MALUKU UTARA, NUANSA – Kecelakaan kerja di perusahaan pertambangan di Maluku Utara, terbilang tinggi. Sayangnya, tidak ada proses hukum yang inkrah (berkekuatan hukum tetap) atas sejumlah kecelakaan kerja tersebut.
Sebagian besar kecelakaan diduga terjadi di PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWP), salah satu perusahaan tambang besar yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara (Malut).
Terbaru, kecelakaan terjadi pada Selasa (15/6) lalu, dimana tungku Smelter A milik PT. milik IWIP terbakar. Kecelakaan kali ini membuat enam karyawan menjadi korban. Dua dari enam korban telah meninggal dunia. Mereka adalah Arif Yunus (35) dan Rusfandi. Arif menghembuskan napas terakhir pada Minggu 20 Juni 2021 sedangkan Rusfandi meninggal dunia pada Senin (21/6) malam di Rumah Sakit Pertamina (RSP) Jakarta.
Deputy Manager Media and Communications PT. IWIP, Agnes Ide Megawati membenarkan kabar meninggalnya Rusfandi (termasuk Arif). “Benar, korban meninggal Senin malam sekitar pukul 19.00 WIB. Jenazah diantar tim IWIP Jakarta dan keluarga ke Maumere, NTT,” terang Agnes.
Sedangkan empat karyawan lainnya yang juga ikut menjadi korban, kata Agnes, hingga kini masih menjalani perawatan di RSP. “Masih dalam perawatan,” akunya.
Kecelakaan kerja di IWIP kali ini saja. Justru jauh-jauh hari sebelunya juga pernah terjadi dan sebagian besar korban meninggal dunia. Pada 17 Juli 2019, salah satu karyawan bernama Setikno Agus meninggal dunia akibat tergilas Truk. Kecelakaan kembali terjadi pada 5 November 2019 yang menimpa salah seorang warga China, Ma Hou Bing. Kecelakaan kerja terjadi lagi pada 30 Desember 2019 yang menimpa Irfan Samsudin.
Kecelakaan tragis kembali terjadi pada 15 Januari 2020 yang menewaskan Herminto J. Bunga, warga Desa Todowangi, Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat (Halbar). Ia tewas lantaran diduga digilas alat berat. Dan, pada 5 Oktober 2021, salah seorang karyawan asal Singkawan, Kalimantan, Suhendri, menjadi korban berikutnya.
Tingginya kecelakaan kerja di perusahaan tambang sekelas IWIP ini mengundang prihatin publik. Koordinator Konsorsium Advokasi Tambang (KATAM) Maluku Utara, Muhlis Ibrahim menegaskan, sudah saatnya pihak berwenang mengidentifikasi alat atau teknologi yang digunakan PT. IWIP. Pasalnya, ada indikasi peralatan yang digunakan di IWIP itu diduga teknologi lama yang sudah dimodifikasi kembali.
Sebuah industri pengolahan sumber daya mineral (Nikel) yang dalam kegiatannya sering menimbulkan kecelakaan kerja, kata Muhlis, sudah bisa disimpulkan manejemen kesehatan dan keselamatan kerja buruk. “Disamping itu, komitmen menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dari pihak manejeman juga tidak berjalan dengan baik,”ujarnya tegas.
Muhlis menyarankan pemerintah agar menghentikan sementara aktivitas di PT. IWIP, sekaligus mengevaluasi secara total manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di perusahaan itu. “Intinya harus diindentifikasi peralatan yang dipakai oleh IWIP. Karena ada indikasi peralatan teknologi yang dipakai itu adalah alat-alat bekas yang dimodivikasi kembali. Banyak keluhan yang disampaikan oleh para tenaga kerja, lebih khusus tenaga kerja lokal terkait dengan kondisi tempat mereka kerja,”tuturnya.
Sementara itu, Dosen Ekonomi Universitas Khairun (Unkhair), Dr Aziz Hasyim menambahkan, sudah saatnya manajemen perusahaan menaruh perhatian serius pada sistem peringatan dini (early warning system).
“Jika sistem peringatan dini baik, mungkin saja para karyawan maupun fasilitas yang dimiliki perusahaan dapat diantisipasi. Semua pihak pasti prihatin atas kejadian tersebut,”jelasnya.
Menurut Aziz, selain dari sisi ekonomi sangat berdampak pada perusahaan, sisi lainnya akan menambah beban perusahaan untuk pembiayaan kesehatan para karyawan dan juga tanggungan terhadap keluarga karyawan selama belum bisa bekerja. Sehingga itu, ia berharap proses investigasi harus secara serius dilakukan sampai mengungkap apa penyebab kejadian tersebut, yang nantinya akan menjadi catatan dan dasar perbaikan kedepan oleh manajemen perusahaan.(*)