Daerah  

Jawaban Bupati Bassam soal Penutupan Tambang Emas Ilegal di Halmahera Selatan 

Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba. (Amrul/NMG)

LABUHA, NUANSA – Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, merespons terkait penutupan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di sejumlah wilayah Halsel. Tambang emas ilegal yang ditutup polisi ini terletak di Desa Anggai Kecamatan Obi, Desa Manatahan Kecamatan Obi Barat, Desa Kusubibi Kecamatan Bacan Barat, serta Desa Kubung Kecamatan Bacan Selatan. Menurut Bassam, saat ini Pemkab sedang melakukan pemetaan terkait wilayah pertambangan yang telah ditutup oleh Polres Halsel.

“Secara mendasar, ketentuan, kami buat pemetaan. Karena tambang-tambang itu kan tambang ilegal semua. Dan kami pemerintah daerah ini punya tugas dan tanggung jawab untuk berupaya agar tambang-tambang itu bisa resmi dan legal,” kata Bassam saat diwawancarai usai rapat paripurna DPRD Halsel, Selasa (17/6) malam.

Bassam mengatakan, saat ini pihaknya mulai menyiapkan proses dan prosedur dengan langkah-langkah seperti pemetaan lokasi, apakah lokasi pertambangan itu masuk hutan atau tidak.

“Nanti setelah kemudian pemetaan baru kemudian proses selanjutnya kami lakukan. Kalau memang masih masuk kawasan, kami harus koordinasi ke Kehutanan Manado kalau tidak salah,” katanya.

“Dan juga nantinya sampai proses-proses akan kami upayakan yang akhirnya bisa melahirkan rekomendasi pemerintah daerah ke tingkat provinsi untuk pengusulan WPR sampai kemudian tingkat IPR,” sambungnya.

Bassam menyadari, tentu hal ini membutuhkan proses yang panjang dan penuh kesabaran. Ia tahu dan memahami bahwa ini menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat. Namun, jika kemudian kondisi status tambang semacam itu tidak resmi dan ilegal terus-menerus, tentu menjadi masalah yang tidak habis, dan sudah pasti masyarakat yang kena imbasnya.

“Karena ini menyangkut dengan ekonomi, sosial, dan banyak sekali. Sehingga saat ini kami sedang upaya, dan Bappeda terus bekerja menyiapkan dokumen-dokumen mulai dari tata ruang dan lain-lain, untuk kemudian disiapkan agar bisa mengeluarkan rekomendasi yang nantinya kami akan berikan ke tingkat selanjutnya ke provinsi dan kemudian dilanjutkan ke kementerian,” jelas Bassam.

“Jadi ini kami mulai dari WPR baru IPR. Karena ada tambang yang izinnya sudah berakhir seperti di Anggai. Perlu kami proses perizinannya lagi dari awal, perizinannya seperti apa. Dan itu semua sedang di proses di Bappeda,” tambah dia.

Bassam menjelaskan, penutupan tambang ilegal beberapa bulan lalu akan berdampak pada kehidupan masyarakat. Menurutnya, dampak yang terjadi seperti terganggunya anak-anak sekolah karena mata pencaharian warga hilang, biaya, makan minum sehari-hari, dan masih banyak lagi.

“Tentu ini sangat berdampak, karena masyarakat sudah lama bekerja untuk mencari hidup mereka. Mereka rela meninggalkan kebun dan cengkih mereka hanya untuk menambang. Jadi saat ini fokus kami adalah menyiapkan semua langkah-langkah terkait dengan perizinannya,” ujarnya.

“Sebab, hanya ini yang bisa kami lakukan. Tidak mungkin kami biarkan masyarakat bekerja dengan status tambang yang tidak jelas dan ilegal. Langkah hukumnya sudah diambil oleh Polres, jadi kami berupaya untuk menyiapkan alternatif ini,” pungkasnya. (rul/tan)