Oleh: Herman Oesman (Dosen Sosiologi FISIP UMMU)
——
_”…kita butuh jenis kepemimpinan yang tidak hanya kuat, tapi juga mampu merawat dan menyangga nafas masyarakat agar mampu tegak berdiri…”_
Pada zaman yang dijejali kilatan notifikasi, dan kehadiran manusia direduksi menjadi titik-titik cahaya di layar, lahirlah bentuk kepemimpinan yang bukan hanya memimpin, tetapi juga menderita. Ia bukan sekadar tokoh yang berdiri di mimbar kekuasaan, tetapi jiwa yang digerus algoritma, dikoyak ekspektasi massa yang tak kasat mata, dan dikepung oleh keharusan untuk tampil setiap detik, seolah absen adalah bentuk kegagalan paling mutlak.
Di era digital, pemimpin tak lagi hanya hadir di ruang rapat dan lapangan, tapi juga di linimasa Twitter, status Facebook,
dan tentu tersebar di grup-grup WhatsApp, dan unggahan Instagram serta Threads. Ia dituntut sempurna oleh dunia yang tidak pernah cukup, dan di situlah penderitaan bermula. Kepemimpinan kini merupakan panggung yang tak mengenal tirai penutup. Dalam kata-kata Byung-Chul Han, “Era digital menyingkirkan privasi dan menjadikan eksposur sebagai bentuk eksistensi” (Han, 2017: 32).
Pemimpin masa kini terbuka di hadapan publik. Segala keputusan, gaya hidup, bahkan jeda diamnya, ditafsir dan disesaki makna. Jika dahulu pemimpin melangkah dengan waktu, kini ia dikejar oleh arus real-time. Ia tak sempat berkontemplasi, karena “refleksi adalah kemewahan di dunia yang menghamba pada kecepatan” (Rosa, 2013: 58).
Akibatnya, banyak pemimpin mengalami apa yang disebut sebagai digital fatigue—kelelahan eksistensial karena harus terus hadir di ruang digital tanpa jeda. Mereka menderita bukan karena kekurangan suara, melainkan karena terlalu banyaknya suara yang bersaing di kepala mereka. Termasuk problem teknis yang mengelilinginya.
Era digital menghadirkan paradoks: semakin terhubung, semakin terisolasi. Pemimpin seolah berada di tengah kerumunan, namun kerapkali kesepian dalam pengambilan keputusan. Hannah Arendt menyebut penderitaan pemimpin sebagai akibat dari “krisis tindakan”—ketika tindakan kehilangan makna karena diserap oleh sistem yang tidak mengenal konteks dan nilai (Arendt, 1958: 205).
Pemimpin yang menderita adalah mereka yang sadar, bahwa kekuasaan di era digital bukan lagi soal kontrol atas informasi, tetapi kemampuan untuk bertahan dari banjir informasi yang menenggelamkan, dan dari realitas yang dihadapinya. Seperti Sisyphus yang terus mendorong batu ke puncak, pemimpin digital harus terus menghadirkan diri, menanggapi, memperbaiki citra, mengelola persepsi, tanpa pernah benar-benar selesai.
Di balik segala penderitaan itu, terselip soal etika. Apakah pemimpin boleh lelah? Boleh rapuh? Dalam dunia yang mengagungkan performa, kelemahan pemimpin bisa menjadi alat politisasi.
Michel Foucault mencatat bahwa “kuasa kini bekerja bukan dengan paksaan, tetapi dengan manajemen tubuh dan waktu” (Foucault, 1977: 138).
Maka, kepemimpinan pun diarahkan untuk terus produktif, tidak sakit, tidak sedih, tidak mengeluh, tidak goyah, dan tidak memutar balikkan fakta.
Namun kepemimpinan yang menderita justru memperlihatkan sisi paling manusiawi dari kekuasaan. Pemimpin yang bisa menangis, bersedih, dan tidak tahu, adalah pemimpin yang membuka ruang bagi empati, bukan sekadar pencitraan atau dominasi.
Di antara reruntuhan digital, kita butuh jenis kepemimpinan yang tidak hanya kuat, tapi juga mampu merawat dan menyangga nafas masyarakat agar mampu tegak berdiri.
Kepemimpinan yang tidak menumpas penderitaan masyarakat, tapi mengakuinya. Kepemimpinan yang mengerti, yang memahami, bahwa terkadang yang paling berkuasa adalah masyarakat yang paling terluka, dan luka mereka bukanlah tanda kelemahan, melainkan pintu menuju perlawanan untuk keluar dari kepura-puraan pemimpin.
Dalam istilah bell hooks, “cinta merupakan bentuk paling radikal dari kepemimpinan” (hooks, 2000: 87).
Dan cinta seorang pemimpin, dalam dunia yang serba cepat itu, dimulai dari keberaniannya untuk berhenti sejenak, merenung, mendengar, dan menampung tangis masyarakat yang tak sempat diucap, tanpa mengeluh dengan kondisi yang dihadapinya.[]