TERNATE, NUANSA – Polemik pencopotan Risval Tri Budianto dari jabatan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Ternate, tampaknya belum berujung. Setelah Wali Kota Ternate, M Tauhid Soleman melalui penasehat hukumnya menyebutkan pencopotan itu hasil dari evaluasi mandiri, direspons Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Abdul Kadir Bubu.
Ia menegaskan, keputusan Wali Kota Ternate memberhentikan Kepala Dinas PUPR sebagaimana tertuang dalam surat keputusan nomor:821.2/KEP/ 2043/2021, kelihatannya menggunakan kacamata kuda dalam melihat norma tindakannya. Menurut Dade, sapaan Abdul Kadir Bubu, jika Wali Kota hanya berdasar pada Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Apartur Sipil Negara, khususnya pasal 1 ayat (14), maka tindakan Wali Kota itu tidak sebatas keliru, tetapi termasuk melanggar perutaran perundangan yang berlaku.
“Karena Wali Kota Tauhid Soleman baru menjabat lebih kurang tiga bulan. Kerana itu, kepadanya berlaku ketentuan Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada pasal 169 ayat (3) Gubernur, Bupati atau Wali Kota yang akan melakukan pergantian jabatan di lingkungan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten atau kota dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal pelantikan harus persetujuan tertulis mendagri,” jelasnya.
Dade yang juga Presidium Komunitas Jarod Maluku Utara melanjutkan, Wali Kota Ternate dilarang melakukan pergantian Kepala Dinas tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), apalagi hanya dengan modal melalukan evalusasi sendiri sebagai pejabat pembina kepegawaian.
Hukum Adminstrasi Negara
Dalam hukum administrasi negara, kandidat Doktor Hukum Administrasi Negara dan Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini menjabarkan, setiap penggunaan wewenang dibatasi oleh materi (substasi), ruang (tempus) dan waktu (locus). Di luar dari itu merupakan suatu tindakan pemerintahan tanpa wewenang (onbevoegheid ) bisa berupa wilayah (Onbevoegheid ratione loci) dan waktu (Onbevoegheid ratione temporis). Selaku pejabat pembina kepegawaian, Wali Kota berwewenang mealakukan evaluasi kinerja bawahannya dalam rangka sinergisitas program dan capaian target kinerja yang diberikan kepada masing-masing Kepala Dinas.
Tetapi hal penting harus diingat adalah wewenang memberhentikan dari jabatan dan mutasi belum dapat dipergunakan, karena Wali Kota dibatasi oleh waktu penggunaan wewenang tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 169 ayat (3) Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. “Dengan begitu, maka pemberhentian Kepala Dinas PUPR Kota Ternate yang tertuang dalam surat keputusan Wali Kota nomor:821.2/KEP/ 2043/2021 merupakan tindakan yang cacat wewenang karena waktu penggunaan wewenang tersebut belum saatnya dipergunakan (Onbevoegheid ratione temporis),” tutur Dade menerangkan.
Evaluasi Pejabat Pembina
Masih menurut Dade, pejabat yang ditunjuk untuk memangku jabatan yang pejabatnya diberhentikan dengan prosedur yang salah, tidak dapat menjalankan wewenang dan anggaran pada jabatannya. Ia juga menanggapi terkait pergantian jabatan Kadis PUPR kabarnya adalah murni hasil evaluasi Wali Kota selaku pejabat pembina dengan dengan dasar Undang-Undang nomor nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pasal 1 ayat (14), di mana pejabat pembina kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai wewenang menetapkan pengangkatan dan pemberhentian pegawai ASN dan pembinaan managemen ASN di instansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada konteks, Abdul Kadir Bubu menerangkan, terkait dengan kalimat “sesuai dengan peraturan-perundang undangan” itu artinya bahwa dalam menggunakan wewenangnya, Wali Kota tidak serta-merta hanya melihat dasar wewenang hanya dalam ketentuan itu saja, tetapi juga harus secara seksama melihatan norma tindakan dalam ketentuan Undang-Undang lain sebagai syarat sahnya penggunaan wewenang seperti pasal 169 ayat (3) Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 tetantang Pilkada.
“Dengan kata lain wewenang jabatan sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (14) bukan merupakan wewenang mutlak, tetapi merupakan wewenang bersyarat yakni wewenang tersebut hanya dapat diperguanakan manakala memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 1169 ayat (3) Undang-Undang nomor 10 tahun 2010,” jelasnya lagi.
Tupoksi dan Wewenang
Dalam hukum administrasi negara, kata Dade, yang disebut tindakan rasional adalah tindakan yang memenuhi standar, ditentukan peraturan-perundangan. Di luar itu tidak bisa disebut rasional. Oleh sebabnya, Wali Kota Ternate perlu diingatkan bahwa tindakan memberhentikan Kepala Dinas PUPR adalah tindakan yang menyimpang dari dari norma tindakan jabatan sebagai Wali Kota yang belum lama menjabat apalagi bergelar akademik Doktor yang dicitrakan mengerti semua norma tindakan aparatur negara.
“Siapapun bisa keliru, bahkan salah. Tetapi harus diberengi dengan kesadaran dan kerelaan untuk memperbaiki kesalahan dan kekeliruan tersebut, demikianlah seharusnya seorang negararawan bersikap,” katanya mengingatkan. Dade juga mengingatkan kepada Wali Kota Ternate bahwa tidak semua masalah pemerintahan itu dapat menjadi perkara. Oleh karena itu masalah-masalah pemerintahan selayaknya dikomunikasikan oleh ASN yang ditugaskan. Bahwa jajaran penasehat wali Kota Ternate berbeda funsinya dengan Tim Ahli Hukum Pemerintah Kota ternate yang dapat mengkomunikasikan dan mengklarifikasi segala tindakan Wali Kota sebaliknya penasihat hukum Wali Kota hanya bertugas mengkomunikasikan tindakan Wali Kota yang sudah menjadi perkara sesuai dengan apa yang dikuasakannya. Karena itu Wali Kota perlu menata hal-hal kecil semacam ini agar tertib. (kov)