Opini  

Ketika Kepemimpinan Berlari, Birokrasi Tak Boleh Berjalan

Gubernur Sherly Laos dan Faisal Opo Anwar.

Oleh: Faisal Opo Anwar

_______________

DI bawah kepemimpinan Ibu Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, pemerintahan daerah memasuki fase baru dengan ritme kerja yang cepat, tepat, dan inklusif. Ini bukan sekadar gaya personal, melainkan sebuah pilihan kepemimpinan yang sadar bahwa tantangan Maluku Utara sebagai wilayah kepulauan dengan disparitas layanan, infrastruktur, dan ekonomi tidak bisa dijawab dengan cara-cara lama yang lamban dan serba menunggu.

Kepemimpinan dengan ritme berlari, bagaimanapun, tidak akan pernah efektif jika ditopang oleh birokrasi yang hanya berjalan. Di titik inilah persoalan utama Maluku Utara hari ini mengemuka. Visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara sudah jelas, bahkan mulai diterjemahkan dalam berbagai kebijakan dan langkah konkret. Namun, kecepatan kepemimpinan itu menuntut mesin birokrasi yang sama kuatnya, aparatur yang cekatan, adaptif, dan berani mengambil keputusan.

Birokrasi tidak boleh lagi bersembunyi di balik prosedur yang kaku dan pola kerja yang aman. Dalam konteks pemerintahan modern, birokrasi adalah instrumen strategis pembangunan, bukan sekadar pelaksana administratif. Ketika kepemimpinan bergerak cepat, birokrasi dituntut bergerak senter fokus pada tujuan, cepat dalam eksekusi, dan terang dalam akuntabilitas. Tanpa itu, agenda perubahan akan tersendat di ruang-ruang rapat dan tumpukan berkas.

Upaya Ibu Gubernur untuk “mengglowingkan” jazirah Maluku Utara membutuhkan kesatuan gerak dan irama di seluruh lini pemerintahan. Birokrasi yang lambat dan “sakit-sakitan” bukan hanya memperlambat pembangunan, tetapi juga berpotensi menggerus kepercayaan publik. Masyarakat tidak membedakan antara kebijakan yang gagal karena sistem atau karena aparatur yang mereka rasakan hanyalah hasil atau ketiadaannya.

Lima tahun masa pemerintahan adalah waktu yang singkat untuk membuktikan arah perubahan. Momentum kepemimpinan yang cepat ini tidak boleh habis untuk menunggu birokrasi menyesuaikan diri. Justru birokrasi yang harus berlari mengejar kepemimpinan. Aparatur yang tidak mampu mengikuti ritme perubahan perlu dievaluasi secara objektif, karena stagnasi dalam birokrasi pada akhirnya adalah bentuk perlawanan diam terhadap agenda pembangunan.

Jika Maluku Utara ingin benar-benar bertransformasi, maka keberanian politik-administratif untuk membenahi birokrasi menjadi keniscayaan. Kepemimpinan sudah menunjukkan arah dan kecepatan. Kini, pertanyaannya sederhana sekaligus menentukan apakah birokrasi siap berlari bersama, atau tetap memilih berjalan dan tertinggal? (*)