Opini  

PEMERINTAH Tak Boleh Tidur

Oleh: Nurcholish Rustam
Ketua Rampai Nusantara Malut

______________

TENTU saja judul di atas tak sekadar perumpamaan, dimana esensi memerintah adalah tanggung jawab. Dan tanggung jawab pemerintah, khususnya pemerintah daerah pada 2025 ini ternyata tidak makin kecil, karenanya tidak boleh terlena. Tidak menentunya harga beberapa komoditas, merupakan ujian, sejauhmana pihaknya membuahkan regulasi yang tepat. Harga komoditas pangan yang meroket, Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengalami kelangkaan, kerusakan lingkungan akibat pertambangan, soal pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, lapangan pekerjaan yang sulit sungguh menambah hidup rakyat biasa makin merana. Rakyat makin terbebani oleh naiknya harga-harga kebutuhan pokok, apabila tidak ada kebijakan pemerintah yang efektif mengenainnya.

Tapi, sejauhmana pemerintah daerah berupaya untuk itu? Sejauh mana Gubernur, para pimpinan OPD berkoordinasi dengan baik, dan kemudian sinergitas mereka menghasilkan kebijakan terpadu dan efektif? Melihat situasi dan perkembangan politik pasca Pilkada kemarin, apakah personalia-personalia OPD masih dapat bekerja penuh konsentrasi? Pertanyaan tersebut sederhana tetapi penting dan relevan, mengingat komposisi OPD dipenuhi oleh “orang lama”, bahkan beberapa di antaranya punya track record negatif.

Tantangan di tahun 2025 di bidang ekonomi, baik mikro dan makro amat serius. Juga tantangan politiknya seperti penuntutan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). Hingga tulisan ini ditulis, Undang-undang tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah tentang Peta Jalan (Road Map) Pemekaran Daerah Otonomi Baru masih dalam tahap pengkajian lebih dalam. Setidaknya, pemerintah dihadapkan pada situasi yang tidak baik-baik saja akibat gejolak yang terus terjadi di tengah masyarakat. Belum lagi tercatat juga beberapa ekses konflik lahan pertambangan yang amat membutuhkan kebijakan yang tepat. Apakah pemerintah daerah mampu menyelesaikan persoalan ekses konflik tersebut?

Ekses konflik tersebut tentu tidak boleh dipandang enteng. Formula kebijakan pemerintah harus tepat, dengan mengedepankan win-win solution. Jangan ada pihak yang merasa dipinggirkan dengan perasaan sub jestive dissatisfuction (ketidakpuasan yang tersembunyi). Langkah penanganan ekses konflik seperti lahan pertambangan dan pemekaran, seyogyanya tidak dilakukan dengan menambah masalah baru. Artinya pemerintah harus ekstra hati-hati. Jangan sampai perseturuan politik mematikan ala Bangsa Mongol terjadi di sini.

Di sektor ekonomi pertanian, jelas harus ada kebijakan signifikan untuk mengubah keadaan. Melihat begitu seriusnya Pemerintah Pusat memberikan perhatian khusus pada ketahanan pangan nasional, maka pemerintah daerah harus menyambut itu dengan perhatian serius pula, sebab sektor ini menjadi pembahasan global. Formula swasembada pangan yang dulu pernah dirumuskan dan praktikkan oleh Presiden Soeharto pada era orde baru, tampaknya wajib dipelajari kembali. Mengapa dulu ketahanan pangan kita kuat, dan mengapa pula kini keropos? Nanti di era Presiden Probowo baru digencarkan lagi.?

Pemerintah bukan Jin dalam lampu aladin, yang bisa mengubah keadaan dalam waktu sekejap. Tapi rakyat ingin melihat perubahan yang nyata, makin baik, bukan makin susah. Rakyat menunggu buah kerja keras dan cerdas pemerintah. Jangan sampai mereka makin dihinggapi rasa frustasi menghadapi hidup yang kian berat. (*)