Opini  

Loloda dan Internet: Ikhtiar Pemerataan Pembangunan

Oleh: Subhan Hi. Ali Dodego
Pegiat Politik Gagasan

_____

DI era digital saat ini kehadiran internet sangatlah penting. Akses internet hari ini tidak lagi menjadi keinginan tetapi sudah menjadi kebutuhan manusia. Sebab, internet memiliki banyak manfaat yang dapat memudahkan kebutuhan manusia seperti: kebutuhan informasi dan komunikasi, pekerjaan, kebutuhan akademik, promosi dan transaksi produk unggulan, dan sebagainya.

Namun, pada sisi lain di Indonesia masih terdapat daerah-daerah yang tidak memiliki akses internet. Sebut saja di daerah Loloda Utara-Loloda Kepulauan. Daerah ini terintegrasi dalam wilayah administrasi Kabupaten Halmahera Utara. Tetapi, sejak dimekarkan pada tahun 2003 hingga kini masih terdapat ketimpangan pembangunan dalam berbagai sektor, salah satunya adalah akses jaringan internet.

Beberapa tahun lalu sudah dibangun tower mini di Loloda Utara dan Kepulauan. Tetapi, tampak jelas di lapangan di beberapa titik nyaris masyarakat belum menikmati internet. Desa-desa yang sudah memiliki jaringan internet yaitu: Desa Supu, Desa Pacao, Desa Tate, Desa Kapa-Kapa, dan Desa Darume. Sementara di Loloda Kepulauan ada Desa Dama dan Salube. Walaupun sudah mendapat akses internet tetapi masih terdapat gangguan jika lampu mati dan pengaruh cuaca. Dengan kata lain, 28 desa di Loloda belum menikmati internet secara merata dan memadai.

Fakta tersebut mengafirmasikan bahwa pembangunan di Halmahera Utara belum merata. Padahal usia kabupaten yang sudah cukup tua ini harusnya program pemerintah diarahkan kepada pemerataan pembangunan, salah satunya membangun internet sehingga manfaatnya dapat dirasakan masyarakat.

Lebih dari itu, usia Indonesia yang sudah hampir satu abad ini dapat dikatakan nasib Loloda masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan daerah lain di Maluku Utara. Hal ini harus menjadi program prioritas pemerintah daerah dan instansi terkait untuk secepatnya membangun internet di Loloda agar pemerataan pembangunan dapat terwujud. Jika tidak dilakukan maka mustahil hak-hak politik masyarakat dapat tercapai.

Sebab hal tersebut sejalan dengan visi misi Presiden yang terkristalisasi dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang termaktub dalam Pasal 86 Ayat 1-3, berbunyi: pertama, desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Kedua, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan sistem informasi desa dan pembangunan kawasan pedesaan. Ketiga, sistem informasi desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia.

Lebih jauh lagi pandangan di atas ditegaskan dalam Pancasila khususnya sila kelima tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karenanya, pemerataan pembangunan dengan salah satu program mendirikan internet merupakan spirit keadilan bagi masyarakat Loloda untuk mendapatkan kesejahteraan.

Terlepas dari hal di atas, secara sederhana dalam kacamata kesetaraan dan kelanjutan pembangunan maka dengan membangun internet di Loloda adalah seperti membangun Halmahera Utara. Kenapa begitu? Karena tidak lengkap apabila berbicara Halmahera Utara jika Loloda diabaikan. Loloda dan Halmahera Utara merupakan satu hentakan nafas yang tidak dapat dilepas-pisahkan. Itu sebabnya, membiarkan ketimpangan pembangunan di Loloda seperti membiarkan Halmahera Utara tertinggal. Orang-orang ketika menyebut nama Halmahera Utara maka sontak muncul adalah daerah yang majemuk, multikultural, multiagama, dan juga memiliki infrastruktur yang memadai.

Namun sayangnya, pembangunan itu hanya terfokus pada lingkup perkotaan tetapi Loloda hinga kini pembangunannya masih jauh dari harapan. Parameter dan ciri majunya sebuah daerah dilihat dari desa. Jika masyarakat desa mandiri, sehat, bersih, dan maju maka daerah otomatis juga akan maju dan sejahtera. Itulah sebabnya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa membangun Indonesia harus dimulai dari desa. Dan sebagai bentuk konkretnya adalah dengan menggelontorkan dana desa miliaran rupiah dalam setiap tahun untuk membangun infrastruktur desa. Program ini bertujuan untuk percepatan pembangunan dan menjemput bonus demografi pada tahun 2045.

Untuk kepentingan itu, desa harus ditata dan dikelola secara rapi. Menurut Wakil Menteri Desa, Pembangunan  Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Budi Arie mengatakan bahwa ada empat yang berpotensi menjadi desa maju. Pertama, masih ada anak muda yang bertahan di desa. Kedua, SDM yang kreatif dan inovatif. Ketiga, partisipasi warga desa tinggi. Keempat, infrastruktur telematika/internet desa (www.beritadaerah.co.id, 2020).

Dengan demikian, pandangan tersebut menegaskan bahwa infrastruktur internet menjadi penting untuk dibangun. Dalam konteks historis, Loloda terkenal sebagai daerah kerajaan yang memiliki nilai-nilai kultural dan agamais. Selain dari kepentingan pembangunan, nilai kearifan lokal (local wisdom) inilah yang harus menjadi lokus utama pemerintah daerah dalam memperhatikan eksistensi Loloda. Sehingga tidak ada lagi stigmatisasi atau labelisasi bahwa Loloda adalah daerah terpinggir dan termarjinal. Dan lebih miris lagi sebagai daerah tempat pembuangan bagi para pejabat dan PNS. Dengan membangun infrastruktur internet diharapkan apapun profesi dan siapapun dia akan tetap betah dan bahagia ketika tinggal dan bekerja di Loloda. Semoga! (*)