SOFIFI, NUANSA – Satu per satu pengelolaan keuangan yang buruk di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut), terungkap. Satu dari sekian banyak dugaan masalah yang terkuak ke permukaan adalah kegiatan refocusing tahun 2020 di semua organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov.
Lihat saja temuan panitia khusus (Pansus) DPRD Provinsi atas laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur tahun 2020. Bayangkan saja, duit sebesar Rp 178 miliar yang dikelola masing-masing OPD untuk penanganan Covid-19, sulit dipertanggungjawabkan. Anggaran Rp 178 miliar tersebut, Rp 125 miliar belanja tak terduga (BTT) dan Rp 53 miliar juga untuk refocusing.
Dalam dokumen resmi Pansus LKPJ yang dibentuk DPRD Malut menyebutkan, tidak ada kejelasan tentang daftar kegiatan refocusing yang melekat pada OPD dan capaian kinerja serta realisasinya. OPD yang melaksanakan refocusing anggaran Covid-19, tidak dapat menunjukkan dan menjelaskan data penggunaan anggaran refocusing.
Selama tahun 2020, Pansus menyebut Pemprov tidak mempunyai program penyehatan ekonomi daerah di berbagai aspek. Refocusing hanya sebagai kegiatan darurat penanganan kesehatan masyarakat dan ekonomi daerah, tetapi tidak mampu memberikan manfaat kepada masyarakat pada masa pendemi.
OPD sebagai pelaksana program kegiatan refocusing dengan nilai yang cukup besar, (pun) tidak dapat menjelaskan dan memberikan data penyerapan dana refocusing dan terkesan hanya menghabiskan anggaran daerah.
Juru bicara Pansus, Erwin Umar yang membacakan keterangan Pansus juga menyinggung utang pihak ketiga yang belum terselesaikan. Begitu juga masalah tender proyek yang dicurigai terjadi penipuan (fraude). Pemprov menunggak utang terhitung dari tahun 2013, 2016, 2017, 2018 dan 2019 serta 2020. Bahkan kegiatan belanja tahun 2020 masih menyisakan utang tahun 2021. Nilai utang Pemprov Malut hingga ratusan miliar.
“Dalam proses tender atau pelelangan barang dan jasa tidak akuntabel dan transparan yang mengakibatkan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. DPRD menilai hal ini berpeluang terjadinya fraude pengadaaan barang dan jasa,” kata Erwin.
Selain itu, terdapat utang yang bersumber dari DAK tahun 2019. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 tahun 2019 tentang petunjuk teknis Dana Alokasi Khusus fisik tahun anggaran 2020 tidak menjelaskan pembebanan/kewajiban daerah untuk menangung utang yang timbul dari dana DAK fisik. Dasar pengakuan utang yang bersumber dari dana DAK fisik tahun 2019 tidak dijelaskan.
Dalam penyusunan anggaran belanja, belum diterapkan analisa standar belanja sehingga satuan ukur dan nilai belanja tidak dapat diukur tingkat efisiensi belanja. Banyak satuan ukur menggunakan paket yang tidak jelas cost drive pemicu besaran anggaran belanja per kegiatan dan output pekerjaan.
“Dalam dokumen LKPJ, tidak dijelaskan pelaksanaan pinjaman SMI dan kegiatan multiyear yang berjalan sejak tahun 2020 dan berapa jumlah utang yang timbul pelaksanaan multiyear. Ini juga menimbulkan sejumlah masalah karena tidak transparan dan akuntabel pengelolaan pinjaman SMI maupun pelaksanaan kegiatan multiyear,” jelas juru bicara Pansus LKPJ Gubernur,” Erwin Umar.
Atas permasalahan tersebut, Pansus LPKJ Gubernur 2020 merekomendasikan kepada Gubernur agar segera melakukan evaluasi kinerja terhadap OPD terkait penyerapan anggaran dan pencapaian target program/kegiatan. Meminta Gubernur agar segera melakukan evaluasi terhadap kinerja jajaran Bappeda selaku konsolidator laporan LKPJ Gubernur yang tidak mampu menyajikan informasi penyerapan anggaran, informasi capaian target kegiatan, mengidentifikasi permasalahan penyerapan anggaran serta langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Gubernur juga diminta segera memerintahkan Inspektur Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap utang bawaan sebelum tahun 2020 dan utang tahun 2020. Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu segera ditindaklanjuti dan memberikan laporan kepada DPRD Malut.
Pansus juga berharap Gubernur bersikap transparan dan akuntabel melaporkan pelaksanaan pinjaman SMI dan kegiatan multiyear. Keterlibatan Inspektorat sebagai pengawas dalam perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan anggaran sangat diperlukan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabel pengelolaan keuangan daerah.
Pansus LKPJ Gubernur juga merekomendasikan kepada pimpinan DPRD agar membentuk pansus pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa di Pemprov Malut yang dicurigai terdapat fraude pengadaan barang dan jasa. Pimpinan DPRD juga segera membentuk pansus penggunaan realisasi refocusing sebesar Rp 53 miliar lebih dan realisasi BTT sebesar Rp 125 miliar.
“Pansus juga meminta kepada BPK RI perwakilan Malut untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap proses pengadaan barang dan jasa. Apabila ditemukan potensi kerugian daerah, maka segera ditindaklanjuti kepada Aparat Penegak Hukum (APH),” pinta Erwin mengakhiri. (kov)