Opini  

Soe Hok Gie dan Muhdi: Mati Meninggalkan Cerita

Jandri Fokatea.

Oleh: Jandri Fokatea

Mahasiswa Antropologi Unkhair

MEMBACA buku “Gie dan Surat-Surat yang Tersembunyi (2016)” potret Tempo, seperti membaca kembali pergerakan mahasiswa Indonesia, dulu dan saat ini. Meskipun karya ini bercerita tentang sosok Soe Hok Gie (Hok Gie) tokoh gerakan pada 1996, yang menumbangkan Soekarno-Hatta dari tampuk kekuasan presiden. Akan tetapi sosok Gie ini, masih tetap hidup dalam pikiran dan cerita anak muda khususnya bagi mahasiswa gerakan pada umumnya. Sosok Gie yang mati muda pada 21 Desember 1969. Pada pendakian di Mahameru, puncak Gunung Semeru.

Usia yang masih muda, membuat mahasiswa Indonesia kehilangan patron visioner tokoh gerakan. Hadirnya karya yang dibuat Tempo ini, seakan-akan memberitahu kita bahwa Hok Gie adalah tokoh anak muda yang patut diacungi jempol. Karena ia gencar membela kebenaran serta menyuarakan derita kaum marjinal. Hal ini, terlihat ketika Hok Gie mengatakan “Soekarno sedang makan enak bersama istrinya di dalam istana, sedangkan rakyatnya sedang makan kulit mangga di samping istana”.

Karya ini, ingin menunjukkan pada kita tentang Hok Gie, dalam “Catatan Seorang Demonstran” (1983). Gie ikut dalam berbagai demonstrasi termasuk yang digalang oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Menurut Aristides, “Gie adalah salah satu tokoh intelektual kampus” yang sangat berkompeten dan sangat cinta terhadap tanah air Indonesia. Tapi sayang sosok yang gagah ini mati muda di Gunung Mahameru. Karena menghirup gas beracun kawah Semeru.

Meninggalnya Hok Gie pada usia 27 tahun, membuat masyarakat dan mahasiswa merasa kehilangan yang mendalam tentang sosok ini. Oleh karena, ia seorang pemikir yang kritis, idealis dan pemberontak untuk kepentingan orang banyak. Jasad Hok Gie dipulangkan pada kampung halaman orang tuanya di Kemayoran, Jakarta. Seketika mayat Hok Gie tiba di Bandara Kemayoran, orang-orang sudah penuh sesaki bandara. Menteri Perdagangan Susmitro Djokohadikusumo turut menyambutnya (Tempo, 24 Desember 1967).

Soal aktivis mati muda semacam ini memang banyak, bahkan nasibnya pun masih mengambang antara mati dan hidup, sebab dihilangkan dalam suatu masa yang diktator. Dengan begitu, saya mencoba mengandaikan antara satu tokoh dengan tokoh yang menurut saya sepakterjang dan rekam jejaknya mengilhami saya. Sebab itu, saya dan orang-orang merasa kehilangan sosok luar biasa: Hok Gie dan Muhdi Abdul Rahman.

Antara Hok Gie dan Muhdi Abdul Rahman, memilik kesamaan, selain sangat teguh pendirian, pun mereka sebagai tokoh-tokoh dalam organ mahasiswa. Bila dulu kematian Hok Gie menebar duka mendalam bagi kebanyakan orang yang pernah terilhami, maka sebagaimana juga sosok Muhdi Abdul Rahman, yang meninggal dunia saat ia masih menjabat pemimpin suatu perhimpunan. Muhdi, adalah ketua umum di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ternate. Ia tutup usia pada Selasa, 26 September 2023, usia 26 tahun, di rumah sakit Chasan Boesoirie Ternate, ketika masa kepemimpinan sebagai ketua cabang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Ternate masih belia. Sebelum menjabat sebagai ketua HMI cabang Ternate, Muhdi adalah sosok mahasiswa kritis dan orator yang berapi-api meneriakkan tentang ketidakadilan pemerintah terhadap rakyat.

