TERNATE, NUANSA – DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Maluku Utara segera memanggil anggota DPRD Kota Ternate berinisial RA terkait skandal perselingkuhan yang menyeret namanya bersama bendahara DPD PAN berinisial SYP.
Kasus ini telah menjadi perhatian serius internal partai dan berpotensi berujung pada pergantian antar waktu (PAW), baik di kepengurusan partai maupun di lembaga legislatif, jika Plt Ketua DPD PAN Kota Ternate ini terbukti melanggar kode etik partai.

Ketua DPW PAN Maluku Utara, Kasman Hi Ahmad, menyampaikan bahwa DPW tidak akan tinggal diam terhadap tindakan yang mencederai marwah partai.
“Kode etik berlaku untuk semua kader, termasuk anggota DPRD. Kami akan segera memanggil yang bersangkutan dan mendalami persoalan ini melalui mekanisme internal partai dan DPRD,” ujar Kasman, Senin (7/7).
Ia menjelaskan, proses pemanggilan RA akan dikawal dengan serius, dan hasilnya bisa berujung pada rekomendasi PAW apabila ditemukan pelanggaran berat terhadap etika kepartaian.
“Kalau terbukti melanggar etik secara serius, tentu ada sanksi organisasi. Salah satu opsinya adalah evaluasi kepengurusan bahkan pergantian antar waktu,” tegasnya.
RA sebelumnya telah resmi bercerai dengan istrinya berdasarkan putusan Pengadilan Agama Ternate pada 12 Maret 2025, dalam sidang terbuka yang mengabulkan gugatan cerai secara verstek. Majelis hakim menjatuhkan talak satu ba’in sughra serta menetapkan hak asuh anak kepada istri RA.
Dalam persidangan, terungkap bahwa perselingkuhan RA dengan SYP menjadi pemicu utama keretakan rumah tangganya sejak 2023. Bahkan, seorang saksi mengaku pernah melihat RA membawa SYP ke rumah hingga larut malam, yang memicu pertengkaran hebat di antara pasangan tersebut.
RA juga dijatuhi kewajiban membayar nafkah iddah sebesar Rp45 juta serta membayar biaya perkara sebesar Rp384 ribu. Sejak 2024, RA dan istrinya diketahui pisah rumah tanpa komunikasi maupun nafkah lahiriah.
DPW PAN Malut masih menunggu hasil evaluasi internal serta rekomendasi dari komisi etik DPRD sebelum mengambil langkah resmi. Namun tekanan dari internal kader dan publik diperkirakan akan mempercepat proses sanksi organisasi terhadap RA. (gon/tan)