Oleh: Gusti Ramli
Ketum Sema Habar Kota Ternate
______________________
DI era milenium saat ini, pembangunan berkelanjutan tidak lagi dipandang
sebagai kewajiban nasional, melainkan masalah global yang dimana semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang ikut bertanggung jawab dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Mengingat masyarakat global saat ini masih dihadapkan dengan permasalahan yang sama, yakni peperangan (ekonomi) dan kemiskinan (moril).
Gerakan sosial di Indonesia memiliki sejarah panjang yang berkaitan erat dengan perjuangan untuk keadilan sosial, hak asasi manusia, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, Pancasila sebagai dasar negara, menjadi landasan ideologis yang sangat penting bagi gerakan sosial yang berkelanjutan di Nusantara. Pancasila menawarkan seperangkat nilai-nilai yang dapat memandu gerakan sosial dalam upaya menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan, sesuai dengan tujuan bersama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
1. Pancasila dan Gotong Royong dalam Gerakan Sosial
Salah satu nilai utama yang terkandung dalam Pancasila adalah gotong royong, yang berfokus pada kerja sama dan solidaritas antaranggota masyarakat. Dalam konteks gerakan sosial, gotong royong menjadi sangat penting dalam mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mencapai tujuan bersama. Nilai ini menjadi landasan bagi banyak gerakan sosial di Indonesia, baik yang bersifat lingkungan hidup, ekonomi, maupun budaya. Pada konteks ini, serupa dengan gagasannya Aristoteles tentang manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain.
Pengembangan kualitas hidup berpancasila yang ditandai oleh praktik hidup bergotong royong merupakan tanggung jawab setiap warga Negara Indonesia dalam upaya menjaga dan
melestarikan kebhinekaan suku, ras, agama, kepercayaan, dan budaya. Gotong-royong merupakan semangat dan cara hidup bangsa Indonesia dari generasi ke generasi yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Perjalanan, perjuangan dan hidup berbangsa dalam kebhinekaan mendasarkan diri pada spiritualitas berketuhanan, berperikemanusiaan, bersatu, bergotong royong dan berkeadilan sosial.
Pancasila berisi nilai-nilai kemanusiaan khas Indonesia yang berkarakter religius. Misalnya, dalam gerakan sosial berbasis pemberdayaan ekonomi masyarakat, prinsip gotong royong memainkan peran kunci dalam memperkuat kerja sama antar individu dan komunitas. Gerakan seperti program pemberdayaan petani, pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat, atau gerakan ekonomi kreatif, sangat mengandalkan kerja sama dalam komunitas. Masyarakat yang secara aktif berkolaborasi satu sama lain dalam upaya meningkatkan kesejahteraan bersama menunjukkan betapa pentingnya gotong royong dalam keberlanjutan gerakan sosial.
2. Keberlanjutan Gerakan Sosial Berbasis Keadilan Sosial
Prinsip keadilan sosial dalam Pancasila sangat relevan dengan gerakan sosial yang bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pancasila mengajarkan bahwa negara harus menjamin adanya pemerataan kesempatan dan hasil yang adil bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, gerakan sosial yang berfokus pada hak-hak sosial, seperti akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial, sangat cocok dijalankan dengan menggunakan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar ideologisnya.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, perubahan sosial menjadi salah satu aspek penting yang perlu dipahami dan dianalisis secara mendalam. Perubahan sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan dari perspektif multidisiplin. Dampak tersebut mencakup aspek sosial, budaya, ekonomi, lingkungan dan politik.
Dalam aspek sosial, perubahan nilai-nilai, norma, dan perilaku sosial dapat mempengaruhi hubungan sosial, pola interaksi, serta struktur keluarga, peran gender, pola migrasi, tingkat pendidikan, dan kesehatan masyarakat.
Dalam aspek politik, perubahan tatanan politik, partisipasi politik, dan dinamika kekuasaan dapat memengaruhi kebijakan publik, pembentukan institusi, serta stabilitas politik, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sosial dalam konteks pembangunan. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif terhadap dampak perubahan sosial diperlukan dalam merancang kebijakan dan strategi pembangunan berkelanjutan, dengan tujuan mencapai stabilitas politik, pemberdayaan masyarakat, dan tercapainya keadilan sosial dalam proses pembangunan berkelanjutan.
Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk melainkan suatu proses. Proses perubahan ini tentu saja merupakan hasil dari sebuah kesepakatan atau keputusan bersama yang diambil dari setiap individu atau kelompok masyarakat.
