Daerah  

Krisis Ekologi dan Masa Depan Halmahera Tengah Dikupas di Hadapan Mahasiswa

Dialog krisis ekologi dan masa depan Halmahera Tengah.

TERNATE, NUANSA – Komite Aksi Maluku Utara menggelar dialog terkait dilema krisis ekologi dan masa depan Weda Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah, bertempat di Auditorium IAIN Ternate, Senin (7/10). Komite Aksi Maluku Utara merupakan instrumen perjuangan yang menghimpun organisasi Samurai Maluku Utara, Sekolah Critis Maluku Utara, LMND Kota Ternate, DEMA IAIN Ternate, dan Pemuda Lukulamo.

Ketua Pemuda Lukulamo, Nahem Pata Pata, mengatakan wilayah Desa Lukulamo, Woekob, Woejerana, dan Kulo Jaya, secara topografi berada di dataran rendah. Sejak tempo dulu ketika curah hujan deras, wilayah empat desa ini dilanda banjir. Namun banjir yang terjadi pada 21-24 Juli 2024 merupakan pembeda dari banjir-banjir sebelumnya. Kemudian, terjadi lagi pada 11-13 Agustus 2024.

Menurutnya, di wilayah ini terdapat beberapa aliran air sungai, di antaranya ake jira, komao, mein, sakaulen, soh, mermer, sloi, dudisa, gamas, dan kulo. Sepuluh sungai ini mengalir ke Sungai Kobe yang bermuara ke Lukulamo.

“Dugaan kami, di balik banjir tanggal 21-24 Juli dan 11-13 Agustus adalah bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas perusahaan pertambangan,” ujar Nahem.

Ia menjelaskan, berdasarkan catatatan Forest Watch Indonesia, PT Weda Bay Nikel (WBN) memiliki luas konsesi lahan 45 ribu hektare, dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) diduga mengeksploitasi hutan secara membabi buta, sehingga menyebabkan terjadinya banjir deras dan debit air hingga mencapai 2 meter di dalam pemukiman warga.

“Padahal dalam setiap peraturan perundang-undangan, memuat ketentuan terkait dengan kelestarian lingkungan hidup. Misalnya, perusahaan pertambangan sebelum melakukan eksplorasi, wajib memiliki Amdal. Hal ini sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelasnya.

Sementara itu, Juru Kampanye Hutan Forest Watch Indonesia, Agung Ady, menuturkan deforestasi yang terjadi di sekitar Sungai Kobe sebanyak 4.291 hektare. Karena itu, melalui dialog ini pihaknya berharap dapat solidaritas untuk memperjuangkan keadilan lingkungan hidup.

“Caranya melakukan investigasi independen dan menggugat secara hukum pada pemerintah dan pihak perusahaan yang merupakan dalang terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Kecamatan Weda Tengah. Dengan begitu, masa depan warga yang berbasiskan keadilan lingkungan, ekonomi, politik, dan kebudayaan bisa tercapai,” tandasnya. (tr2/tan)