TERNATE, NUANSA – Pembelian eks Rumah Dinas Gubernur Maluku Utara (Malut) di Kelurahan Kalumpang, Kota Ternate Tengah, disarankan diusut. Pernyataan salah satu petinggi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut baru-baru ini bahwa transaksi eks Rumah Dinas Gubernur dari Pemkot Ternate kepada Gerson Yapen, tidak ada unsur pidana, justru dianggap keliru oleh praktisi hukum.
Gerson Yapen adalah orang yang mengaku sebagai pemilik eks Rumah Dinas Gubernur, sehingga pada Februari 2018 lalu, Pemkot Ternate mentransfer uang sebesar Rp 2,8 miliar ke rekeningnya. Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Abdul Kadur Bubu angkat bicara terkait dugaan masalah pembelian eks Rumah Dinas Gubernur tersebut.
Menurutnya, tidak masuk akal dan tentu melanggar aturan jika suatu objek tanah yang statusnya milik pemerintah, kemudian Pemkot Ternate membayarnya senilai Rp 2,8 miliar. Ia menganggap pernyataan salah satu petinggi Kejati Malut bahwa pembelian lahan itu tidak ada unsur pidana, keliru. “Ada uang negara yang dibayarkan kepada asset milik negara. Terus ada yang bilang tidak masalah. Bagi saya pernyataan itu keliru,” tegasnya.
Abdul Kadir Bubu menyarankan pihak Kejati agar tidak gegabah mengeluarkan pernyataan. Suatu ketika, kata dia, jika ada lembaga penegak hukum lain yang mengusut masalah itu, lalu ditemukan unsur pidananya, maka pihak Kejati Malut akan malu dengan sendirinya. “Lahan eks rumah dinas itu sudah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap milik pemerintah, lalu Pemkot membayarnya lagi. Apakah itu tidak ada kerugian negara? Ya tentu ada kerugian negara,” tuturnya menjelaskan.
Dade, sapaan Abdul Kadir Bubu berharap ada pihak yang mengadukan masalah pembelian eks rumah dinas gubernur Malut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika diusut KPK, lanjutnya, bukan tidak mungkin akan ditemukan unsur kerugian negara dalam transaksi tersebut. “Karena putusan pengadilan itu benar-benar ada dan berkekuatan hukum tetap. Dan transaksi Pemkot Ternate ke Gerson Yapen juga benar-benar terjadi. Lalu yang tidak ada masalah itu di mana?,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Pemkot Ternate melakukan pembayaran lahan eks Rumah Dinas Gubernur pada Februari 2018. Uang sebesar Rp 2,8 miliar ditransfer ke rekening pihak ketiga yakni Gerson Yapen yang mengaku sebagai pemilik lahan.
Padahal sebelumnya Gerson Yapen kalah dengan pemerintah di pengadilan Tak sampai di situ, Gerson juga melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MK). Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 191 K/Pdt/ 2013, atas gugatan pemilik lahan eks kediaman Gubernur Malut, sertifikat hak milik nomor 227 tahun 1972 bahwa status pemilik lahan dikembalikan ke pemerintah, bukan milik perorang, termasuk Gerson Yapen.
Jika status lahan sudah dikembalikan ke Pemerintah, maka Pemkot Ternate tidak boleh membayar kepada Gerson Yapen yang bukan sebagai pemilik lahan sebagaimana putusan kasasi Mahkamah Agung RI, dan aset tersebut dikembalikan ke pemerintah. (ano/kov)