Gerakan sosial yang mendorong pemerataan hak akses dan kesempatan, seperti gerakan pendidikan untuk anak-anak di daerah terisolasi atau gerakan kesejahteraan bagi pekerja informal, sering kali menggunakan prinsip keadilan sosial sebagai pendorong utama dalam mencapai perubahan sosial.
Dengan demikian, prinsip keadilan sosial dalam Pancasila membantu memastikan bahwa gerakan sosial tidak hanya bersifat sementara, tetapi berkelanjutan dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan dalam jangka panjang. Pembangunan merupakan project into being dan sebagai manusia yang senantiasa mengalami perkembangan pola pikir, sejarah yang kita wariskan nantinya harus menunjukkan peningkatan orientasi nilai-nilai yang semakin menghargai kemanusian serta menunjukkan kualitas peradaban yang tinggi.
Pembangunan idealnya bukan hanya mentransformasi ekonomi demi kesejahteraan, melainkan juga mentransformasi kehidupan bangsa menjadi bermoral, beradab, adil serta menjaga harmoni dengan sesama lingkungan. Sehingga pada akhirnya terbentuklah bangsa penghayat Pancasila yang pikiran dan perbuatannya mencerminkan Pancasila dan berkolaborasi dengan masyarakat di belahan bumi mana pun untuk mewujudkan nilai-nilai kosmopolitan.
Di sinilah pentingnya konstruksi sosial baik di level individu, nasional maupun global. Sebagaimana gagasan kaum konstruktivis, fakta sosial tidak muncul dengan sendirinya. Tetapi terdapat kekuasaan yang memiliki kemampuan untuk mereproduksi makna intersubjektif dan berperan untuk membentuk persepsi (Hopf dalam Rosyidin, 2015).
3. Peran Persatuan Pancasila dalam Memperkuat Gerakan Sosial
Nilai persatuan yang terkandung dalam Pancasila memainkan peran penting dalam menjaga kesinambungan gerakan sosial. Indonesia sebagai negara dengan beragam suku, budaya, agama, dan bahasa, sering kali menghadapi tantangan dalam menjaga persatuan di tengah perbedaan tersebut. Namun, Pancasila memberikan landasan moral untuk membangun persatuan dalam keberagaman, yang menjadi kekuatan dalam memperkuat gerakan sosial di seluruh Nusantara.
Di dalam buku yang ditulis Mohammad Hatta yang berjudul “Pengertian Pancasila”, Wakil Presiden pertama ini memiliki pandangan yang sangat mendalam mengenai peran persatuan dan Pancasila dalam memperkuat gerakan sosial di Indonesia. Beberapa pandangannya yang relevan. Hatta percaya bahwa persatuan adalah syarat mutlak untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, Pancasila, sebagai ideologi negara, menjadi landasan utama dalam memperkuat persatuan di antara masyarakat Indonesia yang sangat majemuk.
Ia menekankan bahwa persatuan bukan hanya dilihat dalam hal politik, tetapi juga dalam aspek sosial dan budaya. Menurut Hatta, untuk membangun negara yang sejahtera, Indonesia harus mengedepankan semangat gotong royong dan kebersamaan yang dijunjung oleh Pancasila. Hatta memandang Pancasila tidak hanya sebagai ideologi politik, tetapi juga sebagai panduan moral dan etika dalam kehidupan sosial.
Nilai-nilai seperti Keadilan Sosial dan Persatuan Indonesia yang terkandung dalam Pancasila diharapkan menjadi alat untuk mengatasi ketidakadilan sosial dan ketegangan sosial yang bisa mengancam persatuan. Dalam setiap gerakan sosial yang terjadi di Indonesia, Hatta menganggap bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi acuan untuk menghindari konflik sosial dan meraih tujuan bersama.
Hatta sangat mendukung ide bahwa keadilan sosial adalah tujuan utama dalam setiap gerakan sosial di Indonesia. Menurutnya, gerakan sosial yang didorong oleh semangat Pancasila harus berfokus pada pemerataan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat. Hatta juga menekankan pentingnya peran negara dalam menguatkan gerakan sosial yang berlandaskan pada Pancasila. Negara harus menjamin keberlanjutan gerakan sosial yang berpihak pada kepentingan rakyat dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk saling bekerja sama demi kepentingan bersama. Secara keseluruhan, pandangan Hatta tentang peran persatuan Pancasila dalam memperkuat gerakan sosial sangatlah integratif. Ia melihat bahwa Pancasila bukan hanya sebagai ideologi yang bersifat teoretis, tetapi sebagai alat praktis yang mampu menyatukan berbagai elemen sosial dan membangun kesadaran kolektif untuk menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan di Indonesia.
