Polmas  

Internal UMMU Memanas, Rektor dan Forum Dosen Saling Sindir

Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. (istimewa)

TERNATE, NUANSA – Situasi internal Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) benar-benar memanas. Rektor UMMU, Prof Saiful Deni dan forum dosen UMMU mulai perang terbuka. Lihat saja, ketika forum dosen menyesalkan sikap Prof Saiful yang memilih diam disaat ada penuntutan kenaikan gaji dosen dan pegawai, Rektor langsung buat pernyataan terbuka.

Menanggapi desakan forum dosen, Rektor UMMU mengatakan, pihaknya sudah melakukan rapat dengan yayasan. Hasilnya, tuntutan kenaikan gaji ini tidak bisa dipenuhi dengan alasan masih dalam situasi covid-19. Tetapi, kata Prof Saiful, pihaknya sudah menaikkan tunjangan fungsional dosen, dan itu lebih baik dari pada gaji.

“Tuntutan ini tidak dipenuhi kemudian mereka layangkan ke Disnaker. Saya tidak hadir di Disnaker, karena itu hanya mediasi, bukan putuskan untuk naik gaji,” katanya kepada jurnalis Penamalut (Nuansa Media Grup). Sejak 2019, menurut Rektor, gaji dosen dan seluruh pegawai sudah dinaikkan, termasuk tunjangan fungsional dosen.

“Tidak mungkin kita naikkan tiap bulan. Saya lihat ini bukan soal kenaikan gaji lagi, tapi saya lihat ada niat yang lain. Saya perhatikan begitu, makanya mereka desak terus,” tuturnya. Sedangkan terkait ketidakhadirannya pada mediasi yang dilakukan di kantor Disnaker Malut, lanjut Rektor, lantaran sudah ada kesepakatan dengan pihak yayasan bahwa untuk gaji sementara belum bisa dinaikkan. Sehingga dirinya memilih mewakilkan kuasa hukum.

“Kita tidak bisa memaksa kenaikan gaji. Sebab kita ini di bawah yayasan. Kalau sudah diputuskan yayasan seperti itu, lantas kita mau buat apa. Kemudian yayasan ini nonprofit. Artinya kalau mampu kita naikkan, kalu belum, maka kita tidak bisa naikkan,” tandasnya.

Ia menguraikan, untuk dosen yang sudah tersertifikasi dosen (serdos) gajinya di atas 5 juta. Artinya sudah di atas upah minimum provinsi (UMP). “Nah ini itu apakah kita tidak perhatikan. Kalau dosen yang malas itu tidak kreatif. Dosen yang belum serdos memang gajinya di bawah UMP. Kalau sudah serdos ya di atas 5 juta. Gaji itu harus dilihat total pendapatannya,” terangnya.

Ia juga telah memanggil para pegawai dan memberi tahu bahwa yang rajin bakal dinaikkan insentifnya. “Jadi memang kita sudah sepakat untuk sekarang gaji dosen belum dinaikkan. Artinya ini kemungkinan tahun depan bisa naik. Jadi dosen pemalas itu yang bikin masalah. Yang jelas lagi saya tidak bersembunyi,”

Tanggapan Forum Dosen

Menanggapi pernyataan Rektor, puluhan dosen dan pegawai yang tergabung dalam forum dosen UMMU, menganggap Prof. Saiful Deni tidak memahami Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.

“Pernyataan Rektor tidak berdasar dan terkesan tidak memahami UU Ketenagakerjaan serta tidak menghargai panggilan Dinas Nakertrans. Sesungguhnya apa yang dilakukan dosen dan pegawai adalah menuntut hak dasar kami sebagai dosen yang sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan,” ujar juru bicara forum dosen dan pegawai UMMU, Muh Iqra Harun.

Jika Rektor mengatakan pada tahun 2019 ada kenaikan gaji, kata Iqra: itu tidak benar. Justru pada tahun 2019 itu adalah kenaikan berkala sebesar 50 ribu. Kemudian pada tahun 2021 kenaikan tunjangan 100 ribu. “Tetapi kami tidak tahu, ini tunjangan apa. Soalnya kenaikan tersebut tidak diikuti surat keputusan atau sosialisasi apapun,” tegasnya.

Rektor, lanjut dia, juga sama sekali tidak memahami bahwa gaji pokok dan sertifikasi dosen (Serdos) itu adalah dua hal yang berbeda. Serdos tidak hanya di UMMU yang mendapatkan, tetapi seluruh dosen di Indonesia baik PTN dan PTS yang telah disertifikasi Kemendikbud. Serdos yang diberikan merupakan apresiasi negara kepada dosen-dosen yang telah diakui sebagi pendidik profesional.

“Saya mau bilang kalau Rektor menuduh hanya beberapa dosen dan pegawai, itu juga tidak benar. Sebab jumlah kami ada 61 dosen dan 17 pegawai yang telah menandatangani petisi. Jika Rektor menuduh kami punya kepentingan lain, kami minta maaf Rektor sudah berlebihan dan menuduh yang tidak-tidak,” katanya.

“Kami juga menyesali pernyataan Rektor yang menganggap dosen pemalas dan tidak kreatif, karena itu juga tidak etis dikeluarkan oleh seorang Rektor. Jika pernyataan Rektor kami balikkan, bagaimana dengan oknum senat universitas yang tidak kreatif dan jongkok kinerjanya,” sambungnya.

Ia juga mempertanyakan para pejabat Warek dan senat lainnya yang lagi studi, namun masih tetapi merangkap jabatan. “Misalkan Warek I, Warek 2, Kepala LP3M dan Karo Keuangan dan masih banyak lagi yang rangkap jabatan lainnya,” tukasnya.

Ia bilang, Rektor harus memahami tuntutan dosen dan pegawai yang murni menuntut soal upah yang harus sesuai dengan standar UMP. Jika Rektor dan BPH mengatakan belum bisa naik, lalu apa dasarnya. Harus dibuktikan dengan hasil audit internal maupun eksternal kemudian dipublikasikan atau disampaikan dalam rapat dosen dan pegawai, sebagaimana tertulis dan disepakati dalam berita acara mediasi.

“Kami meminta kesediaan Rektor untuk menanyakan secara profesional kepada para senat soal kenaikan gaji pokok, pastinya mereka semua juga mau kenaikan gaji. Hanya karena mereka merasa tidak enak dengan jabatan yang mereka emban,” terangnya. Untuk itu, pihaknya meminta Rektor tidak perlu menuduh yang bukan-bukan.

“Apa susahnya Rektor menemui kami para dosen dan pegawai untuk membicarakan dengan baik. Selama masa kepemimpinan Pak Rektor, belum sama sekali melaksanakan rapat umum bersama dosen dan pegawai. Apa susahnya anda bersilaturrahmi dengan dosen dan pegawai. Maka dari itu, kami meminta Rektor agar lebih bijak untuk menyikapi masalah ini. Jangan asal sembarang menuduh yang bukan-bukan,” harapnya mengakhiri. (tim/rii)