jabatan adalah amanah yang apabila disalahgunakan maka akan menimbulkan kemudharatan dan kehancuran yang berdampak pada semua yang dipimpinnya. Dalam nuansa politik demokrasi saat ini telah kita temukan berbagai macam keganjalan dimana muncul sosok-sosok baru yang rekam jejak dalam hal kepemimpinan belum pernah ada dan bahkan yang bersangkutan pun tidak pernah terbayangkan untuk menjadi pemimpin, akan tetapi dengan adanya relasi, rekomendasi, dan ambisi tertentu sehingga oknum tersebut bersikap menerima dan mencalonkan diri sebagai bagian dari peserta yang dipilih dalam momentum politik. Olehnya itu, tidak sedikit kegaduhan dan kekacauan bermunculan yang kemudian tidak ditemukan penyelesaiannya secara bijak. Kondisi tersebut tentunya tidak terlepas dari karakter dan kebijakan pemimpin yang berwenang.

Hampir setiap saat terdengar lantang rakyat dan kaum intelektual meneriakkan hak-haknya, menyuarakan keadilan, merintih tentang kesejahteraan dan berkeluh tentang kebijakan pemimpin baik melalui forum diskusi, orasi, maupun sosialisasi. Melihat problematika seperti ini, teringat sebuah konsep kepemimpin yang perlu ditelaah dan diterapkan oleh seorang pemimpin yaitu konsep kepemimpinan profetik. Menurut Ahmad Anwar, konsep kepemimpinan profetik adalah suatu praktik yang mengupayakan untuk mencontohkan setiap praktik kepemimpinan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah diakui sebagai tokoh nomor satu yang berpengaruh di dunia. Rasulullah telah mencontohkan bahwa sebagai seorang pemimpin haruslah senantiasa mempunyai kepedulian dalam aspek intelektual, sosial dan spiritual. Lebih tepatnya konsep kepemimpinan profetik secara spesifik mempunyai beberapa karakteristik yaitu mengutamakan moralitas dan etika, mempunyai kepedulian dalam tanggung jawab, berkeadilan, serta empati dan peduli. Olehnya itu, konsep kepemimpinan profetik dapat dijadikan sebagai acuan dalam merealisasikan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin bagi setiap individu yang sedang memangku amanah tersebut baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun pusat. (*)