TERNATE, NUANSA – Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Maluku Utara disomasi terkait dugaan kelalaian dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasan terhadap salah satu penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) atas nama PT Novavil Mutiara Utama, yang telah melakukan pelanggaran.
Somasi itu dilayangkan 14 warga Malut yang gagal berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah umrah. 14 calon jemaah umrah melalui kuasa hukum, M Bahtiar Husni, menyatakan berdasarkan informasi yang diperoleh dari PPIU atau PT Novavil Mutiara Utama dimaksud telah diblokir secara resmi oleh Kemenag RI karena pelanggaran administratif dan/atau hukum.
Namun demikian, Kanwil Kemenag Malut dianggap tidak menjalankan tugas dan fungsi pengawasan serta penindakan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam regulasi yang berlaku di Indonesia.
“Hingga saat ini, PT Novavil Mutiara Utama tetap melakukan aktivitas dan menjanjikan keberangkatan meskipun telah diblokir oleh Kemenag RI secara nasional,” ujar Bahtiar, Rabu (24/9).
Menurutnya, calon jemaah umrah telah mengalami kerugian secara materiil dan imateriil yang signifikan, yang umumnya adalah masyarakat awam yang telah menunaikan kewajibannya membayar lunas biaya perjalanan ibadah umrah melalui PPIU dalam hal ini pihak PT Novavil Mutiara Utama.
“Namun hingga saat ini, tidak terdapat langkah atau sanksi tegas dari Kemenag Malut terhadap pihak PT Novavil Mutiara Utama tersebut, baik berupa klarifikasi publik, pemanggilan, pencabutan izin operasional di tingkat daerah maupun para jemaah ke penegak hukum, meskipun perusahaan tersebut sudah diblokir oleh Kemenag pusat,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Bahtiar, melalui somasi ini, pihaknya menuntut agar Kanwil Kemenag Malut segera memberikan penjelasan resmi secara tertulis atas tidak dilaksanakannya kewenangan pengawasan terhadap PPIU atau PT Novavil Mutiara Utama tersebut.
Kemudian, Kemenag Malut harus mengambil langkah tegas dan konkret dalam bentuk sanksi administratif sebagaimana diatur dalam regulasi. Selanjutnya, melakukan koordinasi dengan Kemenag RI, Dirjen PHU, dan pihak terkait lainnya, guna memastikan hak-hak jemaah segera dipulihkan. Selain itu, harus menyampaikan kepada publik dan para korban terkait rencana penyelesaian masalah secara transparan dan akuntabel.
“Lalu selanjutnya menyampaikan surat tanggapan resmi dalam waktu maksimal tujuh hari kerja sejak diterimanya surat ini,” tegas Bahtiar.
Apabila somasi ini tidak ditanggapi, maka pihaknya selaku kuasa hukum akan mengajukan laporan ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi, melaporkan kasus ini ke Kemenag RI, Komisi VIII DPR RI, dan media massa.
“Selanjutnya kami akan melakukan upaya hukum pidana dan perdata, baik terhadap PPIU maupun aparatur negara/Kemenag yang lalai menjalankan tugas dan fungsi pengawasan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tandas Bahtiar. (gon/tan)