Opini  

Penolakan Cinta Berujung Maut, Buah dari Sistem Kapitalisme

Oleh: Mirna

___________________

SEORANG pelajar yaitu AI (16) yang berasal dari Lamongan, Jawa Timur, tega membunuh temannya sendiri yaitu VPR (16). Usut demi usut motif pembunuhan ini dikarenakan AI menyampaikan perasaan cintanya kepada VPR, namun perasaan itu ditolak VPR dengan alasan VPR sudah memiliki pacar.

AI pun emosi lalu memukul korban dengan keras dan membenturkan kepalanya hingga meninggal. Tidak puas, pelaku menjerat leher korban dengan menarik kerudung yang dia kenakan. Selanjutnya, korban dibiarkan begitu saja di warkop yang sudah lama tutup hingga ditemukan oleh pemilik warkop. Jasad dalam kondisi mengenaskan ini ditemukan warga lima hari setelah pembunuhan dalam kondisi sudah membusuk pada Rabu, 15 Januari 2024.

Peristiwa ini disebabkan banyak faktor, mulai dari lemahnya kontrol emosi, minimnya pendidikan moral, dan pengabaian terhadap kesehatan mental di kalangan remaja. Lingkungan sosial yang kurang suportif juga berkontribusi memperburuk kondisi ini.  Demikian juga media yang hari ini menjadi ‘guru’ generasi yang rendah literasi.

Semua faktor penyebab kekerasan ini terjadi sebagai konsekuensi penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalisme yang mengabaikan agama. Islam diposisikan hanya sebagai agama ruhiyah, yaitu semata mengurusi urusan akidah dan ibadah. Sedangkan urusan lain dalam kehidupan tidak boleh dikaitkan dengan Islam. Masyarakat tidak peduli pada halal dan haram. Dampaknya, manusia bertindak semaunya, tidak ada rasa takut pada azab Allah Taala. Masyarakat juga menjadi permisif, apa pun dianggap boleh tanpa batasan halal dan haram.

Di sisi lain, kapitalisme menilai kebahagiaan hanya berdasarkan ketersediaan materi atau tercapainya keinginan seseorang. Akibatnya, orang akan melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya tidak peduli apakah tindakannya akan membahayakan atau bahkan mencelakai orang lain. Manusia akhirnya menghalalkan segala cara dan melanggar aturan agama untuk mencapai tujuan mereka. Selain itu, mereka akan meluapkan perasaan mereka sesuai dengan nafsunya, mendorong mereka untuk melakukan kekerasan, bahkan pembunuhan. Sepertinya masalah kekerasan remaja terhadap temannya bersifat sistemis dan disebabkan oleh struktur kehidupan sekuler kapitalisme. Oleh karena itu, kita membutuhkan sistem yang dapat menyediakan solusi komprehensif, yaitu sistem Islam.

Sistem Islam akan mencegah kekerasan pada generasi muda dengan mengajarkan siswa akhlak mulia, pengendalian diri, dan pemahaman hubungan antarmanusia. Dengan kata lain, sistem ini akan berusaha membentuk kepribadian Islam pada setiap siswa. Siswa dididik untuk memiliki pola pikir (akliah) dan pola jiwa (nafsiah) Islami melalui sistem pendidikan, sehingga perilaku mereka mencerminkan ketakwaan, termasuk akhlak mulia. Generasi muda tidak mudah terluka. Nilai eksistensi dirinya (garizah baqa) akan mengarahkannya pada hal-hal baik, seperti keinginan untuk belajar, mencapai prestasi, membuat inovasi, dan bahkan berjihad fi sabilillah.

Untuk mencegah fitnah dan perilaku yang melampaui batas syariat, Islam juga memiliki aturan yang jelas tentang pergaulan laki-laki dan perempuan. Dalam kitab Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah (Pendiri Hizbut Tahrir) yaitu kitab An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam halaman 41 menyebutkan, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu disertai mahram. Rasulullah saw bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahramnya.” (HR Bukhari).

Sistem sosial Islam akan menjaga pergaulan sesuai dengan tuntunan syarak. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah (Pendiri Hizbut Tahrir) dalam buku An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam halaman 42 menyebutkan, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus komunitas wanita terpisah dari komunitas pria; begitu juga di dalam masjid, di sekolah, dan sebagainya. Artinya, Islam telah menetapkan bahwa wanita hendaknya hidup di tengah-tengah kaum wanita, sedangkan seorang pria hendaknya berada di tengah-tengah kaum pria.

Selain itu, Islam memerintahkan wanita untuk menghindari berdesak-desakan dengan pria di jalan dan di pasar. Islam juga menetapkan bahwa saf (barisan) salat wanita berada di belakang saf salat pria dan menyatakan bahwa wanita hanya boleh hidup bersama mahram mereka atau pasangan mereka. Dalam Islam juga perempuan dan laki-laki dapat melakukan interaksi dengan tiga hal sebagai berikut, yaitu dalam ranah kesehatan, jual-beli dan pendidikan.

Dengan hukum-hukum ini, Islam dapat memastikan bahwa interaksi antara pria dan wanita tidak mengarah pada hubungan lawan jenis atau hubungan seksual. Interaksi mereka tetap dalam koridor kerja sama semata dalam menggapai berbagai kemaslahatan dan melakukan berbagai macam aktivitas.

Sehingga, terkait dengan hal ini siswa dapat mengoptimalkan kemampuan mereka untuk kebaikan dan amal saleh dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah. Ini akan menghasilkan generasi hebat yang taat syariat dan memahami apa yang mereka pelajari di sekolah sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Ini adalah profil generasi yang akan dapat membangun peradaban Islam yang luar biasa.Wallahualam Bissawab. (*)