Selama berkuliah di Universitas Khairun Ternate, ia sempat menjadi ketua di Himpunan Mahasiswa Arsitektur pada 2017, sekertaris jenderal BEM Unkhair 2019, Pj ketua umum HMI Komisariat Teknik Unkhair 2020, wasek PTKP HMI cabang Ternate 2021, carateker Ketua umum Unipas 2021, sekretaris HMI cabang Ternate 2022 dan ketua umum HMI cabang Ternate 2023-2024 (Nuansa Malut, 26 September 2023). Masa jabatan sebagai ketua, ia aktif di berbagai demonstrasi yang digalang oleh Mahasiswa maupun organisasi.

Ketika ia tutup usia di rumah sakit Chasan Boesoirie, banyak mahasiswa baik itu dari organisasi Himpunan Mahasiswa Islam dan mahasiswa dari organisasi cipayung lainnya, merasa kehilangan sosok Muhdi. Sebab ia adalah sosok yang murah senyum dan baik hati. Pada saat kabar ia meninggal banyak mahasiswa datang menyesaki balkon rumah sakit Chasan Boesoirie. Besoknya jenazahnya diantar pulang ke Desa Tokaka, Halmahera Selatan, tempat kelahirannya.

Menurut Yusril Toduho, Ketua Umum HMI Komisariat Eksakta Ummu Ternate, yang juga kenal dekat dengan ketum Muhdi, ketika usai rapat evaluasi Training HMI, Kamis, 28 September 2023, “Semasa menjabat sebagai pengurus HMI cabang, dan kabid PTKP tidak aktif dari wasek ia diangkat menjadi sekum, dari sini ia rubah tentang administrasi, bagi ketum Muhdi ia tidak mau pekerjaan itu cavarune (amburadur), makanya soal teliti dan kepekaan organisasi beliau sangat besar.

Selain itu, ia juga sosok yang mempertahankan komitmen dan prinsip. Dan soal ketegasan sampai sekarang ia masih mengakui sosok Muhdi, wibawa pengurus HMI cabang dari masa ke masa itu hanya ketua Muhdi, karena orangnya tidak pernah pandang bulu bila berkawan. Di mata Muhdi kita sama, karena itu dia adalah kader HMI yang patut diberikan penghargaan. Selama bersama ketum Muhdi, ia belajar banyak soal ketegasan dan komitmen, segala sesuatu yang dia ucapkan dari tuturnya sendiri harus ia tunaikan (Yusril Tudoho, 28 September 2023).

Selain Yusril, ada kesaksian dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang terkesan baik terhadap Muhdi. Hasby Yusuf, atas nama sekum KAHMI, yang juga eks dari ketum HMI Cabang Ternate mengatakan, bahwa “Muhdi adalah sosok kader HMI yang memiliki potensi kepemimpinan luar biasa. Sebagai ketum HMI cabang Ternate, tentu Muhdi sudah disiapkan sebagai pemimpin umat dan daerah ini ke depan”. (Malupost, 27 September 2023). Sayangnya, Muhdi belum tuntas menyelesaikan pengabdiannya sebagai ketum. Kendati begitu, tugas sebagai hamba sudah sempurna beberapa hari lalu.

Setelah membaca “Gie dan Surat-Surat yang Tersebunyi (2016)”. Kemudian korelasikan dengan kisah Alm. Muhdi seorang ketua cabang HMI di waktu yang amat jauh, lihat dari sisi tanggal kematian Gie di 21 Desember, Muhdi 26 September. Dua anak muda yang meninggal pada usia 27 dan 26 tahun meninggalkan cerita yang sangat berharga untuk anak muda agar tetap menjadi kritis dalam suatu komitmen terhadap prinsip. Kematian mereka meninggalkan memori kepada teman dekat dan orang yang pernah mengenal mereka berdua serta meninggalkan pelajaran berharga buat generasi muda. Antara Hok Gie dan Muhdi, akan abadi dalam tulisan ini, bahkan akan hidup dalam ingatan orang-orang dekatnya. (*)