Oleh: Renaldi M. Larumpa
_______________________________
BANYAK prediksi tentang peradaban manusia, seperti muncul narasi-narasi “manusia akan kembali hidup seperti zaman batu” (dasarnya adalah karena perkembangan teknologi yang manusia ciptakan akan menjadi ancaman bagi manusia sendiri apabila salah digunakan, seperti ketakutan terjadi perang nuklir yang bilamana terjadi, maka dunia akan hancur dan tersisa hanya reruntuhan bangunan dan manusia beruntung).
Ataukah narasi-narasi realitas manusia akan hidup lebih maju dan modern karena teknologi menjadi pembantu kehidupan manusia di masa depan. Ada hubungan manusia menjadi majikan atas ciptaannya (realitas saat ini berbagai ahli sains dan teknologi dari berbagai negara berlomba-lomba menciptakan mesin yang semakin canggih-bahkan muncul wacana robot yang akan mengganti kerja manusia).
Tentunya kalau kita mengamati kecenderungan hidup manusia saat ini (saat dalam bermasyarakat) memang lebih modern, namun cenderung berkurangnya interaksi sosial. Seperti misal di tempat-tempat tertentu tetangga tidak saling kenal, kumpul keluarga tapi semua fokus pada smartphone-nya masing-masing tanpa interaksi, anak-anak lebih sibuk bermain game dibandingkan bermain dengan teman sebaya.
Manusia lebih ingin hidup sendiri dan enggan bersosialisasi, seperti ada tempat orang kaya, ada pula tempat orang miskin saat di tempat-tempat tertentu. Hal itu terjadi karena adanya kelas-kelas sosial. Kelas-kelas sosial tersebut antara lain kelas kaum kaya, kaum menengah dan kaum miskin. Padahal sebelumnya diperjuangkan untuk dimusnahkan sistem strata sosial sejak masa filsafat barat Socrates, Plato, Aristoteles (200-650 SM), Seneca, Marcus Aulerius (49-44 SM), hingga era Karl Marx (abat ke 19 masehi) sampai pecahnya Revolusi Prancis tahun 1789 masehi (yang didasarkan pemikiran marxisme) sampai munculnya hukum modern yang mengatur segala aspek kehidupan.
Ketika muncul lagi kelas-kelas seperti itu, maka sepertinya kita mulai kembali pada kondisi sosial di masa peradaban Sumeria (3500 – 2000 SM-beragam versi referensi). Masa Sumeria di Mesopotamia (saat ini menjadi wilayah negara Irak timur) diyakini sebagai peradaban pertama manusia di dunia (masa Nabi Abraham/Ibrahim). Pada masa itu sebenarnya kodifikasi hukum telah muncul (2400 SM) oleh bangsa Sumeria yang dibuat berbentuk prasasti.
Lalu diaturnya Codex Hammurabi (piagam hammurabi) di Babilonia wilayah Mesopotamia yang dikenal sebagai hukum tertulis pertama di dunia (sekitar tahun 1700-1800 SM). Codex tersebut disebut sebagai undang-undang pertama di dunia, ditulis pada batu dengan jumlah 282 Pasal, meskipun diyakini ada beberapa Codex lainnya di masa itu sudah ada lebih dulu. Dalam Codex Hammurabi tersebut Raja Hammurabi membagi keberlakuan aturannya menjadi 3 kelas sosial, yakni kelas bangsawan atau elite (emelu), kelas menengah atau biasa (mushkenu), dan kelas bawahan atau budak (ardu).
Sifat dasar diaturnya codex tersebut adalah karena pandangan Raja Hammurabi Babilonia pada masa itu dan rakyatnya berdasarkan pembedaan kelas sosialnya. Kehidupan masa itu memahami keadilan berdasarkan tingkat kedudukan sosial dan ekonomi mereka, dan hukum tidak berlaku sama. Hukum yang berlaku pun berbeda-beda bagi setiap orang dan kelompok.
Realitas sosial kehidupan manusia saat ini tergambar sama dengan kehidupan masa Sumeria. Dimana kecenderungan hidup sendiri, tidak bersosial, membatasi diri berinteraksi dengan manusia lain, memilih sendiri berinteraksi dengan teknologi, menikmati teknologi secara tidak layak dan tidak teratur (banyak penelitian tentang pengaruh teknologi pada hubungan sosial manusia).
Jika manusia saat ini dan manusia masa depan tidak sadar dan tidak mampu mengendalikan teknologi, maka seyogiyanya manusia sudah mulai kembali pada peradaban awal. Oleh sebab itu, terlepas dari berbagai hukum positif yang diatur, tak kalah pentingnya keutamaan kesadaran rasio manusia (moral dan etika) terhadap ancaman yang sedang ia ciptakan sendiri. Kesadaran itu melahirkan kepatutan pada hukum, agar mampu mengontrol semua hal demi keselamatan manusia dunia pada kehidupan postmodern.
Sebab terlepas dari kedaulatan Tuhan, tentunya hanya manusia sendiri yang bisa mengatur kebebasan pikirannya yang tak terbatas (antroposentrisme). Inilah yang disebutkan Prof. Shidarta bahwa pada “filsafat hukum masa depan dan masa depan filsafat hukum”, pentingnya hukum mengatur cara kerja teknologi dan hubungannya dengan manusia, agar tidak kebablasan menjadi bom waktu bagi manusia itu sendiri.
(Jika Darwin meyakini teori Evolusi Manusia, maka sepertinya ini adalah Evolusi Peradaban Manusia). (*)