Oleh: Rifaldi Taihu
Alumni Ma’had Al-Jami’ah IAIN Ternate
________________
PENDIDIKAN dan keluarga tidak hanya membentuk individu secara personal, tetapi juga berperan besar dalam membentuk masyarakat secara keseluruhan. Keluarga yang menanamkan nilai-nilai kebaikan akan menghasilkan individu-individu yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif dalam kehidupan sosial. Ketika setiap keluarga mampu menjalankan perannya dalam mendidik anak dengan baik, maka dampaknya akan terasa luas, terciptanya masyarakat yang beradab, toleran, dan memiliki integritas. Dalam masyarakat modern saat ini, pendidikan tidak lagi hanya berorientasi pada penguasaan materi pelajaran atau kemampuan akademik semata. Dunia menuntut manusia yang tidak hanya cerdas secara kognitif, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual. Di sinilah peran keluarga menjadi sangat menentukan. Keluarga adalah tempat pertama di mana anak belajar mengelola emosi, mengenal empati, memahami perbedaan, serta menjalin hubungan interpersonal yang sehat.
Keteladanan orang tua memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan anak. Tidak jarang anak meniru pola bicara, cara bersikap, bahkan pilihan-pilihan hidup yang dilihatnya dalam keluarga. Oleh karena itu, orang tua tidak bisa hanya mengandalkan institusi pendidikan formal untuk membentuk karakter anak. Pendidikan karakter yang utama justru dibangun melalui interaksi sehari-hari di rumah. Sikap hormat kepada orang lain, kejujuran, kerja keras, dan kemandirian biasanya tumbuh dari pengamatan dan pengalaman yang terjadi dalam keluarga. Sementara itu, pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi melengkapi proses ini dengan membekali anak dengan ilmu pengetahuan, keterampilan teknis, dan kemampuan berpikir kritis. Namun, jika pendidikan formal tidak dibarengi dengan nilai-nilai yang ditanamkan di rumah, maka yang terjadi bisa saja adalah perkembangan intelektual yang maju tetapi tidak diimbangi oleh kematangan moral dan emosional. Inilah sebabnya kenapa kita sering menjumpai orang yang cerdas, tetapi kurang memiliki rasa empati atau integritas. Pendidikan tanpa fondasi moral akan menghasilkan manusia yang pintar tetapi bisa kehilangan arah.
Di era digital sekarang, peran keluarga dalam pendidikan anak mengalami tantangan baru. Teknologi telah membawa dampak besar terhadap cara belajar dan berinteraksi. Anak-anak lebih cepat mengenal dunia luar melalui internet dan media sosial, tetapi pada saat yang sama, mereka juga lebih rentan terhadap informasi yang salah, konten negatif, dan pergaulan yang tidak sehat. Di sinilah pentingnya keterlibatan aktif orang tua untuk membimbing anak dalam menggunakan teknologi secara bijak. Orang tua perlu menjadi sahabat diskusi, bukan sekadar pengatur dan pengawas. Mereka harus mampu mendampingi anak dalam dunia digital tanpa bersikap otoriter, melainkan dengan pendekatan yang terbuka dan dialogis. Pendidikan dalam keluarga tidak selalu harus berlangsung dalam bentuk formal. Bahkan, momen-momen sederhana seperti makan bersama, bepergian, membersihkan rumah, atau berdiskusi tentang berita, bisa menjadi sarana pendidikan yang efektif. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, anak-anak belajar tentang kebersamaan, tanggung jawab, kepedulian, dan berpikir kritis. Nilai-nilai ini sangat penting untuk menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.
Perlu juga disadari bahwa keluarga bukanlah sesuatu yang ideal bagi semua anak. Banyak anak tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh, atau dalam lingkungan rumah tangga yang tidak sehat secara emosional. Dalam kasus seperti ini, peran sekolah, guru, dan komunitas sangat penting untuk mengisi kekosongan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga. Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan mendukung, di mana anak-anak tetap bisa merasakan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan yang mungkin tidak mereka dapatkan di rumah. Oleh karena itu, kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat harus diperkuat demi memastikan bahwa semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Selain itu, penting untuk mengubah paradigma pendidikan keluarga dari yang bersifat reaktif menjadi proaktif. Banyak orang tua baru belajar menjadi pendidik setelah muncul masalah pada anak. Seharusnya, orang tua mendapatkan bekal sejak awal mengenai bagaimana mendidik anak dengan benar. Program pelatihan orang tua, kelas pengasuhan, dan penyuluhan keluarga seharusnya menjadi bagian integral dari kebijakan pendidikan nasional. Negara tidak hanya bertugas membangun sekolah, tetapi juga perlu memperkuat institusi keluarga sebagai pusat pendidikan pertama. Pada akhirnya, investasi terbaik yang bisa dilakukan oleh sebuah bangsa adalah melalui pendidikan dan penguatan keluarga. Kedua hal ini tidak hanya akan menciptakan individu yang unggul, tetapi juga masyarakat yang adil, sejahtera, dan bermartabat. Dunia yang berubah dengan cepat menuntut manusia yang adaptif, berpengetahuan, tetapi juga memiliki nilai-nilai luhur sebagai kompas dalam hidup. Dan semua itu bermula dari rumah tempat pertama di mana seorang manusia belajar menjadi manusia. (*)