Pemprov Malut dan BPS Sinkronkan Data Regsosek, Terapkan Aplikasi FASIH untuk Percepatan Pemutakhiran

JAKARTA, NUANSA – Pemerintah Provinsi Maluku Utara menegaskan komitmennya membangun tata kelola pemerintahan berbasis data dengan memperkuat sinkronisasi Regsosek dan pemanfaatan aplikasi Flexible Authentically Survey in Harmony (FASIH), sistem resmi yang dikembangkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk pemutakhiran data melalui Forum Konsultasi Publik (FKP). Langkah ini dibahas dalam pertemuan Pemprov Malut dan Jajaran BPS di Kantor Pusat BPS pada Rabu (3/12).

Pemprov Malut mengidentifikasi selisih signifikan pada data penerima Bantuan Langsung Tunai Sosial (BLTS). Dari 44.000 nama, sekitar 20.000 data harus diverifikasi ulang. Untuk memastikan ketepatan sasaran, Pemprov Malut dan BPS sepakat melakukan pemutakhiran menyeluruh dengan metode by name by address.

BPS akan memadankan daftar Pemprov dengan Regsosek versi 3, kemudian memberikan data balikan untuk diverifikasi di lapangan.

Aplikasi FASIH dipilih sebagai platform utama untuk mempercepat pemutakhiran data. Aplikasi ini tersedia dalam versi Android dan web, dengan fitur validasi yang memungkinkan pengecekan langsung oleh petugas maupun pengisian mandiri oleh masyarakat.

Meski tersedia opsi mandiri, BPS menyarankan proses verifikasi tetap dilakukan oleh petugas untuk mencegah manipulasi data.

Pemprov Maluku Utara berencana memanfaatkan tenaga pendamping desa yang sudah ada, tanpa merekrut personel baru, demi efisiensi anggaran. Langkah ini mengikuti praktik baik Pemerintah Kota Surabaya yang mengoptimalkan ASN untuk proses pemutakhiran.

Pertemuan juga membahas metodologi penetapan desil kesejahteraan (1–10), yang tidak berdasarkan pendapatan—karena sulit divalidasi—melainkan menggunakan proksi pengeluaran dan 39 indikator seperti kualitas hunian, aset, sanitasi, dan akses layanan dasar.

Menyusul kekhawatiran Pemprov Maluku Utara, bahwa program seperti bedah rumah dapat mengubah desil penerima secara drastis meski mereka masih membutuhkan intervensi pemerintah.

Menanggapi soalan tersebut, Pihak BPS menjelaskan bahwa satu intervensi tidak serta-merta menaikkan desil karena penilaian mempertimbangkan seluruh 39 variabel. Intervensi justru harus dicatat agar analisis data tetap akurat dan komprehensif.

BPS turut memaparkan bahwa Maluku Utara mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi secara nasional, terutama didorong hilirisasi nikel. Namun, penurunan kemiskinan belum secepat laju pertumbuhan ekonomi.

Perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian (sebelumnya 31%) menuju dominasi pertambangan (40% lebih) membawa konsekuensi pada ketahanan pangan dan inflasi komoditas pokok.

Sementara itu, masuknya generasi muda ke pasar kerja meningkatkan angka pengangguran terbuka, karena preferensi mereka cenderung ke sektor formal dan industri tambang.

Pertemuan diakhiri dengan penandatanganan Nota Kesepakatan antara BPS dan Pemprov Maluku Utara terkait penyediaan, pemanfaatan, dan pengembangan data statistik untuk pembangunan daerah. MoU ini menjadi payung kolaborasi formal dalam pengelolaan data pemerintah daerah.

Sebagai tindak lanjut, dilakukan Integrasi Sistem & Uji Coba Pemutakhiran serta beberapa langkah operasional disepakati:

1. Pemprov Malut menyerahkan data penduduk by name by address kepada BPS.

2. BPS melakukan pemadanan dengan Regsosek dan memberikan data balikan.

3. Pemutakhiran lapangan menggunakan aplikasi FASIH dimulai melalui uji coba akhir pekan ini.

4. BPS mendukung Pemprov menghitung potensi PDRB sektor maritim sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru.

Pertemuan ini menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Maluku Utara berkomitmen pada kebijakan berbasis data untuk menjadikan pembangunan, pelayanan dan pemberdayaan lebih efektif dan efisien. (ska)