JAKARTA, NUANSA – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel) menjadi entitas pertama yang sukses menerapkan teknologi high pressure acid leaching (HPAL) di Indonesia. Teknologi ini berguna memproduksi bahan baku baterai kendaraan listrik, nikel sulfat dan kobalt sulfat.
PT Trimegah Bangun Persada sendiri beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Sebuah pulau seluas 3.048 km persegi yang kaya akan mineral.
Lantas bagaimana proses panjang yang harus dilalui untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat?
Head of Technical Support Harita Nickel, Rico Windy Albert, menjelaskan pada proses pertama, bijih nikel (nickel ore) memasuki tahap ore preparation. Tahapan ini meliputi penyaringan kasar, penyaringan halus, hingga mesin penyaring untuk memisahkan nikel dengan batu-batu berukuran besar, kayu, atau objek asing lainnya. Setelahnya bijih nikel yang telah dipisahkan tersebut dibilas menggunakan air agar bersih.
Kemudian, bijih nikel lalu dimasukkan ke grinding station, guna menghaluskan bijih nikel yang masih berbentuk butiran. Bijih yang sudah berbentuk halus tersebut kemudian dicampur dengan air untuk dipersiapkan ke proses pengentalan.
“Bijih nikel yang sudah mengental kemudian dipanaskan hingga suhu sekitar 200-250 derajat celsius. Setelah mencapai suhu yang ideal, cairan tersebut dicampur dengan asam sulfat dan diproses pada tabung bernama autoclave,” jelas Rico.
Proses leaching pada bijih nikel terjadi di autoclave. Saat ini, kata Rico, Harita Nickel memiliki 3 unit fasilitas autoclave yang masing-masing memiliki ukuran panjang sekitar 40 meter dan diameter sekitar 5 meter.
Menurutnya, proses pencampuran cairan bijih nikel dan asam sulfat di dalam autoclave berlangsung sekitar 1 jam. Pada tahap ini, cairan tersebut juga diproses dengan memberi tekanan sebesar 50 Bar.
Setelah proses leaching selesai, cairan nikel kemudian keluar dari autoclave dan diturunkan suhunya pada tangki-tangki produksi yang ada.
“Setelah suhu cairan nikel turun pada level yang ditentukan, proses dilanjutkan dengan pengendapan untuk memisahkan nikel dengan kandungan mineral lain seperti besi dan alumunium,” urainya.
Secara paralel, terdapat juga proses peningkatkan kadar keasaman cairan nikel. Hal ini dilakukan dengan cara mencampurkan cairan tersebut dengan batu gamping atau limestone agar tingkat keasamannya mencapai pH ke sekitar 5.
“Tingkat keasaman cairan nikel yang keluar setelah proses leaching pada autoclave itu baru sekitar pH 1,5,” jelas Rico.
Setelah tingkat keasaman yang diinginkan tercapai, cairan tersebut kemudian ditambahkan dengan natrium hidroksida. Kemudian, cairan tersebut akan kembali diendapkan agar mendapatkan elemen nikel dan kobalt.
Rico menambahkan, hasil dari campuran cairan nikel dan natrium hidroksida tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mesin press dan dicetak. Hasil cetakan tersebut merupakan produk antara dari proses HPAL yang bernama Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan kadar nikel sekitar 40%, kobalt sebesar 4-5%, dan sisanya merupakan kandungan air.
“MHP memiliki bentuk batangan yang berwarna kehijauan. MHP kemudian dapat diproses kembali menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Jadi kami di sini ada tiga produk yang dikirim ke pasar, ada MHP langsung, ada yang dikirim sebagai nikel sulfat dan kobalt sulfat,” pungkas Rico. (tan)