MALUT, NUANSA – Beberapa hari terakhir ini publik Maluku Utara (Malut) dihebohkan dengan beredarnya foto yang menggambarkan kondisi terkini jalan penghubung Desa Sayoang dan Desa Yaba di Kabupaten Halmaherah Selatan (Halsel), Maluku Utara. Kondisi jalan Sayoang-Yaba sekarang ini memprihatinkan, rusak parah dan sulit dilintasi pengendara.
Padahal, pada tahun 2015 lalu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) menganggarkan Rp 49,5 miliar untuk pekerjaan jalan tersebut. Megaproyek itu dikerjakan PT. Bangun Utama Mandiri Nusa dengan SPK nomor 600.62/SP/DPU-Malut/APBD/BM/FSK.06/2015. Yang menjabat Kepala Dinas PUPR waktu itu Djafar Ismail.
Beberapa tahun setelah anggaran digunakan, penegak hukum mencium ada dugaan praktik korupsi dalam proyek pembangunan jalan dan jembatan Sayoang-Yaba. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara lah yang melakukan penyelidikan. Tidak lama kemudian penyelidikan kasus tersebut dihentikan.
Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan, beberapa bulan sebelum penyelidikan dugaan korupsi anggaran proyek jalan dan jembatan Sayoang-Yaba dihentikan, kabarnya Pemprov Maluku Utara melalui Dinas PUPR menghibahkan sejumlah uang untuk membangun aula di kantor Kejaksaan Tinggi.
Kini publik menaruh harapan besar kepada lembaga penegak hukum untuk mengusut kembali dugaan penyalahgunaan anggaran pembangunan jalan dan jembatan Sayoang-Yaba. Jika bukan Kejati dan Polda, ada harapan dugaan masalah ini diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kami sudah lihat kondisi jalan Sayoang-Yaba terkini. Kalau memang dibuat dengan serius, apalagi dengan anggaran yang begitu besar, pasti kondisinya bagus. Tetapi kalau kondisi jalan seperti sekarang, tentu ada hal yang mestinya didalami lebih jauh. Penegak hukum harus benar-benar serius menangani masalah seperti ini,” ujar Sekretaris Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maluku Utara, M Ardiansyah.
Menurutnya, jika lembaga penegak di Maluku Utara tidak berkomitmen membasmi praktik korupsi, maka korupsi akan terus tumbuh, lantaran tidak munculnya efek jera. Tetapi apabila tidak sedikit pejabat yang diduga terlibat korupsi diusut dan dipenjarakan, maka pejabat yang lain merasa takut untuk melakukan praktik korupsi.
“Anggaran Rp 49,5 miliar itu bukan anggaran yang sedikit. Itu uang rakyat yang mestinya digunakan untuk fasilitas yang nantinya dinikmati masyarakat. Jika ini dikorupsi, tetapi tidak diusut, maka ini kemungkinan ada kompromi besar dalam masalah ini. Muda-mudahan KPK mendapat laporan terkait masalah ini. Karena dugaan korupsi yang nilainnya di atas Rp 1 miliar, itu sudah layak diusut KPK,” tegasnya berharap.
Ardiansyah menegaskan, KNPI Malut tetap komitmen memperjuangkan hak-hak masyarakat yang dirampas penguasa. Korupsi adalah salah satu cara penguasa uang keji dalam hal merampas hak masyarakat banyak. Jika anggaran yang dikorupsi itu itu digunakan untuk kepentingan banyak orang, maka daerah ini (Maluku Utara) pasti maju dan masyarakatnya sejahtera.
Aktivis HMI, Maruf Majid menambahkan, jika ada novum (bukti baru) Kejati Malut berhak membuka kembali penyelidikan dugaan korupsi anggaran pembangunan jalan dan jembatan Sayoang-Yaba. Jika tidak, maka sebaiknya masalah ini kita laporkan ke lembaga penegak hukum lainnya.
“Kami sudah mulai mendalami. Ada sejumlah data yang kami kantongi. Semoga dalam waktu dekat ini kami sudah bisa laporkan ke lembaga penegak hukum lainnya, salah satunya KPK,” tutupnya. (kov)