TERNATE, NUANSA – Direktorat Riset Pengembangan (Risbang) Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan penyebab punahnya bahasa Ternate, Maluku Utara. Ini seiring dengan berkurangnya penutur bahasa di tengah masyarakat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Hal tersebut disampaikan Direktur Risbang UI, Munawar Khalil, saat melakukan diseminasi dari hasil riset terkait revitalisasi bahasa daerah Ternate di kantor Dinas Pendidikan Kota Ternate, Selasa (29/8).

“Kami sangat mengapresiasi dan mendukung Pemerintah Kota Ternate khususnya dinas pendidikan yang telah menerima diseminasi hasil penelitian selama tiga tahun terakhir,” ujarnya.
Menurut dia, memang tujuannya memberikan warnes pentingnya merevitalisasi bahasa Ternate yang sudah mulai ditinggalkan, agar dapat dihidupkan kembali.
Ia pun menuturkan, hasil riset yang dipaparkan telah menggunakan dua pendekatan, yakni mengembalikan kembali bahasa yang sekarang terancam punah dan lebih meningkatkan kembali penggunaan bahasa di sekolah-sekolah dalam bentuk pelajaran muatan lokal tingkat SD dan SMP.
“Tapi yang paling terpenting adalah meningkatkan penggunaan bahasa di rumah masing-masing, karena itu sebenarnya menjadi faktor penyebab bahasa Ternate ini perlahan semakin hilang. Sebab durasi pembelajaran di sekolah tidak lama dan terbatas. Karena itu, perlu adanya pembiasaan yang harus ditindaklanjuti ke depan,” tuturnya.
Sementara Kadis Pendidikan Kota Ternate, Muslim Gani, menambahkan penelitian dari Universitas Indonesia yang meriset revitalisasi bahasa daerah Ternate telah didiseminasi.
“Dari hasil diseminasi, ada beberapa rekomendasi yang disampaikan ke pemerintah kota, yakni bahasa Ternate harus diajarkan di pendidikan formal. Namun, itu sudah diterapkan di sekolah-sekolah. Kalau untuk pendidikan non formal, harus lewat komunitas-komunitas. Sekalipun sudah ada, tapi belum maksimal,” jelas Muslim.
Karena itu, ia menyarankan agar setiap kelurahan di Kota Ternate punya komunitas Bahasa Ternate. Sehingga generasi muda pun merasa bangga menggunakan bahasa Ternate, asalkan setiap hari penutur bercakap menggunakan bahasa Ternate.
Sedangkan rekomendasi kedua, diimbau agar perguruan tinggi yang berada di Kota Ternate membuka program studi bahasa Ternate. Apalagi di Universitas Khairun punya jurusan Bahasa dan Sastra, tapi jurusan bahasa daerah belum ada.
“Jika itu tidak bisa atau belum dilakukan, maka minimal harus melakukan kursus-kursus tentang pengajar bahasa Ternate kepada guru-guru,” katanya menyarankan.
Seraya menegaskan, untuk mempertahankan eksistensi bahasa Ternate, maka pihaknya membutuhkan kolaborasi, terutama setiap kelurahan harus mematangkan komunitas bahasa Ternate. Sehingga dapat dilakukan lewat pembiasaan komunitas-komunitas tersebut, sebagaimana filosofi bahasa Ternate “Dodoto Se Biasa Poha Biasa Ua“. Artinya, setiap segala yang dilakukan harus melalui pembiasaan. (udi/tan)