Gerakan sosial yang dapat memanfaatkan prinsip persatuan akan mampu menyatukan berbagai kelompok dalam masyarakat yang berbeda latar belakangnya untuk bekerja bersama mencapai tujuan bersama. Sebagai contoh, dalam gerakan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen—baik itu masyarakat adat, kelompok agama, maupun kelompok berbasis ekonomi—dapat bersatu untuk mengatasi masalah lingkungan yang ada.
Dengan mengedepankan prinsip persatuan, gerakan sosial ini dapat lebih efektif dalam mencapai tujuannya dan bertahan dalam jangka panjang.
Pertama, nilai toleransi dalam SIP termanifestasi dalam pembentukan paradigma dan nilai sikap sosial- keagamaan yang mengedepankan pluralisme dalam kehidupan antar umat beragama. Kedua, nilai anti radikalisme pada sila kedua tercermin dari pembentukan paradigma yang mengedepankan semangat humanisme dan nilai sikap religius dan sosial.
Ketiga, nilai komitmen kebangsaan pada amanat ketiga tercermin dalam nilai-nilai pembentukan paradigma dan sikap sosial keagamaan junjung tinggi nasionalisme. Keempat, nilai akomodasi kearifan lokal pada perintah keempat dan kelima hadir dalam bentuk pembentukan nilai paradigma dan sikap keagamaan-sosial yang mengajukan prinsip mempertimbangkan dan merespons dengan nilai-nilai keadilan sosial berbagai kearifan lokal.
Ekstremisme agama menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah maraknya oknum masyarakat yang terlibat dalam ekstremisme agama. Fenomena ini menciptakan kekhawatiran akan potensi ancaman terhadap stabilitas sosial, toleransi, dan keamanan nasional. stabilitas sosial, toleransi dan keamanan nasional.
Oleh karena itu, penting untuk mengkaji peran dan potensi Pancasila sebagai alat untuk mengatasi dan mencegah ekstremisme agama di Indonesia. Eksistensi masyarakat Indonesia identik dengan kemajemukan yang harus dilindungi dalam ikatan persatuan, tanpa adanya tindakan diskriminasi, intoleran, sentimen terhadap pihak-pihak yang berbeda.
Meskipun terdapat berbagai bentuk keberagaman, masyarakat Indonesia memiliki semangat gotong royong dan rasa persatuan yang kuat. Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti “Berbeda-beda tapi tetap satu”, merupakan semboyan nasional yang mencerminkan semangat persatuan dalam keberagaman. Meskipun beragam agama, masyarakat Indonesia umumnya dikenal sebagai masyarakat yang toleran terhadap perbedaan agama. Terdapat tradisi saling menghormati dan merayakan perayaan keagamaan bersama antar komunitas agama.
4. Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi Pancasila dalam Gerakan Sosial
Meskipun Pancasila memberikan nilai-nilai yang sangat mendalam untuk memperkuat gerakan sosial, terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya. Salah satu tantangan terbesar adalah adanya perubahan prioritas politik dan ekonomi yang kadang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam beberapa situasi, kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau korporasi mungkin lebih mementingkan kepentingan ekonomi jangka pendek daripada keberlanjutan sosial dan lingkungan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila.
Penerapan nilai-nilai Pancasila dihadapkan pada degradasi moral generasi muda yang terpengaruh oleh kemajuan peradaban yang sangat pesat sehingga menghilangkan sekat antar bangsa di dunia.
Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis globalisasi dan krisis moralitas, Pancasila dalam sudut pandang masa kini, tantangan pengamalan nilai-nilai Pancasila, serta pemulihan dan penerapan nilai Pancasila dalam upaya pembentukan moral bangsa. Kajian ini menggunakan pendekatan studi kepustakaan, karena teknik pengumpulan data dalam kajian ini dilakukan dengan menelaah buku dan artikel yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas.
Pancasila merupakan pandangan hidup atau ideologi yang bersumber dari nilai-nilai moral bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam negara masih kurang bahkan jauh dari kata baik. Adanya globalisasi dan modernisasi membuat masyarakat lupa dengan tujuan awal dari reformasi itu sendiri.
Globalisasi menyebabkan nilai-nilai Pancasila semakin tenggelam dan dilupakan, sementara di sisi lain hanya dengan pengimplementasian nilai Pancasila maka krisis moralitas bangsa yang disebabkan oleh globalisasi dapat diatasi. Adanya globalisasi membuat integrasi dalam sistem budaya nasional ke dalam sistem budaya global.
