TERNATE, NUANSA – Kesadaran publik Maluku Utara (Malut) untuk mendukung dan mengawal penindakan tindak pidana korupsi, terbilang makin tumbuh. Jika penegak hukum di Maluku Utara memiliki kesadaran bahwa pemberantasan korupsi dapat membantu pembangunan, maka bukan tidak mungkin daerah ini akan berkembang dan praktik korupsi mulai berkurang.
Terkait dengan dugaan penyalahgunaan anggaran Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tahun 2021, publik mulai beramai-ramai mendesak ke Polda dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara untuk melakukan penyelidikan. Kali ini giliran Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Maluku Utara, M. Bahtiar Husni yang angkat bicara.
Bahtiar yang juga seorang advokat itu mengatakan, penegak hukum, baik itu Polda maunpun Kejati, sudah mestinya melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi anggaran STQ. Sebab, kurang Rp 46 miliar anggaran STQ yang diduga dikorupsi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Jika bukan Polda dan Kejati yang mengusut masalah ini, Bahtiar mengajak masyarakat agar memiliki keberanian membuat laporan dan menyerahkan data ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. “Karena ini sudah muncul dan menjadi konsumsi publik luas, maka penegak hukum harus melakukan penyelidikan, agar memastikannya ke publik. Jika penegak hukum tidak ambil pusing, maka praktik korupsi di Maluku Utara akan terjadi,” tegasnya.
Penegak hukum juga bisa berkoordinasi dengan BPK atau BPKP untuk melakukan audit. Dari audit itu kemudian dilanjutkan ke penyidikan dan penyidikan, jika terbukti ada kerugian negara dalam pengelolaan anggaran STQ itu. “Kami minta masalah ini cepat ditangani, supaya ada titik terang. Jangan dibiar begini. Ada apa sebenarnya sehingga Polda dan Kejati hanya diam saja,” tutur Bahtiar mempertanyakan. (ano/ais)