Daerah  

Akademisi: Pemda Halsel Terapkan Manajemen yang Tumpang Tindih

Kantor Bupati Halmahera Selatan. (Istimewa)

NUANSA, LABUHA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Selatan (Halsel) terkesan menerapkan sebuah manajemen yang tumpang tindih.

Hal itu karena apabila keterangan yang disampaikan oleh Pemkab pada sebuah persoalan atau permasalahan yang terjadi, hanya melalui Staf Khusus (Stafsus) Bupati Halsel Bidang Ekonomi dan Pembangunan, M Yunus Nazar.

Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, di mana saat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Halsel, Safiun Radjulan, dimintai konfirmasi menyangkut pemalangan sekolah di Desa Buli, Kecamatan Kayoa, justru enggan berkomentar.

“Saya tidak ingin berkomentar banyak, takutnya nanti ditegur Bupati, karena semua informasi sudah diarahkan ke Staf Khusus Bupati, M Yunus Nazar,” kata Safiun ketika itu.

Apa yang dikatakan oleh Safiun itu ternyata tak hanya berlaku di Dikbud. Dinas lain di Pemkab Halsel juga berlaku sama, hanya M Yunus Nazar yang berhak berkomentar jika ada masalah.

Penyerahan permasalahan pada Staf Khusus untuk berkomentar itu mengundang reaksi akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Dr Abdurrahman Kader.

Abdurrahman menganggap Pemkab Halsel menerapkan manajemen organisasi yang tumpang tindih jika problem publik yang berkaitan dengan satu instansi justru informasi atau penyelesaiannya selalu diserahkan kepada Staf Khusus Bupati.

Dalam perspektif akademik, sambung Abdurrahman, kebijakan atau sistem tersebut mengindikasikan jika manajemen organisasi pemerintah daerah itu tumpang tindih.

“Kalau setiap problem masyarakat dan masyarakat menuntut atas sebuah kepastian dari persoalan itu terhadap salah satu dinas, maka dinas itu wajib untuk memberikan informasi atau kepastian, bukan justru harus mengarahkan masyarakat mencari informasi ke staf khusus,” ujar Abdurrahman, Jumat (21/1) kemarin.

Dosen Ilmu Administrasi Negara ini menjelaskan, dalam UU Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, secara eksplisit menjelaskan bahwa setiap informasi  publik bersifat terbuka dan dapat  diakses oleh setiap pengguna informasi publik (Pasal 2 ayat 1).

“Berkaitan dengan informsi publik, bagi saya, dalam UU Nomor 14 tahun 2008 tentang informasi publik masyarakat, LSM, individu bahkan wartawan atau media pers, ketika terjadi persoalan publik, dia mendatangi lembaga/instansi terkait ketika ada masalah-masalah publik dan ingin mencari tahu atau menyelesaikan masalah, maka instansi tersebut harus mampu mejelaskan ke publik,” terangnya.

Jebolan Doktor Universitas Brawijaya Malang ini juga menjelaskan tugas Staf Khusus yang hanya memberikan masukan, ide, pertimbangan sampai pada rekomendasi ketika ada kebijakan Bupati yang hendak akan diambil.

Bahkan ia menguraikan Tupoksi Bagian Humas dan Staf Khusus dalam perspektif akademik, di mana Bagian Humas adalah bukan Humasnya dinas. Sehingga baginya, Humas dalam tupoksi kerjanya adalah mengkomunikasikan kebijakan Bupati untuk mempubliskan ke publik tentang kebijakan, program dan kegiatannya Bupati.

“Jadi Humas itu bukan Humasnya daerah tetapi Humasnya Bupati. Sehingga kalau kemudian Bupati bilang semuanya melalui Staf Khusus, maka itu tambah sangat keliru,” tukasnya.

Sebab, kata dia, Staf Khusus bukan jabatan struktural. Status mereka hanya diformalkan oleh Bupati, dan kerja mereka hanya melakukan pendampingan, memberikan masukan kepada Bupati berkaitan dengan kebijakan.

“Karena itu, sangat keliru kalau di dinas-dinas itu ketika ada persoalan publik lalu masyarakat datang ke dinas terkait untuk mendapat penjelasan, namun dinas tersebut hanya mengarahkan ke staf khusus. Inilah yang saya sebutkan dalam prespektif akademi bahwa manajemen organisasi Pemda Halsel tumpang tindih, karena Staf Khusus bukan corongnya Bupati,” pungkasnya. (rul)