Generasi penerus bangsa harus meningkatkan Pancasila dengan cara membangkitkan rasa nasionalisme, melestarikan dan mensosialisasikan secara berkelanjutan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila di kehidupan bermasyarakat. Pada era Globalisasi seperti saat ini banyak sekali budaya asing yang masuk di negara kita Indonesia, Namun kita sebagai bangsa harus menerima tanpa bisa menolak hadirnya budaya asing yang mulai berkembang di Indonesia.
Masuknya budaya asing menjadikan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia utamanya generasi muda untuk bisa menyaring budaya-budaya asing tersebut untuk bisa mengambil budaya yang baik dan menyaring budaya yang buruk serta tidak sesuai dengan nilai dan norma Pancasila untuk tidak ditiru atau diikuti.
Selain itu, ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih ada di beberapa wilayah di Indonesia juga menjadi hambatan dalam memperkuat gerakan sosial berbasis Pancasila. Meskipun Pancasila mengajarkan prinsip keadilan sosial, praktik di lapangan terkadang tidak sesuai dengan harapan, sehingga gerakan sosial perlu lebih giat lagi untuk menanggulangi ketimpangan ini. Dengan demikian eksis dan tidaknya Pancasila di era global sangat tergantung dari nilai-nilai masyarakat.
Jika nilai-nilai tersebut tetap tumbuh dan berkembang, maka Pancasila juga akan terus eksis. Sebaliknya jika nilai tersebut mengalami pergeseran, besar kemungkinan Pancasila juga akan mengalami pergeseran. Jika arus globalisasi mampu menggeser nilai-nilai di masyarakat dan mengganti dengan tatanan nilai yang baru, maka besar kemungkinan eksistensi Pancasila akan runtuh. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman nilai-nilai Pancasila sebagai dasar, pandangan hidup, dan ideologi sekaligus sebagai benteng diri dan filterisasi terhadap nilai-nilai yang masuk sebagai dampak dari globalisasi.
Apalagi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang bersifat heterogen, haruslah memiliki visi yang sama sebagai suatu bangsa, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Sebagaimana tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Visi ini dapat tercapai bila negara menjalankan fungsinya yang tetap berpegang teguh pada nilai-nilai yang disepakati bersama. Nilai-nilai yang ada pada setiap bangsa Indonesia, yang tidak lain adalah Pancasila dengan berbagai instrumennya.
5. Membangun Gerakan Sosial yang Berkelanjutan dengan Pancasila
Untuk memastikan bahwa gerakan sosial di Indonesia tetap berkelanjutan, sangat penting bagi para pelaku gerakan untuk terus merujuk pada nilai-nilai Pancasila dalam setiap langkahnya. Pendidikan nilai-nilai Pancasila harus diperkenalkan sejak dini kepada generasi muda, sehingga mereka dapat memahami dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam konteks gerakan sosial. Selain itu, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk menciptakan gerakan sosial yang tidak hanya bertahan dalam jangka pendek, tetapi memberikan dampak positif yang luas dalam jangka panjang.
Seorang tokoh yang bernama Mohammad Natsir turut menuangkan gagasannya dalam buku yang berjudul “Pemikiran Politik Mohammad Natsir tentang ideologi Pancasila”, buku yang diterbitkan melalui Pekanbaru: Program Pascasarjana (PPS) UIN Suska Riau 2015 ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang keagamaan dan pemahamannya tentang negara serta peran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai seorang pemikir, politisi, dan tokoh Islam Indonesia, Natsir memiliki pandangan yang mendalam mengenai ideologi Pancasila, terutama mengenai kaitannya dengan Islam dan negara.
Natsir mengakui bahwa Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memiliki nilai-nilai yang universal dan inklusif. Dalam pandangannya, Pancasila mampu mengakomodasi keragaman agama, suku, dan budaya yang ada di Indonesia. Ia melihat bahwa Pancasila mengandung prinsip-prinsip yang sejalan dengan ajaran Islam, seperti keadilan sosial, persatuan, dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Natsir menyadari bahwa dalam konteks Indonesia yang pluralistik, Pancasila dapat menjadi landasan yang menyatukan seluruh komponen bangsa tanpa harus menyinggung identitas keagamaan atau kedaerahan dalam pandangan Natsir, Pancasila memiliki kesesuaian dengan konsep negara yang menegakkan keadilan sosial dan melindungi hak-hak rakyat. Ia percaya bahwa sila-sila dalam Pancasila seperti “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” mencerminkan prinsip-prinsip Islam tentang keadilan dan kesejahteraan sosial.
Natsir berpendapat bahwa negara harus berperan aktif dalam mengatasi kemiskinan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial, serta memberikan perlindungan kepada seluruh warganya, terlepas dari latar belakang agama atau suku.
