TERNATE, NUANSA – Kepala Biro (Karo) Umum Pemprov Maluku Utara (Malut), Jamaludin Wua, benar-benar di ujung tanduk. Lihat saja, mantan bendahara Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chasan Boesoirie itu kini menghadapi proses hukum dua kasus dugaan korupsi.
Dua kasus dugaan korupsi di Biro Umum Pemprov Malut yang sementara ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut adalah dugaan korupsi anggaran makan minum (mami) tahun 2020 senilai Rp 10,9 miliar dan dugaan korupsi dana operasional bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 1,3 miliar.
Terhitung dari dua pekan lalu, penyidik Kejati Malut telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Sekretaris Provinsi (Sekprov) Malut, Samsudin A. Kadir dan Jamaludin Wua selaku Karo Umum. Kasi Penkum Kejati, Richard Sinaga menuturkan, sejauh ini kurang lebih 11 orang saksi dimintai keterangan oleh tim penyelidik Pidana Khusus Kejati. Dari jumlah saksi yang diperiksa, terdiri dari pihak pengelola anggaran dan pihak ketiga. “Tidak menutup kemungkinan pihak lain juga akan kami dipanggil,” jelasnya.
Menurutnya, permintaan keterangan ini masih terus dilakukan dengan tujuan untuk membuat terang dugaan kasus yang sementara ditangani penyelidik. Bahkan tidak menutup kemungkinan pihaknya yang sudah pernah dipanggil akan dipanggil lagi jika penyidik masih membutuhkan keterangan mereka. “Itu dilakukan dengan tujuan agar kasus tersebut bisa menjadi terang,”tukasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Maluku Utara (Malut), Samsudin A. Kadir pernah dipanggil dan penuhi panggilan pada Selasa (28/9) menyangkut dengan permasalahan tersebut.
Sekadar diketahui, dalam laporan LKPJ 2020, ada beberapa item anggaran di Biro Umum yang terdapat kejanggalan. Di-antaranya uang penggunaan anggaran kegiatan penyediaan makan-minum (mami) senilai Rp10.946.658.000. Dari total ini, yang terealisasi senilai Rp9.946.757.840 bahkan penggunaannya nyaris habis tanpa ada kejelasan. Selain itu, ada juga penyelenggaraan operasional pemeliharaan kantor senilai Rp1.304.541.500 yang direalisasi senilai Rp1.170.630.759 serta masalah pengadaan BBM di Biro Umum.
Dugaan penyalahgunaan anggaran di Biro Umum memang cukup fantastis, sebab banyak yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti uang mami yang tidak bisa dibuktikan hingga batas akhir konformasi. Sementara penggunaan anggaran penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan kantor sebesar Rp1,3 miliar (1.304.541.500), yang direalisasi hanya Rp1,1 miliar (1.170.630.759). Ini yang membuat peluang terjadinya fraud pengadaan BBM.(gon/rii)