SOFIFI – Dugaan praktik korupsi di Pemprov Maluku Utara (Malut), tercium perlahan-lahan dan bukan tidak mungkin cepat atau lambat terbongkar. Terbaru, terjadi pada tahun 2020, termasuk di Biro Umum Pemprov. Anggaran yang diduga dikorupsi di Biro Umum Pemprov adalah uang makan minum (mami) tahun 2020 senilai Rp 10 miliar.
Meski sudah terbuka hingga diketahui publik luas, Inspektorat Malut enggan menggubris rekomendasi panitia khusus (Pansus) DPRD Malut terkait LKPJ Gubernur Malut untuk mengaudit uang mami di Biro Umum. Akademisi Hukum Hendra Kasim meminta kepada penegak hukum di Maluku Utara, baik di Polda maupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara untuk mengusut dugaan korupsi duit Rp 10 miliar tersebut. Kemungkinan di internal Pemprov sengaja untuk menutupi praktik dugaan korupsi itu.
Hendra bahkan menantang Kapolda dan Kajati Maluku Utara, siapa yang lebih dulu memproses hukum kasus dugaan korupsi tersebut. “Masalah ini sudah terbuka, kalau penegak hukum, baik itu Polda atau Kejati diam-diam saja, maka akan menimbulkan kecurian publik, ada apa sebenarnya,” ujarnya.
Baik Kapolda maupun Kajati Maluku Utara, kata Hendra, masing-masing belum membuktikan ke publik terkait komitmen pemberantasan korupsi. Jika dugaan korupsi di Biro Umum atau di Pemprov Maluku Utara secara keseluruhan tidak usut Polda atau Kejati, Hendra menyarankan ada pihak yang melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya sangat yakin KPK akan serius mengusut. Kalau ada laporan yang masuk, pasti diusut. Memang sejauh ini dugaan korupsi di Maluku Utara belum banyak diusut KPK. itu karena laporan yang dimasukkan ke KPK hanya sedikit saja, bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Kalau penegak hukum di Maluku Utara serius, pasti menemukan banyak dugaan korupsi di daerah ini,” pungkasnya. (rii)