Natsir juga memberikan perhatian pada pentingnya demokrasi dalam sistem politik Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila. Ia berpendapat bahwa Pancasila menciptakan ruang bagi demokrasi yang berbasis pada musyawarah dan mufakat, yang juga merupakan prinsip yang sejalan dengan ajaran Islam tentang permusyawaratan (syura). Natsir menekankan bahwa demokrasi Indonesia harus tetap menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan bersama, serta mendorong partisipasi aktif rakyat dalam proses politik. Meskipun Natsir menerima Pancasila sebagai dasar negara, ia tetap berpendapat bahwa agama, terutama Islam, harus memainkan peran penting dalam kehidupan bernegara.
Dirinya menganggap bahwa Pancasila harus dihargai sebagai dasar negara, tetapi nilai-nilai agama harus diintegrasikan dalam kehidupan sosial dan politik. Menurutnya, Pancasila memberikan ruang bagi umat Islam untuk menjalankan prinsip-prinsip agama mereka dalam konteks kehidupan berbangsa, tanpa harus menjadikan agama sebagai dasar hukum negara secara formal.
6. Pancasila Sebagai Episentrum Perdamaian
Selain hakekat perdamaian, konsep pembangunan juga perlu dijernihkan. Permasalahan utama pembangunan pada dasarnya adalah ketidakadilan dan ketidakmerataan, sehingga menimbulkan kesenjangan. Contohnya persoalan kekurangan pangan. Masalah pangan bukanlah kelangkaan atau ketiadaan bahan pangan, akan tetapi ketidakmerataan distribusi pangan. Terdapat masyarakat yang memiliki stok makanan berlebih bahkan kerap membuang makanan, sementara di tempat lain terdapat masyarakat yang kelaparan karena tidak memiliki akses terhadap makanan. Contoh lain adalah persoalan kesenjangan pendidikan.
Masyarakat di perkotaan memiliki keuntungan karena banyak fasilitas pendidikan dan didukung dengan sarana infrastruktur yang baik, sehingga masyarakat di perkotaan memiliki lebih banyak pilihan. Sementara di pelosok desa, masyarakat dihadapkan dengan persoalan keterbatasan akses pendidikan dan kurangnya fasilitas infrastruktur yang menyulitkan mobilitas masyarakat.
Masalah timbul tidak hanya dari bangsa Indonesia sendiri, tetapi juga dari gelombang globalisasi yang tidak kasat mata tetapi terasa.
Membangun komunikasi dan relasi yang baik dengan menerapkan nilai-nilai kajian dalam komunikasi antar budaya dan agama dapat terbentuk suatu keharmonisan dengan sikap yang saling percaya dan saling hormat, menghormati antar pemeluk agama.
Gerakan sosial yang berlandaskan Pancasila tidak hanya bertujuan untuk meraih perubahan sesaat, tetapi juga untuk menciptakan keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Namun, untuk memastikan keberlanjutan tersebut, diperlukan kesadaran kolektif dan komitmen bersama untuk mempertahankan nilai-nilai Pancasila dalam setiap langkah dan keputusan yang diambil dalam gerakan sosial. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana menjaga konsistensi dalam penerapan prinsip-prinsip tersebut di tengah dinamika sosial dan politik yang terus berubah. Oleh karena itu, penting bagi setiap gerakan sosial untuk secara terus-menerus mengadaptasi dan menyesuaikan strategi mereka dengan prinsip-prinsip Pancasila agar dapat tetap relevan dan berdampak positif dalam jangka panjang.
Sebelum mengakhiri catatan refleksi ini, terbesit dalam pikiran saya sebuah pertanyaan; apakah Pancasila masih relevan dengan kondisi hari ini yang ada di Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Halmahera Selatan?. Tentunya saya berkesimpulan bahwa, aktor Pemerintah kita justru membuat Pancasila ‘pincang’ sebelah.
Akhirnya, saya menemukan sebuah ingatan tentang perlawanan sejumlah masyarakat Maba Sangaji di Halmahera Timur hingga akhirnya 11 orang divonis oleh Polda Maluku Utara sebagai tersangka, karena dianggapnya mereka adalah pelaku kriminalitas, padahal sejatinya mereka hanya mempertahankan ruang hidup dan hak mereka sebagai masyarakat tertindas.
Dengan demikian, Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai ideologi dasar negara, tetapi juga sebagai kompas moral yang dapat memperkuat dan mengarahkan gerakan sosial menuju tujuan yang lebih besar, yaitu terciptanya masyarakat yang adil, makmur dan berkelanjutan. (*)